Pertanyaan itu dapat saja muncul dari benak orang-orang yang putus asa melihat jalur kuning dilanggar terus oleh parkir motor atau tiang-tiang. Jawaban atas pertanyaan itu menjadi dasar alasan pentingnya menyelamatkan guiding block atau ubin pemandu tunanetra di trotoar.
detikcom Do Your Magic memberitakan #SaveSiJalurKuning agar guiding block di Jakarta tidak terhalang. Soalnya, fungsi guiding block adalah memandu tunanetra agar bisa berjalan aman di trotoar, bukan memandu tunanetra agar membentur tiang lampu jalan, masuk lubang got, atau menabrak sepeda motor parkir.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), penyandang kesulitan penglihatan di seluruh Indonesia sekitar 8,36 persen. Ada 3,76 persen orang Indonesia yang kesulitan saat berjalan/naik tangga. Jumlah kaum disabilitas, termasuk tunanetra, di Jakarta memang minoritas dibanding orang-orang pada umumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Koalisi Pejalan Kaki menjelaskan fasilitas jalur pedestrian (pejalan kaki) harus inklusif (terbuka), tidak boleh hanya eksklusif untuk orang-orang dengan fisik sempurna saja. Jalur pejalan kaki harus ramah terhadap kelompok minoritas termasuk tunanetra. Soalnya, semua punya hak yang sama menggunakan fasilitas publik.
"Guiding block adalah hak dasarnya tunanetra, tidak bisa ditawar," kata Ketua Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus, kepada detikcom, Jumat (17/3/2023).
Minoritas dalam hal jumlah bukan berarti dapat menjadi alasan pembenar untuk pengabaian hak. Koalisi Pejalan Kaki mengajak warga masyarakat dengan penglihatan yang sehat untuk berempati, berjalan menutup mata beberapa meter di trotoar, maka dengan simulasi seperti itu kesulitan tunanetra berjalan di trotoar Jakarta dapat sedikit dirasakan oleh orang tanpa gangguan penglihatan.
"Kita semua sama-sama manusia. Kita tidak tahu apakah nanti kita menjadi disabilitas atau menjadi tunanetra, tapi potensi itu ada di tiap diri masing-masing orang," kata Alfred Sitorus.
![]() |
Tunanetra juga punya hak untuk beraktivitas. Kata dia, tidak mungkin tunanetra hanya disuruh di rumah tanpa boleh keluar menempuh perjalanan dan berkegiatan. Alasan kepentingan minoritas melawan kepentingan mayoritas tidak bisa diterima untuk melindungi guiding block. Jangan sampai mayoritas tanpa disabilitas berubah menjadi kaum disabilitas hanya karena fasilitas publiknya tidak aman.
"Apakah mereka kawan-kawan tunanetra harus menjadi mayoritas dulu baru diperjuangkan haknya?" tandas Alfred Sitorus.
Simak Video '#SaveSiJalurKuning: 13 Rintangan Tunanetra di Trotoar Jalan Dewi Sartika':