Jakarta -
KPK telah menetapkan mantan Pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, sebagai tersangka gratifikasi. KPK mengungkap sejumlah barang bukti dari kasus ini, salah satunya safe deposit box berisi duit miliaran dari mata uang asing.
"Turut diamankan juga sejumlah uang sebesar Rp 32,2 miliar yang disimpan oleh RAT (Rafael Alun Trisambodo) dalam safe deposit box di salah satu bank dalam bentuk pecahan mata uang dolar Amerika, mata uang dolar Singapura, dan mata uang Euro," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangan pers di kantor KPK, Jakarta Selatan, Senin (3/4/2023).
Safe deposit box ini diamankan beserta barang bukti lainnya yang ditemukan penyidik KPK, seperti dompet, ikat pinggang, jam tangan, tas, perhiasan, sepeda, serta uang rupiah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam bentuk pecahan mata uang dolar Amerika, mata uang dolar Singapura, dan mata uang euro," ujarnya.
Rafael Alun Terima Gratifikasi Rp 1,3 M
Firli menyebut Rafael Alun menerima gratifikasi USD 90 ribu. Rafael, kata Firli, menerima gratifikasi dari sejumlah wajib pajak atas pengkondisian dari temuan pemeriksaan perpajakannya.
Selain itu, Firli menyebut Rafael memiliki perusahaan yang bergerak di bidang jasa konsultasi pembukuan dan perpajakan bernama PT AME. Rafael disebut aktif berperan memberikan rekomendasi kepada wajib pajak terhadap permasalahan pajak yang dialaminya.
"Jadi RAT punya pekerjaan yang bergerak di bidang jasa konsultasi terkait pembukuan dan perpajakan. Adapun yang menggunakan jasa PT AME adalah para wajib pajak yang diduga memiliki permasalahan pajak, khususnya terkait kewajiban pelaporan pembukuan perpajakan melalui DJP," ucap Firli.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya:
Simak Video: Akhir Perjalanan Rafael Alun Trisambodo
[Gambas:Video 20detik]
Atas perbuatannya, Rafael diduga menerima uang USD 90 ribu yang merupakan gratifikasi atas tindakannya. Adapun USD 90 ribu tersebut jika dikonversikan ke rupiah dengan kurs Rp 15 ribu menjadi sekitar Rp 1,3 miliar. Saat ini KPK terus menelusuri aliran dana terkait kasus tersebut.
"Setiap kali wajib pajak mengalami kendala dan permasalahan dalam proses penyelesaian perpajakannya. RAT diduga aktif merekomendasikan untuk konsultasi dan rekomendasi dengan PT AME," katanya.
"Sebagai bukti permulaan awal tim penyidik menemukan adanya aliran dana atau uang gratifikasi yang diterima Saudara tersangka RAT sejumlah sekitar USD 90 ribu yang penerimaannya melalui PT AME dan saat ini pendalaman dan penelusuran terus dilakukan," katanya.
Rafael Alun dulu menjabat Kepala Bagian umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan II. Dia juga sempat menjadi penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dari tahun 2005, serta diangkat menjadi Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I pada 2011.
Rafael Alun disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Rafael Alun Jelaskan Asal-usul Safe Deposit Box
Rafael Alun menerima penetapan tersangka terhadap dirinya. Dia menceritakan semua asal-usul kekayaannya, termasuk safe deposit box. Dari mana?
"Safety box bahwa itu uang dari hasil penjualan tanah saya di tahun 2010, ada empat tanah yang saya jual," kata Rafael kepada detikcom, Kamis (30/3) malam.
Yang pertama, kata Rafael, rumah di Taman Kebon Jeruk Blok G I nomor 112 senilai Rp 10 miliar. Tanah di Kebon Jeruk itu hibah dari orang tua.
Kemudian tahun 1997, Rafael membeli tanah senilai Rp 200 juta. Lalu dijual di tahun 2010 naik harganya menjadi Rp 2,3 miliar.
"Saya juga mempunyai tanah di Jalan Pangandaran Nomor 18 di Bukit Sentul, saya jual Rp 2,4 miliar. Kemudian saya juga punya rumah di England Park Bukit Sentul, itu juga saya jual senilai Rp 600 juta. Kemudian saya punya reksa dana di tahun 2009 yang saya cairkan di 2010 sebesar Rp 2,7 miliar," ungkap Rafael.
Setelah dijual, uang hasil penjualan ditukar dengan mata uang asing. Seiring waktu, valasnya naik karena terjadi kenaikan kurs terhadap rupiah.
"Kemudian saya simpan di safe deposit box saya. Saya tidak melaporkan dalam LHKPN saya, tetapi dalam SPPT saya laporkan penjualan-penjualan aset tersebut," tutur Rafael.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini