Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengaku tak tahu menahu perihal wacana kenaikan tarif TransJakarta. Diketahui, keputusan kenaikan tarif TransJakarta ada di tangan Pemprov DKI Jakarta.
"Saya nggak tahu, siapa sih yang wacanain itu?" kata Heru di Dharma Jaya, Jakarts Timur, Selasa (18/4/2023). Heru menjawab pertanyaan soal keputusan kenaikan tarif TransJakarta.
Heru mengaku telah menanyakan pihak yang menggulirkan rencana kenaikan tarif kepada Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Namun, menurut dia, tak ada usulan yang diterima oleh Pemprov DKI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nggak ada. Beberapa hari yang lalu saya tanya sama Dishub nggak ada," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, usulan kenaikan tarif disampaikan oleh Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ). Pasalnya, sejak 2007, tarif bus TransJakarta tak pernah naik dan bertahan di angka Rp 3.500.
DTKJ lantas mengusulkan tarif TransJakarta naik di jam-jam sibuk, yakni Rp 4.000 pada pukul 07.01-10.00 WIB dan Rp 5.000 pada pukul 16.01-21.00 WIB. Lewat survei, TransJakarta pun menyerap aspirasi pengguna layanan terkait usulan kenaikan tarif ini.
"Adanya usulan penyesuaian tarif TransJakarta dari Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) menjadi Rp 4.000 dan Rp 5.000 pada waktu sibuk (07:01-10:00 dan 16:01-21:00)," tulis TransJakarta dalam salah satu unggahan di Instagram, Senin (10/4/2023).
Pro-Kontra Kenaikan Tarif di Mata Pengguna TransJ
Meskipun kenaikan tarif belum diputuskan, dinamika mulai terasa di kalangan pengguna bus TransJakarta.
Auren, penumpang berusia 25 tahun itu mengaku keberatan dengan usulan tersebut. Sebab, dia menilai armada bus TransJakarta yang saat ini tersedia belum memadai.
"Untuk naik jadi Rp 5.000 sih lumayan berat ya karena naiknya lumayan jauh. Kalau mau dibilang pun, TransJakarta jurusan aku yang biasa ke kantor itu 3F ke Kalideres sering lama nunggunya. Kalaupun ada, sering sudah penuh," kata Auren saat ditemui detikcom di Halte Bundaran HI, Jakarta Pusat, Sabtu (15/4).
Auren lantas berharap tarif TransJ tidak dinaikkan. Dia mengaku lebih memilih menaiki KRL jika memang tarif TransJ benar-benar naik. Sebab, tarif KRL otomatis akan lebih murah dibandingkan dengan TransJakarta.
"Harapannya sih juga tentunya jangan naik harganya. Kalau naik pun ya lebih tepat waktu ya, armadanya diperbanyak," ungkap Auren.
"Sedangkan harganya kalau naik, KRL justru jadi lebih murah dan tepat waktu. Nggak kena macet lagi. Jadi lebih enak KRL dong, mungkin kalau naik harganya jadi milih naik KRL aja," imbuhnya.
TransJakarta mengatakan DTKJ hanya mengusulkan kenaikan tarif menjadi Rp 5.000 di jam sibuk. Namun keputusan akhir soal tarif bus TransJakarta berada di tangan Pemprov DKI.
"Sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bergerak di sektor transportasi, PT Transportasi Jakarta (TransJakarta) siap menjalankan kebijakan yang diterapkan oleh Pemprov DKI Jakarta. Salah satunya jika memang dilakukan kenaikan tarif yang yang saat ini tengah diusulkan menjadi Rp 5.000 oleh Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ)," kata Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan TransJakarta, Apriastini Bakti Bugiansri, dalam keterangan tertulis, Jumat (14/3).
Apriastini mengatakan DTKJ memang memiliki kewenangan untuk mengusulkan penyesuaian tarif. Meski demikian, Apriastini menyatakan keputusan penyesuaian tarif merupakan kewenangan Pemprov DKI.
"DTKJ memiliki kewenangan untuk memberikan rekomendasi tarif, sesuai dengan Perda No 5 Tahun 2014 tentang Transportasi. Untuk keputusan penyesuaian tarif Transjakarta merupakan wewenang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kami dalam hal ini Transjakarta mengikuti keputusan penuh dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta," ujar Apriastini.
"Namun untuk keputusan penyesuaian tarif Transjakarta merupakan wewenang Pemprov DKI. Transjakarta akan terus memastikan pelanggan tetap terlayani dengan baik mobilitasnya," sambungnya.
Simak juga 'Kala TransJakarta Gandeng Swedia untuk Studi Infrastruktur Pengisian Baterai':