Pernikahan penuh dengan kisah. Ada suka, ada juga duka. Salah satunya dialami oleh pembaca detik's Advocate. Apa itu?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate. Berikut pertanyaan lengkapnya yang dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com
Assalamualaikum, Bang, apa hukum bagi istri yang menikah lagi dengan laki-laki lain? Sementara dia masih berstatus istri orang lain?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terus apa boleh istri menuntut nafkah setelah dia sudah menikah dengan laki-laki lain?
Mohon jawabannya, Bang.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta pendapat hukum kepada advokat Handika Febrian, SH. Berikut jawabannya:
Salam sejahtera, semoga dalam keadaan sehat selalu.
Pada dasarnya, hukum pernikahan di Indonesia menganut asas monogami, di mana hal ini tertuang di dalam Pasal 3 ayat 1 UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP), bahwa seorang laki-laki hanya boleh mempunyai seorang istri, dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
Apabila seseorang tersebut beragama Islam, berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 40, disebutkan bahwa laki-laki dilarang menikahi seorang perempuan yang masih terikat perkawinan dengan laki-laki lain, oleh karenanya berdasarkan pasal ini secara implisit poliandri dilarang atau tidak diperbolehkan dalam Islam.
Poliandri secara hukum tidak bisa menuntut hak nafkah dengan suami sebelumnya dan dapat dianggap sebagai li'an.Advokat Handrika Febrian SH |
Bagaimana akibat hukumnya, hal ini dapat berpotensi tindak pidana perzinaan sebagaimana tertuang dalam Pasal 284 KUHP: Suami istri yang terbukti melakukan perselingkuhan, salah satu yang dirugikan dapat melaporkan pasangannya tersebut melalui kepolisian. Laporan Pasal 284 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana selama 9 bulan.
Pun, jika istri tetap memaksa melakukan poliandri, secara hukum tidak bisa menuntut hak nafkah dengan suami sebelumnya dan dapat dianggap sebagai li'an yang menyebabkan putusnya perkawinan dalam Pasal 125 Kompilasi Hukum Islam. Li'an terjadi karena suami menuduh istri berbuat zina dan/atau mengingkari anak dalam kandungan atau yang sudah lahir dari isterinya, sedangkan istri menolak tuduhan dan/atau pengingkaran tersebut.
Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan, semoga berguna. Terima kasih.
![]() |
Handika Febrian, S.H.
Advokat
Partner di Febrian Siahaan Law Office
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
![]() |
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
(asp/asp)