Ini Peran WN AS Didakwa Korupsi di Kasus Satelit Kemhan Rugikan RI Rp 453 M

Ini Peran WN AS Didakwa Korupsi di Kasus Satelit Kemhan Rugikan RI Rp 453 M

Mulia Budi - detikNews
Kamis, 09 Mar 2023 14:35 WIB
Warga AS yang Diadili Kourupsi Satelit Kemhan
Warga AS yang diadili dalam kasus kourupsi satelit Kemenhan (Mulia/detikcom)
Jakarta -

Warga negara AS, Thomas Anthony Van Der Heyden, didakwa terlibat kasus korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur (BT) Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2012-2021. Apa peran Thomas Anthony?

"Terdakwa Thomas Anthony Van Der Heyden bersama dengan saksi Surya Cipta Witoelar dan saksi Arifin Wiguna meminta kepada saksi Laksamana Muda TNI (Purnawirawan) Agus Purwoto untuk menandatangani kontrak sewa satellite floater berupa satelit Artemis antara Kemenhan dan Avanti Communication Limited, meskipun sewa satelit Artemis tidak diperlukan," kata jaksa penuntut umum saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).

Jaksa menyebut Laks Muda TNI (Purnawirawan) Agus Purwoto saat itu tak menjabat pejabat pembuat komitmen (PPK). Hal itu membuat kontrak sewa belum ada anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemenhan hingga Kerangka Acuan Kerja (KAK).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Laksamana Muda TNI (Purnawirawan) Agus Purwoto tidak berkedudukan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK), sehingga tidak sesuai dengan tugas pokok dan tidak memiliki kewenangan menandatangani kontrak karena tidak pernah mendapat penunjukan sebagai PPK dari pengguna anggaran (PA) dalam penandatanganan kontrak tersebut belum tersedia anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemenhan, belum ada Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa, belum ada Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term of Reference (TOR), dan belum ada Harga Perkiraan Sendiri (HPS), tidak ada proses pemilihan penyedia barang/jasa, dan wilayah cakupan layanan satelit Artemis tidak sesuai dengan filing satelit di slot orbit 123 derajat bujur timur (BT), dan satelit Artemis memiliki spesifikasi yang berbeda dengan satelit Garuda-1," ujarnya.

Peran Thomas Anthony dalam kasus korupsi satelit ini bermula pada 26 November 2012, saat dia bersama Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK), Thomas Widodo dan Andrie Rollan menghadiri undangan untuk membacakan paparan tentang diskusi dan pembahasan satelit antara PT DNK dengan Kemenhan, TNI, dan Polri. PT DNK melakukan paparan dengan tujuan ingin menjadi agen dalam perawatan (maintenance) satelit, apabila pihak Kemenhan melakukan pembelian satelit komersial untuk pertahanan.

ADVERTISEMENT

Kemudian, pihak Kemenhan mengajukan surat kepada Presiden, berdasarkan Surat Nomor: R23/M/I/2014 tanggal 16 Januari 2014 perihal Laporan Persiapan Pengadaan Satelit Pertahanan, namun surat tersebut tidak mendapatkan tanggapan, sehingga keinginan PT DNK untuk menjadi agen dalam perawatan satelit tidak terlaksana, yang artinya upaya Thomas Anthony dan Thomas Widodo gagal.

Pada 7 Januari 2015, perusahaan Amerika Serikat, Lockheed Martin, mengirimkan surat yang ditandatangani oleh Bary Noakes kepada CEO Asia Cellular Satellite (AceS) yang menyatakan pendorong satelit Garuda-1 mengalami keadaan yang tidak normal (thruster anomalies) dan bahan bakar (hydrazine) pada satelit Garuda-1 telah habis, yang menyebabkan satelit tidak dapat melakukan manuver menjaga stasiun (station keeping) untuk tetap di slot orbitnya, sehingga Lockheed Martin merekomendasikan penonaktifan (decommission) operasi satelit Garuda-1.

Pada 27 Januari 2015, Direktur Penataan Sumber Daya Kemenkominfo, Titon Dutono, mengirimkan Surat Nomor: 136 KOMINFO/DJSDPPI.2/ SP.01.02/01/2015 tanggal 27 Januari 2015, kepada CEO ACeS yang meminta penjelasan ACeS terhadap proses deorbit satelit Garuda-1, rencana kegiatan terhadap filing Garuda-2 pada slot orbit 123 derajat BT, dan rencana lanjutan penggunaan filing Garuda-2 pada slot orbit 123 derajat BT.

Simak juga Video 'Kejagung Temukan Indikasi Kerugian Negara Rp 515 M di Kasus Satelit Kemhan!':

[Gambas:Video 20detik]



Setelah memperoleh informasi terkait pengelolaan slot orbit 123 derajat BT ditangani oleh Dirjen Kuathan Kemenhan, Arifin Wiguna bersama Surya Cipta dan Thomas Anthony menemui Agus Purwoto selaku Dirjen Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan RI (Kuathan) pada Kemenhan, mengajak Kemenhan bekerja sama dalam pengelolaan slot orbit 123 derajat BT, dan mempresentasikan paparan dengan judul 'The Indonesian Mobile Satellite Communications Company (Assignment Of Orbital Slot 123 E And Accompanying Radio Frequency Spectrum)' tertanggal 20 Mei 2015.

