Harta waris menjadi berkah bagi keluarga yang membaginya dengan adil dan semua pihak menerimanya. Tapi bisa menjadi bencana bila ada yang berselisih hingga bersengketa.
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca yang lengkapnya sebagai berikut:
Apakah istri ke dua berhak atas warisan ayah saya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan harta warisan ayah saya sudah ada sebelum dia menikah dengan istri ke dua.
A
Pembaca detik's Advocate juga bisa menanyakan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com. Pembaca juga bisa melakukan konsultasi online ke BPHN di https://lsc.bphn.go.id/konsultasi.
![]() |
Nah untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta jawaban dari Penyuluh Hukum Ahli Muda Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, Fabian A. Broto, S.H. Simak jawaban lengkapnya di halaman selanjutnya:
Terima kasih atas pertanyaan yang Anda ajukan. Waris pada dasarnya adalah pengalihan hak atas harta dari yang telah meninggal kepada orang-orang tertentu yang masih hidup. Harta kekayaan sendiri dalam perkawinan atau disebut Syirkah, adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami- isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapa pun. D
alam Pasal 190 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dinyatakan bahwa pewaris yang beristeri lebih dari seorang maka masing-masing isteri berhak untuk mendapat bagian atas gono-gini dari rumah tangga dengan suaminya, sedangkan keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak ahli warisnya.
Terkait pertanyaan Anda, objek harta yang dipertanyakan sekarang ialah harta yang diperoleh dari pernikahan pertama suami tersebut. Pasal 94 KHI, dijelaskan bahwa:
1. Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang, masing-masing terpisah dan berdiri sendiri.
2. Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang sebagaimana tersebut ayat (1), dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga atau keempat.
Berdasarkan ketentuan di atas, maka istri kedua tidak berhak atas harta kekayaan yang didapatkan dalam pernikahan pertama almarhum suaminya. Mengenai hak isteri kedua, kemudian harus dapat dibuktikan terlebih dahulu adalah harta kekayaan tersebut memang benar adanya diperoleh dalam masa perkawinan pertama suami tersebut.
Selanjutnya dalam Surat Penetapan Waris, istri kedua tetap dimasukkan ke dalam surat tersebut namun istri kedua ini hanya berhak atas harta bersama yang diperoleh sejak saat dilakukannya akad nikah antara si suami dengan istri keduanya ini.
Hak istri kedua atas harta bersama dalam pernikahannya tersebut, diatur dalam Pasal 96 ayat (1) KHI:
Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama.
Dengan demikian, isteri kedua yang dinikahi berdasarkan hukum perkawinan (bukan pernikahan siri atau di bawah tangan) berhak menjadi ahli waris dari suami yang meninggal.
Perhitungannya adalah harta yang diperoleh dari suami dan isteri dalam rumah tangganya maka masing-masing mendapat Β½ bagian dari harta gono-gini. Setengah bagian dari harta gono-gini kepunyaan almarhum suami sajalah yang akan dibagikan kepada para ahli waris yaitu isteri dan anak-anak. Selanjutnya sebagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan waris maka upaya pertama dilakukan adalah musyawarah di antara para ahli waris.
Apabila tidak berhasil maka anda dapat mengajukan permohonan fatwa waris ke pengadilan agama yang akan mengeluarkan penetapan besarnya bagian masing-masing ahli waris.
Demikian penjelasan kami mengenai kasus di atas, semoga membantu
Terimakasih.
Fabian A. Broto, S.H.
Penyuluh Hukum Ahli Muda Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.