Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang berupaya menekan kasus degradasi moral yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, khususnya pelecehan seksual. Dalam hal ini, Pemkab Serang turut menggandeng pemerintah daerah, Kementerian Agama (Kemenag), organisasi keagamaan, hingga kepolisian dan kejaksaan.
Adapun penandatanganan kerja sama dilakukan di sela-sela kegiatan Pengajian Bulanan yang digelar di Pendopo Bupati Serang, Rabu (8/3) kemarin.
"Alhamdulillah, bahwa kami pihak Pemda, kepolisian, kejaksaan, kemudian dari Kemenag, dari MUI, hingga organisasi keagamaan. Kita sepakat, terkait degradasi moral atau kasus asusila di lingkungan pendidikan, pondok pesantren atau majelis taklim, harus ada sanksi sosial, dan hukum negara," ujar Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah dalam keterangan tertulis, Kamis (9/3/2023).
Dikatakan Tatu, langkah yang diambil pihaknya ini dalam rangka merespons kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh pendidik di salah satu pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Serang. Diketahui, ponpes tersebut ternyata tidak memiliki izin operasional.
"Masalah ini menyangkut anak-anak yang harus kita lindungi. Keamanannya harus kita jaga bersama, perlindungan oleh Pemda, penegak hukum, Kemenag, dan seluruh lembaga keagamaan di Kabupaten Serang. Indonesia bukan negara Islam, yang bisa dilakukan hukuman rajam atau sejenisnya, tetapi pelakunya harus diberi hukuman berat," ujar Tatu.
Tatu mengaku mendapatkan informasi terkait pengawasan pondok pesantren yang masih lemah. Menurutnya, ponpes masih kekurangan personel serta perlu penguatan regulasi.
"Namun kita akan aktifkan pengajian-pengajian di kecamatan. Ada camat, danramil, kapolsek, organisasi keagamaan, dan masyarakat secara umum. Untuk bersama mengawasi ponpes yang ada, saling mengingatkan, dan sosialisasi di bidang hukumnya," ujar Tatu.
Tatu menegaskan tidak boleh ada intervensi hukum terhadap kasus asusila. Apalagi kasus kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak.
"Tidak boleh ada toleransi, dan kita harus melindungi anak. Jangan sampai ada negosiasi kekeluargaan, jika menyangkut kasus asusila terhadap anak. Kesepakatan bersama kami semua, ponpes tersebut harus sukarela membubarkan diri. Tidak layak untuk mendidik anak-anak," tegasnya.
Hal senada dikatakan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Serang Ahmad Rifaudin. Ahmad pun mengutuk keras kasus kekerasan seksual yang terjadi di salah satu ponpes Kabupaten Serang.
"Peristiwa ini sudah mencoreng dan merusak nama pesantren. Yang tentu, kami sepakat bersama pemerintah daerah dan MUI, untuk menindak tegas dan menyerahkannya kepada hukum yang berlaku, untuk mendapatkan hukuman yang seberat-beratnya," tegasnya.
Diakuinya, belum ada regulasi yang mengatur pengawasan di ponpes. Selain itu, ponpes juga kekurangan tenaga pengawas.
Saat ini, kata dia, tenaga pengawas hanya ada untuk pendidikan madrasah dan sekolah-sekolah umum. Namun pihaknya tengah merintis tenaga pengawas terhadap ponpes.
"Insyaallah sedang kami rintis. Memberdayakan pengawas yang ada untuk terjun ke ponpes-ponpes," ujarnya.
Terkait sistem pembelajaran di ponpes, dia menyebut Kemenag akan membuat pola untuk mencegah potensi pelanggaran hukum. Termasuk dalam hal ini program pemisahan asrama, dan aturan guru harus mengajar sesuai jenis kelaminnya.
"Kesepakatan antara MUI dan Ibu Bupati, kami sepakat agar kasus kekerasan fisik maupun seksual, harus mendapatkan ganjaran setimpal, agar ada efek jera. Dan menjadi warning untuk ponpes lain. Untuk waspada, untuk saling mengawasi agar tidak ada kasus yang macam-macam," ujarnya.
Sebagai informasi, ada sekitar 17 organisasi kemasyarakatan dan keagamaan yang melakukan penandatangan komitmen bersama dengan Pemkab Serang. Antara lain Majelis Ulama Indonesia (MUI), PC Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, LDII, Fatayat NU, Matlaul Anwar, dan Aisyiyah.
Simak Video "Video Pemkab Serang Ingatkan Warganya Peduli Sampah: Kita Belum Punya TPA"
(ega/ega)