Butuh jalan berliku bagi keluarga mantan diplomat Djohan Effendi untuk mengambil alih rumah di Kemang, Jakarta. Sebab, siapa nyana rumah miliknya tiba-tiba berubah menjadi milik orang lain. Sejumlah pihak sudah dijadikan tersangka dalam kasus itu.
Djohan Effendi pernah menjabat Kepala Bagian Politik RI untuk Jepang, Jerman, Italia, dan India pada 1960-1987. Total menjadi diplomat selama 27 tahun. Meski sudah melanglang buana, Djohan Effendi menambatkan hatinya membeli rumah di Jalan Kemang V, Jakarta Selatan.
Sengketa bermula saat rumah itu dikontrakkan pada Juni 2016 kepada Husin Ali Muhammad (59). Si pengontrak belakangan meminjam SHM rumah dengan alasan untuk kepentingan administrasi menurunkan daya listrik. Awalnya Djohan tidak percaya, namun Husin membawa petugas PLN bodong sehingga Djohan terkecoh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat SHM sudah di tangan pengontrak, muncul tokoh Djohan Effendi palsu (diperankan oleh Halim, kini DPO) yang sudah disiapkan sebelumnya. Husin dan Djohan Effendi palsu lalu menjual SHM itu ke pembeli dan laku Rp 10 miliar. Anehnya, jual beli bodong itu disahkan oleh seorang notaris sehingga seakan-akan terjadi jual beli yang sah pada 12 Agustus 2016.
"Dalam jual beli tersebut, ditransfer Rp 8 miliar," kata kuasa hukum korban, Arlon Sitinjak, kepada wartawan, Kamis (9/3/2023).
Djohan Effendi kaget mengetahui hal tersebut, lalu meminta pemblokiran SHM ke BPN. Namun BPN membuka pemblokiran tanpa mengkroscek siapa sebenarnya Djohan Effendi yang asli.
"BPN juga tidak melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada Djohan Effendi," beber Arlon.
Sengkarut itu akhirnya bermuara ke kasus pidana dan perdata. Djohan Effendi melaporkan Husin ke Polres Jaksel pada 6 Februari 2017. Husin akhirnya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hakim dan dituntut 5 tahun penjara.
Di tingkat pertama, Husin dihukum 4 tahun penjara karena terbukti melakukan Pemalsuan Akta Autentik dan Pemalsuan Surat. Hukuman Husin diperberat menjadi 5 tahun penjara di tingkat banding. Putusan itu dikuatkan di tingkat pasas pada 1 Juli 2019. Duduk sebagai ketua majelis Surya Jaya dengan anggota Gazalba Saleh dan Margono.
Buntut kasus itu, si pembeli tidak terima dan menggugat perdata Djohan Effendi ke PN Jaksel. Gugatan itu mengantongi nomor 240/PDT.G/2018/PN.JKT.SEL dengan putusan gugatan dapat diterima. Atas putusan itu, pembeli mengajukan permohonan banding dan menang. Si pembeli dinyatakan oleh PT Jakarta sebagai yang berhak atas rumah dan tanah itu.
Berikut ini sebagian amar putusan PT Jakarta Nomor 317/Pdt/2020.PT.DKI yang diketok Nyoman Deddy Triparsada dengan anggota Herdi Agusten dan Yonisman:
Menyatakan sah dan mempunyai kekuatan mengikat menurut hukum:
Akta Perikatan Jual Beli (APJB) Nomor 08 tertanggal 12 Agustus 2016 terhadap SHM Nomor 179/Bangka, luas tanah 681 M2 atas nama Djohan Effendi (Terbanding/semula Tergugat)
Akta Perikatan Jual Beli (APJB) Nomor 09 tertanggal 12 Agustus 2016 terhadap SHM Nomor 416/Bangka, luas tanah 1017 M2 atas nama Djohan Effendi (Terbanding/semula Tergugat)
Menyatakan sah dan mempunyai kekuatan mengikat menurut hukum proses balik nama Terhadap SHM Nomor 416/Bangka dan SHM Nomor 179/Bangka (Objek Sengketa l dan Objek Sengketa II) ke atas nama Pembanding/semula Penggugat oleh Turut Terbanding/semula Turut Tergugat.
Giliran Djohan Effendi yang tidak terima dan mengajukan permohonan kasasi tapi kandas. Majelis kasasi nomor 2721 K/Pdt/2021 menyatakan pembeli beriktikad baik.
Atas hal itu, Djohan Effendi membuka kasus lagi dengan menggugat perdata ke PN Jaksel pada 17 Maret 2020. Gugatan itu mengantongi nomor 251/Pdt.G/2020/PN JKT.SEL. Namun majelis hakim yang menangani perkara a quo menjatuhkan putusan nebis in idem karena memiliki objek perkara yang sama.
"Perlu diketahui bahwa nebis in idem hanya melekat dalam putusan yang bersifat positif. Oleh karena itu, pada prinsipnya, dalam putusan negatif tidak melekat nebis in idem. Putusan No 240/PDT.G/2018/PN.JKT.SEL dapat disimpulkan sebagai putusan yang bersifat negatif karena belum memutus mengenai pokok perkara, sehingga korban mengajukan banding dan sedang berproses di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta," ucap Arlon.
Selain itu, saat ini ahli waris Djohan Effendi mengajukan upayanpeninjauan kembali (PK) terhadap putusan 2721 K/Pdt/2021.
"Berdasarkan Surat No. W10.U3/18834/HK.02/12/2022, berkas PK dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah diserahkan kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia," ungkap Arlon.
Di sisi lain, kasus pidana terhadap kasus itu juga berjalan. Polda Metro Jaya telah menetapkan pembeli dan dua orang notaris sebagai tersangka dalam kasus itu.
"Berkas Perkara akan segera dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum untuk disidangkan di Pengadilan Jakarta Selatan," pungkas Arlon.
(asp/mae)