Sekretaris Jenderal (Sekjen) MPR RI Ma'ruf Cahyono menekankan pentingnya upaya pencegahan kasus kekerasan dalam rumah tangga, khususnya terhadap anak. Hal ini mengingat anak-anak adalah generasi penerus bangsa.
"Perlu diingat, kekerasan dalam rumah tangga akan berdampak luas kepada anak bukan hanya di lingkup keluarga itu sendiri, tapi sampai ke lingkup lingkungan sosial yang lebih luas," ujarnya dalam keterangannya, Rabu (17/5/2023).
Hal tersebut ia sampaikan saat menghadiri International Conference dengan tema 'Domestic Violence and Child Protection: Identification and Prevention' yang diadakan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (FH Unissula) Semarang. Acara tersebut berlangsung di Aula Multi Guna, Gedung Kuliah Bersama, Kompleks Unissula, Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (16/5) kemarin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menegaskan pembahasan seputar kekerasan dalam rumah tangga dan perlindungan anak dari kekerasan adalah tema yang aktual dan strategis. Sebab, kekerasan memiliki dampak besar bagi anak, sehingga tidak bisa dianggap enteng.
Ma'ruf menyebut anak-anak adalah bagian dari sumber daya manusia unggul dan potensial di masa depan. Bukan hanya untuk Indonesia saja, melainkan juga negara-negara lain. Karenanya, perlindungan atau pencegahan kekerasan kepada anak perlu mendapatkan perhatian khusus.
"Sistem dan mekanisme pencegahan dan perlindungan kepada anak, tentu ada di setiap negara. Begitu juga dengan Indonesia. Di Indonesia, selain berbagai aturan dan UU juga ada yang namanya ideologi Pancasila yang sarat akan nilai-nilai luhur, salah satunya agama," katanya.
"Sebagai manusia yang beragama, perilaku kekerasan apapun bentuknya tidak bisa ditoleransi. Makanya, jika fondasi agama kuat, maka kekerasan kepada anak tidak akan terjadi," sambungnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA RI Nahar. Dia menilai sangat penting untuk menjaga dan mengawal tumbuh kembang anak-anak Indonesia dalam rangka mewujudkan generasi emas di tahun 2045.
Kendati demikian, dia menjelaskan Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah besar dalam upaya pengembangan hak dan perlindungan anak. Yakni bagaimana meminimalisir bahkan menghilangkan kekerasan kepada anak, yang tentu menjadi persoalan serius jika dibiarkan.
"Dari data yang ada, berdasarkan lokasi kejadian kekerasan kita mencatat lingkup rumah tangga jumlahnya paling banyak sekitar 53 persen. Sedangkan pelaku kekerasan, paling banyak sekitar 29 persen dari lingkaran dekat seperti pacar dan teman," ungkapnya.
Hal ini menurutnya perlu menjadi perhatian bersama. Sebab data yang ada hanya angka laporan. Artinya, di lapangan kasus kekerasan secara riil bisa saja lebih banyak. Seperti, terminologi gunung es, yang kelihatannya kecil tapi sesungguhnya bisa lebih banyak dan luas.
Sementara itu, Dekan FH Unissula Dr. Bambang Tri Bawono menambahkan tema yang diangkat dalam konferensi internasional ini penting untuk dibahas. Karena berhubungan erat dengan anak sebagai generasi muda harapan bangsa, yang semestinya harus dilindungi demi lahirnya manusia-manusia unggul di masa depan.
(anl/ega)