Waket MPR Minta Perlindungan Masyarakat Adat Melalui UU Diwujudkan

Waket MPR Minta Perlindungan Masyarakat Adat Melalui UU Diwujudkan

Dea Duta Aulia - detikNews
Rabu, 08 Mar 2023 20:53 WIB
Lestari Moerdijat
Foto: MPR
Jakarta -

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat meminta agar perlindungan masyarakat dan perempuan adat melalui undang-undang yang spesifik mesti diwujudkan. Sebab kearifan lokal dengan kekayaan budaya dan intelektual adalah fondasi utama dalam proses pembangunan berkelanjutan.

Hal tersebut diungkapkan olehnya saat membuka Focus Group Discussion bertema Menempatkan Masyarakat Adat dan Perempuan Adat Dalam Konteks Kebangsaan di Ruang Delegasi gedung DPR/MPR Jakarta, hari ini.

"Masyarakat adat hingga saat ini masih berhadapan dengan sejumlah persoalan pemenuhan hak dasar yang kerap terabaikan dengan alasan pembangunan nasional," kata Lestari dalam keterangannya, Rabu (8/3/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat adat itu terjadi karena jaminan perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat adat belum sepenuhnya hadir di negeri ini.

Padahal mengacu Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) AMAN, per 2020 sebaran masyarakat adat sebagai komponen pembentuk dan kemajemukan Indonesia terdiri atas 70 juta jiwa masyarakat adat, 2.371 komunitas adat, 10,86 juta luas wilayah adat yang dipetakan tersebar di 31 provinsi.

ADVERTISEMENT

Ia menambahkan Pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pun berawal dari bersatunya komunitas-komunitas adat yang ada di seantero wilayah Nusantara.

"Sebagai bagian dari masyarakat adat permasalahan yang hampir sama dialami perempuan adat. Perempuan adat berperan penting menjaga nilai-nilai budaya, merawat kearifan lokal dengan seperangkat karya intelektualnya," ungkapnya.

Menurutnya, perempuan adat berperan sentral dalam masyarakat adat karena selain memegang peranan sosial sekaligus menjaga dan melestarikan lingkungan.

Sayangnya, saat ini, perempuan adat masih bergulat untuk melepaskan diri dari stigma dan belenggu budaya patriarki, ditinggalkan dalam proses pembangunan, dan ragam permasalahan yang belum terselesaikan.

"Karena itu perlindungan masyarakat dan perempuan adat mesti direalisasikan melalui sebuah undang-undang spesifik yang mengatur dinamika kehidupan masyarakat adat sekaligus pengakuan utuh terhadap masyarakat adat sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," jelasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Willy Aditya mengungkapkan Panitia Kerja (Panja) DPR RI pada 4 September 2020 sepakat agar RUU Masyarakat Hukum Adat diajukan ke Sidang Paripurna. Namun karena ada satu fraksi tidak sepakat, sampai saat ini RUU tersebut belum dibahas kembali.

"Ini tantangan kita bersama. Bagaimana delapan fraksi sepakat dan hanya satu fraksi yang menolak, hingga dua periode DPR tidak bisa mengundangkan RUU Masyarakat Hukum Adat," ungkap Willy.

Menurutnya, perjuangan harus dilakukan bersama. Karena masyarakat adat selalu saja dihadap-hadapkan dengan pemodal besar dan proses pembangunan. Padahal RUU Masyarakat Hukum Adat hadir bertujuan untuk merawat ke-Indonesia-an setiap anak bangsa.

Di sisi lain, Ketua Umum PEREMPUAN AMAN Devi Anggraini mengungkapkan bahwa perempuan adat adalah perempuan yang memiliki peran dan fungsi nyata terkait ketahanan hidup komunitasnya berdasarkan asal usul leluhur secara turun menurun di atas wilayah adat.

Ia menilai perempuan adat kerap terabaikan. Padahal perempuan adat sarat dengan pengetahuan yang sarat dengan upaya pelestarian budaya. Mereka sering tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

Devi mengungkapkan kekecewaannya terhadap draf RUU Masyarakat Hukum Adat yang tidak memasukkan kesetaraan gender pada perempuan adat di dalamnya.

"Ada hak kolektif perempuan adat yang dihilangkan," kata Devi.

Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat, Kemendikbudristek RI Sjamsul Hadi mengungkapkan direktorat yang dipimpinnya juga berupaya untuk melayani pemenuhan hak masyarakat adat termasuk perempuan adat.

"Perempuan adat adalah kunci untuk melestarikan budaya karena perempuan adat memiliki pengetahuan yang berkelanjutan tentang adat dan budaya," ungkap Sjamsul.

Ia menambahkan sejumlah daerah mulai ada indikasi hilangnya bahasa lokal karena sudah tidak ada penutur bahasa tersebut. Pihaknya pun sejak 2010 sudah untuk melakukan advokasi antar kementerian terkait permasalahan yang kerap dihadapi masyarakat adat.

"Kami butuh kader penggerak untuk membuka ruang bagi perempuan adat agar mampu meningkatkan kapasitas dan eksistensi perempuan adat," tuturnya.

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI Sulaeman L. Hamzah berharap pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat bisa dilanjutkan pada masa persidangan DPR tahun ini. Menurutnya, proses pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat sudah sesuai dengan asas prosedur pembuatan undang-undang.

"Dalam draf RUU Masyarakat Hukum Adat yang dibahas saat ini masih terdapat sejumlah kekurangan, termasuk belum masuknya pasal terkait eksistensi perempuan adat," tutur Sulaeman.

Ketua Kowani, Koordinator Bidang Agama Hukum dan HAM Masyitoh Chusnan berpendapat hak dan kewajiban perempuan seringkali tidak dibicarakan, karena di masa lalu perempuan kurang dihargai.

"Perempuan adat adalah juga berperan penting sebagai Ibu Bangsa seperti perempuan di negeri ini yang ikut memperjuangkan kemerdekaan dan mengisinya," tutupnya.

(fhs/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads