Kombes Darmanto menjadi salah satu polisi berpangkat perwira menengah (pamen) yang diusulkan pembaca detikcom, menjadi kandidat penerima Hoegeng Awards 2023. Perwira yang menjabat sebagai Kepala Bagian Pendidikan dan Latihan Sekolah Pembentukan Perwira (Kabagdiklat Setukpa) ini disebut menolak kesempatan sekolah jenderal dan jabatan yang dikenal 'basah', serta memilih mengajar di Sukabumi, Jawa Barat (Jabar).
Salah satu pengusul adalah Sarijo (50), warga Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Berikut cerita Sarijo tentang Kombes Darmanto yang dikirimkan lewat formulir online di tautan http://dtk.id/hoegengawards2023, Senin (13/3/2023):
Saya kenal Pak Darmanto sudah lama, sekitar 2005, waktu Pak Darmanto Kapolres Kulonprogro. Saya rewang atau sekadar sering disuruh membantu yang di rumah tangga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut saya, Pak Darmanto orangnya apa adanya saja, sederhana banget, rumah pribadinya juga jelek, sangat-sangat sederhana, sempit. Kalau ada anggota yang silaturahmi pun kadang duduknya di luar karena sempit.
Dia itu yang ditonjolkan bukan kekayaan, tapi arif dan bijaksana. Yang diutamakan berbakti kepada Allah SWT, yang dipikirkan untuk bekal di masa depan.
Sewaktu dikasih uang dari perusahaan untuk penghargaan, nggak diterima. Buka uangnya saja nggak mau, lihat uangnya saja nggak mau dia. Dia tidak mau terima penghargaan, meskipun dia dikasih penghargaan karena arifnya, banyak yang sayang mungkin.
Beliau masih suka silaturahmi dengan warga kalau Jogja, walaupun sudah pindah dinas, naik mobil bututnya. Saya merasa sekelas pejabat ya kurang layak lah mobilnya. Ibarat pewayangannya itu Semar Ngejowantah.
Maaf kata, saya juga heran polisi itu kan rata-rata, maaf kata, seperti 'itu'. Kok ini beda sendiri. Dia pernah cerita setelah jadi kombes ini, untuk sekolah lagi dan naik pangkat, nggak mau Pak Darmanto.
detikcom mewawancarai Sarijo untuk menggali lebih dalam ceritanya soal Kombes Darmanto. Sarijo mengatakan Kombes Darmanto pernah bercerita soal ketidakmauannya mengejar pangkat lebih tinggi kombes, yakni jenderal.
"Setelah jadi kombes ini, untuk sekolah lagi, naik pangkat, (Darmanto) ndak mau, 'Sudah cukup saya mengemban amanah, dulu sewaktu ngobrol itu. 'Bukan berarti saya ndak mau jabatan, tapi yang terpenting pelayanan masyarakat, integritas, akuntabel dan transparansi', dulu pernah bilang gitu," kata Sarijo menirukan ucapan Darmanto kepadanya.
"'Ndak perlu jabatan karena rejeki yang atur Allah. Kita dapat rejeki itu dari seribu cara, bisa bertani, bikin edukasi, bisa usaha lainnya', pernah bilang seperti itu," sambung Sarijo.
Sarijo menceritakan awal mula dirinya bersedia membantu mengurus rumah Kombes Darmanto sewaktu masih berdinas di Kulonprogo, 18 tahun silam. Sarijo menegaskan dirinya membantu bersih-bersih rumah Darmanto pun tanpa imbalan uang, karena memang dirinya ingin membuktikan kebaikan Darmanto sungguh-sungguh atau hanya pencitraan.
"(Bersih-bersih) rumah pribadi. Kami ikut itu dulu karena orangnya bijaksana, kalau melihat kaum duafa, anak-anak kecil yang terlantar itu ndak pernah didiamkan, dia terpanggil hatinya. Kok lama-lama saya simpati, kok apik banget gitu loh. Awal saya ikut beliau karena itu. Saya merewangi pun tanpa pamrih juga. Saya itu sedikitnya mau tahu jejaknya gitu," ungkap Sarijo.
Soal kejujuran Darmanto, ada satu peristiwa yang pernah dialami sendiri oleh Sarijo. Dia menyebut kenangan itu membekas.
"Pernah salah satunya dulu sewaktu dikasih uang penghargaan dari perusahaan, itu tidak diterima," kata Sarijo.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Simak juga Video: Bripka Sandi Dirikan Sekolah Gratis di Sukabumi: Amanat Ortu
Sarijo mengatakan, Kombes Darmanto memang seorang pejabat kepolisian, namun hidupnya tak seperti pejabat pada umumnya. Kombes Darmanto, disebut Sarijo, memiliki rumah dan mobil sederhana.
"(Rumah Darmanto) sempit. kalau ada anggota yang silaturahmi, kadang duduknya di luar karena sempit. Pokoknya bisa membayangkan lah, wajarnya sebagai pejabat kudune omahe yo wangun. Ini sederhana, sama seperti rumah warga biasa di kampung. Sempit masuknya juga, kalau mobil besar dikit nggak masuk, cuma sekelas Avanza yang muat," cerita Sarijo.
Pun dengan mobil Kombes Darmanto. Sarijo memilih menyebut kendaraan pribadi milik Darmanto tak layak untuk kelas pejabat, namun dia tak merinci merk dan jenis mobil 'butut' yang dia maksud.
"Sering silaturahmi di polres. Kadang-kadang tahu-tahu bawa mobil jelek ke Jogja. Ya menurut saya kalau pejabat kan mobil kaya gitu kan yaa, tapi dia memang nggak mau, apa adanya. Ibarat pewayangan itu semar ngejowantah, menerima apa adanya dan pandai betutur, menurut saya loh," jelas Sarijo
"Halah ndak usah dikatakan. Yang jelas kalo sekelas pejabat ya kurang layak lah," jawab Sarijo saat detikcom menanyakan jenis dan tipe mobil 'butut' milik Darmanto.
Sarijo lanjut menceritakan sepak terjang Kombes Darmanto saat menjadi Kapolres Kulonprogo yang menurut dia bijaksana, yakni ketika ada warga yang kena tilang saat operasi penertiban lalu lintas, Kombes Darmanto membagikan dua hingga 3 bibit pohon Sengon dan Jati. Sarijo mengatakan warga juga senang dengan kebijakan tersebut.
"Katanya, besok kalau (pohonnya) besar, bisa untuk menggantikan biaya tilangan. Saya juga sampai terharu. Ya (warga) seneng lah, ada yang dikasih 3, ada yang 2 pohon. Itu juga (bibitnya) dibeli dari uangnya (Darmanto) sendiri. Dia tuh katanya senangnya bertanam karena beberapa unsur, biar nggak longsor, tanam di tebing-tebing, mungkin kalau banyak pepohonan menghasilkan udara segar, mungkin tujuan dia kaya gitu juga," jelas Sarijo.
Terakhir, Sarijo menyampaikan Kombes Darmanto kerap bolak-balik Kulonprogo-Sukabumi dengan menumpangi bus. Pun jika berkendara dengan mobil dinas, tak mau menyalakan sirine dan lampu rotator.
"Pakai Bus Rajawali (ke Sukabumi), dia naik bus. Pernah sekali yang bawa mobil dinas ke tempat saya, Ranger paling jelek, itupun waktu di jalan dihidupi sirinenya sama drivernya, ndak boleh sama dia. Katanya jangan dihidupi. Aku juga heran, polisi itu kan rata-rata, maaf kata, seperti 'itu', kok (Kombes Darmanto) itu kok beda sendiri," pungkas dia.
Dikenal Sederhana di Internal Polri
Pengusul lainnya adalah AKBP Tafilus Rudi Suprapto, yang merupakan rekan Kombes Darmanto. Kasubbagmin Gadik Setukpa Lemdiklat Polri ini mengatakan Kombes Darmanto juga enggan sekolah untuk menjadi jenderal.
"Kapolri-kapolri nawari untuk sekolah, tapi dia nggak mau. Alasannya apa, saya nggak tahu. Yang pasti dia lebih suka di Sukabumi, di rumahnya yang BTN tipe 36," ungkap Tafilus.
Tafilus pun memiliki cerita kejujuran Kombes Darmanto. "Misalnya di kerjaan, ada dana operasional, karena dia pejabat, dia dapat. Tapi dia merasa, 'Eh saya nggak ikut kegiatan ini, kok saya dapat (uang)?'. Terus dijawab lagi, "Nggak apa-apa Pak, semua dapat'. Dia tolak itu karena merasa bukan dia yang kerjakan, dia tolak dana operasional," ujar Tafilus.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Tafilus juga menyampaikan Kombes Darmanto tak menggunakan mobil yang merupakan fasilitas pada jabatannya. Tafilus menyebut Kombes Darmanto sehari-hari menggunakan mobil pribadinya.
"Dia tidak mau menggunakan mobil dinasnya. Beliau menggunakan mobil pribadi sehari. Mobilnya Brio, pelatnya juga pelat umum. Pernah dulu punya Swift," ucap Tafilus.
Tafilus juga menuturkan Kombes Darmanto dipercaya mengemban jabatan di Mabes Polri. Namun lagi-lagi, minta pulang ke Sukabumi dan memilih menjadi pengajar.
"Di Jakarta tugas di Mabes, di Bareskrim Tipikor, katanya itu jabatan yang favorit, tapi dia justru minta kembali ke Sukabumi. Di Kulonprogo, minta kembali ke Sukabumi. Di SDM juga pernah di bagian seleksi, favorit lah katanya itu, tapi dia minta pindah ke Sukabumi dengan pekerjaan tanpa yang fasilitas," terang Tafilus.
Tafilus menilai Darmanto sebagai sosok sederhana. Ketika berdinas di Mabes Polri, Tafilus mengungkap Darmanto memilih sewa kamar kos yang murah, namun dekat dengan tempat kerja.
"Waktu di Jakarta pun dia cari kos yang kamarnya kecil, seperti anak kos kuliahan. Padahal pangkatnya kombes. Dia cari kos yang bisa jalan kaki atau sepeda ke kantor. Dia hari Senin berangkat Jakarta, Jumat sore pulang. Kalau dia dari sini ke Jakarta biasanya jam 03.00 pagi berangkat naik bus, kadang naik mobilnya," jelas Tafilus.
Sama seperti Sarijo, Tafilus pun mengungkapkan kecintaan Darmanto pada tumbuhan. Tafilus bahkan menceritakan, Darmanto tak sepakat jika pembangunan harus merusak penghijauan.
"Dia hobinya bercocok tanam. Beliau bikin rumah, dia tidak akan tebang pohonnya, lebih pilih tembok rumahnya miring, nggak kotak. Sebegitu cinta dengan alam, sampai jadi prinsip," tambah Tafilus.
![]() |
Terakhir dia menceritakan Darmanto pernah menghukum anak buahnya yang mengendarai mobil dinas tanpa pakai seat belt. Tafilus menuturkan kala itu Darmanto bertemu anak buahnya di tengah jalan.
"Kalau menegur sesama polisi, waktu dia Kapolres Kulonprogo, itu anggota tidak menggunakan safety belt, itu beliau hentikan. Dia suruh turun dari mobil dan mobilnya, disuruh dorong mobilnya sampai ke polres," ucap Tafilus.
"Ya menurut saya jauh ya, orang bangunan polresnya nggak kelihatan," imbuh dia saat ditanya detikcom soal jarak dari lokasi Darmanto 'menilang' anggotanya hingga ke Mapolres Kulonprogo.
Kombes Darmanto: Bahagia Tak Harus dengan Materi
Kepada detikcom, Kombes Darmanto mengungkapkan materi atau kekayaan tak menjadi patokan hidup bahagia. Dia mengatakan jabatan tinggi tak menjamin kebahagiaan.
"Bahagia, berharga itu nggak harus dengan materi, nggak harus dengan jabatan. Tapi bagaimana kita bahagia dengan cara kita sendiri saja," ucap Darmanto saat dihubungi detikcom.
Darmanto menilai, pencapaiannya kariernya saat ini menbuktikan kerja dengan baik dan benar dapat mengantarnya ke pangkat komisaris besar polisi. "Kalau pingin jabatan yang katanya rebutan orang, orang bilang itu jabatan basah, tempat baik, harus sekolah lah, pakai ini-itu. Loh ternyata saya bisa kok. Yang penting kerja yang baik, yang benar," imbuh dia.
Saat ditanya alasannya tak mau Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi (Sespimti), Darmanto mengaku dirinya lebih senang menjadi pendidik. Dia pun enggan meninggalkan udara sejuk Sukabumi.
"Gimana ya, bingung juga (alasan) saya (tidak Sespimti). Saya suka saja sih di Sukabumi, jadi guru, jadi pendidik. Itu saja sebenarnya. Lingkungannya juga bagus, di sini sejuk. Ya mungkin, mudah-mudahan, saya pernah dinas di banyak tempat, di operasional. Siapa tahu pengalaman saya, pemikiran saya bisa disampaikan sama yang sekolah-sekolah di Sukabumi. Mudah-mudahan ada pengalaman yang baik" jawab Darmanto.
"Kalau saya jadi guru kan pinginnya saya ngajar berapa kelas. Mudah-mudahan mereka bisa yakin, kerja sukses, kerja benar itu bisa membahagiakan juga kok. Satu kelas kan ada 25 orang tuh, misalnya ada yang dengar 1 atau 2 orang, 'Oh iya yakin kalau kita kerja baik dan benar saja cukup untuk sekolah anak dan hidup, juga bisa bahagia'," tambah dia.