Kuasa hukum Helmut Hermawan alias HH, Rusdianto, menghormati langkah Indonesia Police Watch (IPW) ke KPK. Adapun IPW melaporkan dugaan gratifikasi Wamenkumham berinisial EOSH sebesar Rp 7 miliar terkait masalah yang membelit di perusahaan Helmut.
"Kami menghormati tindakan IPW untuk melaporkan ke KPK karena hal tersebut adalah tupoksi IPW sebagai pengawas penegakan hukum. Namun ada hal yang patut kami garis bawahi, yaitu posisi klien kami Helmut Hermawan adalah sebagai korban pemerasan mengingat awalnya tidak ada niatan sedikit pun untuk memberikan sejumlah dana kepada oknum pejabat yang dilaporkan oleh IPW tersebut," kata Rusdianto kepada wartawan, Kamis (16/3/2023).
Rusdi pun menjelaskan terkait dengan kronologi pemberian dana senilai Rp 7 miliar kepada Wamenkumham EOSH. Awalnya, menurut dia, pihak PT CLM meminta waktu untuk konsultasi terkait dengan permasalahan yang dialami Helmut Hermawan yang tengah bermasalah dengan pihak ZAS, saat ini sebagai direktur utama PT CLM yang baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat itu Pak Wamen membawa sekaligus dua orang asprinya di dalam pertemuan. Nah dua asprinya itu juga hadir di dalam satu ruangan. Wamen mengatakan bahwa terhadap persoalan PT CLM ini dia mengamanatkan kepada dua orang aspri yang dianggap sebagai orang kepercayaannya. Nah, pada saat itu konon tersebutlah angka sebagai biaya," kata Rusdianto.
Menurutnya, biaya tersebut muncul dari pihak Wamen namun tidak tahu untuk apa peruntukannya. Lebih lanjut Rusdi mengatakan jika jumlah dana senilai Rp 7 miliar tersebut diberikan secara bertahap sebanyak tiga kali.
"Sampailah Rp 7 miliar yang semuanya diberikan melalui afiliasinya pak Wamen. Pertama itu sejumlah Rp 2 miliar melalui rekening, lalu Rp 2 miliar lagi lewat rekening, baru yang Rp 3 miliar cash dalam bentuk mata uang asing yang diserahkan di ruangan asistennya itu, asprinya," tambahnya.
"Dana tersebut diberikan semata-mata hanya mengabulkan permintaan Pak Wamen karena klien kami sangat menghormati beliau, sehingga ia takut bila tidak memberikannya maka akan dianggap tidak sopan dan terkesan tidak menghargai, walaupun sebenarnya klien kami sedang dalam kondisi keuangan yang tidak baik," sambung Rusdianto.
Meskipun sejumlah dana tersebut telah diberikan, ternyata masalah yang dihadapi oleh Helmut Hermawan tak kunjung selesai. Salah satu pangkal permasalahannya adalah pengurusan administrasi di Ditjen AHU (Administrasi Hukum Umum).
Rusdi juga mengatakan bahwa konsekuensi dari kliennya yang gagal mengurus perizinan di Ditjen AHU telah membuat perusahaan tersebut berhasil di-take over oleh pihak ZAS.
"Karena diambil sama lawan, akhirnya akta kita yang terdaftar itu dikeluarkan dan akta lawan yang masuk. Maka akan secara formalitas kita dianggap tidak terdaftar kan," katanya.
Dengan tidak terdaftarnya pengajuan yang dilakukan oleh kliennya, mengakibatkan seluruh akta yang pernah dilahirkan saat masih terdaftar di AHU menjadi ilegal.
"Konsekuensinya mengakibatkan seluruh akta yang pernah dilahirkan ketika kita terdaftar di AHU itu menjadi 10 laporan pidana, karena dianggap ilegal yang awalnya RUPS kita legal karena kita dikeluarkan maka dia yang masuk, berarti kan dapat dikatakan kita menjadi ilegal. Padahal prosesnya di Ditjen AHU sangat ajaib!" sambung Rusdianto.
Menurutnya, nasib seseorang tak boleh dipermainkan, hak asasi serta nama baik kliennya telah dihancurkan. Bahkan, pihak keluarga pun kini menjadi sulit. Sehingga menurut Rusdi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus turun tangan merespon permasalahan tersebut.
"Jadi saya sangat berharap agar Presiden dan Menkopolhukam segera turun tangan, hukum di negara ini sudah diacak-acak demi kepentingan bisnis belaka," kata Rusdianto tegas.
Latar Belakang
Sebelumnya Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menyebut jika ada aliran dana senilai Rp 7 miliar yang diterima oleh Wamen inisial EOSH melalui dua orang asisten pribadinya.
"Bulan April dan Mei (2022) ada satu pemberian dana masing-masing 2 miliar, 2 miliar sebesar 4 miliar yang diduga diterima oleh Wamen EOSH melalui asisten pribadinya di Kemenkumham Saudara YAR," kata Sugeng di gedung KPK pada Selasa, 14 Maret 2023.
"Ini ada beberapa chat di sini. Ini dikatakan 'mereka berdua aspri saya' jadi ada chat ini terkonfirmasi bahwa Saudara YAR ada satu lagi asprinya bernama YAM ini terkonfirmasi dalam chat ya," kata dia.
Tanggapan Wamenkumham
Wamenkumham Eddy Omar Sharif Hiariej mengatakan tak ingin menanggapi secara serius masalah itu.
"Terkait aduan Sugeng kepada KPK, saya tidak perlu menanggapi secara serius karena pokok permasalahan adalah hubungan profesional antara aspri saya YAR dan YAM sebagai lawyer (pengacara) dengan kliennya, Sugeng (Ketua IPW)," kata Eddy saat dimintai konfirmasi, Selasa (14/3/2023).
Eddy menyerahkan urusan klarifikasi kepada asprinya. Dia mengatakan asprinya itu berinisial YAR dan YAM.
"Silakan konfirmasi lebih lanjut kepada YAR dan YAM yang disebutkan oleh Sugeng dalam aduannya," kata Eddy.
Berselang jam setelah pelaporan tersebut, asisten pribadi (aspri) Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej, Yogi Arie Rukmana, mendatangi Bareskrim Polri. Yogi melaporkan Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso atas dugaan pencemaran nama baik. Yogi keluar dari Gedung Bareskrim, Mabes Polri sekitar pukul 00.38 WIB, Rabu (15/3). Dia didampingi kuasa hukumnya terlihat membawa bukti surat laporan polisi dalam map berwarna merah.
"Malam ini karena pemberitaan terhadap saya, dicantumkan nama saya terhadap pelaporan Pak STS ya, Pak STS itu, saya rasa itu semua tidak benar, makannya malam ini saya merespons untuk melaporkan beliau atas dugaan pencemaran nama baik saya," kata Yogi kepada wartawan selepas membuat laporan polisi.
(asp/mae)