Satgas TPPU mengungkap 33 dokumen transaksi mencurigakan senilai Rp 25,3 triliun diduga pencucian uang. Puluhan dokumen itu sudah diserahkan ke KPK.
"Kami juga menyerahkan dokumen kepada KPK, ada 33 LHA atau LHP terkait dokumen yang diduga ada tindak pidana pencucian uangnya. Nah kalau lihat seluruh transaksi dari 33 dokumen yang kami serahkan itu, nilai transaksi mencurigakannya kira-kira Rp 25,3 triliun," kata Deputi III Kemenko Polhukam sekaligus Ketua Tim Pelaksana Satgas TPPU, Sugeng Purnomo, di Kementerian Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (11/5/2023).
Satgas TPPU ini dibentuk untuk mengusut transaksi janggal Rp 349 triliun. Total dokumen yang tengah diteliti oleh Satgas, yakni 300 surat.
Sugeng mengatakan meminta dukungan dari KPK untuk mempermudah tugas-tugas Satgas TPPU. Dia berharap pengusutan 300 laporan itu dapat segera tuntas.
"Jadi begini tugas Satgas adalah untuk menyupervisi dan untuk mengevaluasi. Kalau misalnya seluruhnya berjalan normal, maka satgas memang tidak diperlukan. Tapi ini kan ada problem, ada catatan dari PPATK 300 yang belum dituntaskan. Maka untuk percepatannya, dibentuk satgas ini untuk mendorong," lanjut Sugeng.
"Tapi sekali lagi, satgas tidak melakukan penyelidikan dan penyidikan. Jadi satgas tujuannya adalah untuk mendorong, menyupervisi mudah-mudahan yang dilakukan temen-temen aparat penegak hukum bisa diselesaikan dengan cepat dan tepat," katanya.
Sebelumnya, Satgas TPPU pengusutan dugaan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun masih bekerja. Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan satgas TPPU sudah masuk dalam tahap klasifikasi surat yang dikeluarkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"TPPU sekarang terus bekerja, kemarin tim baik dari pengarah maupun pelaksana maupun tim pelaksana sudah rapat di kantor PPATK dan sudah sampai pada tahap klasifikasi data atau surat yang dikeluarkan oleh PPATK yaitu 300 surat," kata Mahfud Md kepada wartawan di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Kamis (11/5/2023).
Mahfud mengatakan sejumlah surat yang sudah diklasifikasi juga ada yang telah ditindaklanjuti. Dia menuturkan tindak lanjut itu dilakukan ke badan terkait seperti Dirjen Pajak dan KPK.
"Ada yang sekian sudah bisa dianggap selesai, ada yang harus ditindaklanjuti, tindak lanjutnya ada yang langsung ke Bea Cukai ada yang ke Dirjen Pajak dan ada yang ke KPK. Nah itu semua sudah sampai pada tahap klasifikasi seperti itu," ujarnya.
"Ya setelah itu jalan, namanya proses hukum kan nggak bisa sekejap gitu. Kalau orang tahlilan dua jam selesai ini hukum bisa lama," ujarnya.
(idn/idn)