Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan atensi sengketa tambang di Sulawesi Selatan (Sulsel). Komnas HAM diketahui telah mengeluarkan surat rekomendasi agar salah satu tersangka di kasus tambang tersebut dipenuhi hak-haknya.
Berdasarkan surat Komnas HAM yang didapat detikcom, Minggu (26/3/2023), surat tersebut dikeluarkan Komnas HAM setelah pihaknya menerima audiensi dengan pengacara tersangka Helmut Hermawan, Rusdianto Matulatuwa, pada 7 Maret 2023.
"Pada pokoknya, pengadu melaporkan adanya dugaan kesewenangan dalam pemenuhan hak kesehatan saudara Helmut Hermawan saat ditahan dan ditangkap sebagai tersangka tindak pidana menyuruh menempatkan keterangan palsu dalam akta autentik dan dugaan tindak pidana pemalsuan surat dalam Laporan Polisi Nomor LP/B/0537/1X/2022/SPKT/Bareskrim Polri," tulis surat tersebut yang ditandatangani oleh Komisioner Pengaduan Komnas HAM, Hari Kurniawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Helmut Hermawan saat ini dalam kondisi sakit cukup berat yang mengakibatkannya sulit bangun, sehingga menyampaikan permohonan agar dapat menjalani perawatan kesehatan. Menurut pelapor, Helmut tidak diberi izin oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulawesi Selatan untuk mendapatkan perawatan dan bahkan masih harus menjalani pemeriksaan atas kasusnya.
Untuk itu, Hari mengatakan Helmut melalui kuasa hukumnya telah meminta perlindungan kepada Komnas HAM untuk memberikan kepastian akan pemenuhan hak atas kesehatan kepada korban yang saat ini sedang menjalani proses hukum di kepolisian. Menurutnya, rekomendasi tersebut penting disampaikan oleh Komnas HAM karena kasus ini menjadi atensi publik.
Diketahui, kasus ini merembet pada laporan Indonesia Police Watch (IPW) terhadap Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Prof Eddy Hiariej ke KPK. IPW menduga Eddy menerima gratifikasi senilai Rp 7,7 miliar atas konsultasi hukum PT CLM pihak Helmut pada tahun lalu.
Berikut sebagian isi surat itu:
Penting Komnas HAM sampaikan, kasus ini menjadi atensi Komnas HAM dan sesuai kewenangan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Komnas HAM RI meminta Kapolda Sulawesi Selatan untuk memberikan perlindungan kepada saudara Helmut Hermawan khususnya terkait pemenuhan hak kesehatan.
Hak atas kesehatan bagi orang-orang yang dirampas kemerdekaannya dijamin dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, dan Pasal 10 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan Tugas Kepolisian Republik Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, ahli hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar mengatakan hak atas kesehatan itu sebagai salah satu HAM yang harus dihormati.
"Kapolri bahkan Kapolda Sulsel sejatinya harus memberikan hak tersebut kepada Helmut Hermawan. Sebab ini menyangkut HAM! Azas praduga tak bersalah harus tetap dikedepankan, jadi semua hak-hak Helmut khususnya hak atas kesehatannya sebagai manusia harus diberikan, jika tidak berarti kepolisian melanggar UU," kata Fickar.
Sebagaimana diketahui, Helmut Hermawan adalah direktur PT CLM yang diduga mendapatkan kriminalisasi dari institusi kepolisian terkait kepemilikan saham miliknya. Belakangan IPW melaporkan Wamenkumham Eddy Hiariej ke KPK karena mencium adanya aroma pemerasan dalam sengketa tambang itu. Meski merasa difitnah, namun Eddy enggan meneruskan tuduhan ini ke jalur hukum. Ia ogah melaporkan balik Sugeng ke polisi.
"Oh saya tidak akan melapor. Kenapa saya tidak akan melapor? Ada beberapa alasan. Pertama, IPW itu kan LSM. LSM itu kan tugasnya adalah watch dog, ya silakanlah dia berkoar-koar karena memang tugas dia untuk melakukan sosial kontrol," kata Eddy.
Menurut Eddy, tiap pejabat publik yang diadukan ke lembaga penegak hukum, respons yang dilakukan harusnya kooperatif melakukan klarifikasi. Pilihan itu yang dipilihnya hari ini dibanding melaporkan pihak IPW ke polisi.
"Kalau saya melaporkan, itu kan berarti saya masuk dalam sistem peradilan pidana. Sistem peradilan pidana di mana pun the battle model, model berperang. Kalau berperang kan kita harus cari lawan yang seimbang," ucap Eddy.
(asp/azh)