Saat itu, Agus Purwoto telah menyatakan tidak mampu dan tidak berencana untuk pengadaan satelit pada slot orbit 123 derajat BT karena Kemenhan tidak mempunyai anggaran dan tidak memiliki tim yang mengetahui dan memahami mengenai satelit. Namun Arifin Wiguna tetap meyakinkan Agus Purwoto untuk mengelola slot orbit 123 derajat BT demi menyelamatkan kedaulatan negara.

Kemudian, pada, 29 Juli 2015, Thomas Anthony dan Arifin Wiguna serta Surya Cipta kembali melakukan pemaparan di Kemhan di hadapan Agus Purwoto didampingi Kolonel Chb Masri dengan judul paparan 'Ancaman Penghilangan Kedaulatan Komunikasi Republik Indonesia' tertanggal 8 Juni 2015. Isi paparan itu di antaranya, jika Indonesia tak menempatkan satelit pengganti hingga akhir 2017, Indonesia akan kehilangan alokasi orbit 123E beserta frekuensi L-Band yang dimilikinya dan meluncurkan satelit baru sebelum deadline akhir 2017 adalah hampir tidak mungkin sehingga diperlukan solusi sementara dengan membeli satelit di luar angkasa yang sudah tidak dipergunakan untuk mempertahankan hak alokasi slot orbit tersebut.

Dalam rangka merealisasikan penyelamatan slot orbit 123 derajat BT dan spektrum frekuensi tersebut, Thomas Anthony bersama Arifin Wiguna sekira bulan Juli 2015 menemui Avanti Communication Limited di London untuk memberikan dukungan kepada PT DNK. Thomas Anthony bersama Arifin Wiguna dan Surya Cipta kemudian kembali menjelaskan bahwa slot orbit 123 derajat BT akan hilang apabila tidak diperjuangkan oleh Kemenhan sebagai operator, dan kewajiban operator adalah mengisi slot orbit 123 derajat BT tersebut dan Kemenhan sebagai operator wajib menghadiri rapat-rapat yang disebut operator review meeting (ORM), karena slot orbit 123 derajat BT tidak berfungsi apabila tidak memiliki spektrum yang pembagiannya diatur dalam ORM.

Kemudian, setelah mendapat penjelasan mengenai ORM dari Thomas Anthony bersama Arifin Wiguna dan Surya Cipta, Laksamana Muda TNI Purnawirawan Agus Purwoto menyatakan persetujuannya untuk mengelola Slot Orbit 123Β° BT. Lalu, Agus Purwoto atas saran dari Surya Cipta, Arifin Wiguna dan Thomas Anthony bersepakat menjadikan Ali Reza Shoamanesh bertindak sebagai Tenaga Ahli informal dan Randy S Segal bertindak sebagai Konsultan Hukum informal dari Kemenhan agar bisa hadir sebagai peserta ORM.

Berdasarkan kontrak Nomor TRAK/773/XII/2015 Tanggal 1 Desember 2015, dan sesuai hasil pertemuan ORM 17-1 Tahun 2015 di Kota London, tidak mensyaratkan untuk dilakukan penyewaan Satelit Floater namun, Thomas Anthony, Arifin Wiguna dan Surya Cipta merealisasikan rencananya sesuai pemaparan pada tanggal 29 Juli 2015 di Kemenhan. Kemudian, untuk meyakinkan supaya Agus Purwoto melakukan penyewaan satelit, Thomas Anthony bersama Arifin Wiguna dan Surya Cipta kembali melakukan pemaparan di Kemenhan dengan judul paparan 'Satelit Komunikasi Pertahanan Penyelamat Kedaulatan Komunikasi Republik Indonesia'.

Setelah mendengarkan paparan tersebut, Agus Purwoto sepakat untuk melakukan penyewaan satelit. Lalu, Thomas Anthony
menggunakan surat elektronik (e-mail) dengan alamat tom.vanderheyden@eurasiantech.com untuk mengirimkan e-mail kepada perusahaan Avanti Communications Limited, melalui KUMAR SINGARAJAH dengan alamat kumar.singarajah@avantiplc.com, yang pokoknya menyampaikan Indonesia ingin melakukan perjanjian dengan Avanti Communications Limited sebelum pertemuan ORM 17-2 Bulan Desember 2015.

Perbuatan Thomas Anthony didakwa sebagai tindakan memperkaya diri sendiri dan korporasi. Jaksa menilai tindakan itu merugikan keuangan negara senilai Rp 453.094.059.540,68.

Atas perbuatannya, terdakwa Thomas Anthony disangkakan Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Halaman 2 dari 2
(idn/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads