Profesi dokter, wartawan, advokat, insinyur, pilot, kurator, atau polisi sudah familiar di masyarakat. Tapi pernahkan mendengar profesi Appraiser? Meski jarang terdengar, profesi ini sangat vital karena menentukan nilai ekonomis sebuah properti atau bisnis. Apa itu Appraiser?
Di dunia internasional, Appraiser merupakan profesi yang sudah lazim. Bila di Indonesia, profesi ini kerap juga disebut 'penilai'. Seorang Appraiser akan diminta untuk menentukan nilai konomis suatu properti, baik berwujud maupun tidak berwujud. Seperti menilai ekonomi sebuah gedung, kapal laut, pesawat, sumber daya alam, tambang, hingga yang tak berwujud seperti saham, hak paten, merek dagang. Di Indonesia, profesi Appraiser bernaung dalam wadah Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI).
"Di dunia internasional MAPPI dikenal dengan nama Indonesian Society of Appraisers (ISA)," kutip detikcom dari website MAPPI, Jumat (17/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peran strategis profesi Appraiser salah satunya menentukan nilai ganti kerugian pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur nasional yang sedang dilaksanakan secara masif. Seiring lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif, maka peran Appraiser semakin penting. Sebab Appraiser akan menilai merek barang hingga konten YouTube sehingga bisa dijadikan jaminan di bank.
"Saat ini anggota MAPPI berjumlah lebih kurang 9.000 orang dengan beragam objek penilaian," ujarnya.
Dengan beragam barang yang harus dinilai, maka latar belakang pendidikan Appraiser sangat beragam. Ada yang lulusan teknis sipil, ekonomi, insinyur kehutanan hingga sarjana pertanian.
Sebagai contoh, sarjana pertanian akan menilai sebuah harga kebun, dan penaksiran itu bisa dilakukan oleh sarjana pertanian yang mengetahui kualitas dan kuantitas lokasi perkebunan. Dengan latar belakang pendidikan yang beragam itu, mereka akan mengikuti pendidikan profesi Appraser yang dilakukan oleh MAPPI untuk kompeten mengikuti standar profesi.
"Keberadaan Profesi Penilai hingga sampai saat ini hanya diatur dengan setingkat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan belum diatur dalam peraturan setingkat Undang-Undang tersendiri," terangnya.
Karena dasar hukum tidak sebanding dengan profesi yang sangat kompleks itu dalam pemberian jasanya, kini sedang dibahas RUU Penilai.
Direktur Penilaian Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (DJKN Kemenkeu) Arik Haryono mengatakan RUU Penilai menjadi sangat penting di situasi saat ini. Mulai pulihnya ekonomi setelah dihantam pandemi meningkatkan kebutuhan akan profesi penilai.
"Kami di Kemenkeu bersama dengan DJP dan PPPK (Pusat Pembinaan Profesi Keuangan) mencoba bersama-sama mengiatkan ini. Karena meliputi segala aspek dan kehidupan bermasyarakat dan bernegara," ucap Arik beberapa waktu lalu.
RUU Penilai sudah masuk Prolegnas 2020-2024 dan hingga hari ini masih digodok oleh pemerintah danggan melibatkan berbagai pihak seperti akademisi hingga masyarakat.
"Kebutuhan profesi Penilai sangat besar dalam berbagai bidang. Perbankan, pasar modal, pembangunan infrastruktur, investasi, penegakkan hukum dan sebagainya," kata Kepala BPHN, Widodo Ekatjahjana.
Meskipun belum diatur di UU tersendiri, tapi profesi ini sudah diakui di sejumlah UU. Yaitu UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, UU Otoritas Jasa Keuangan, dan UU Kekayaan Intelektual sehingga profesi Penilai membutuhkan UU tersendiri.
(asp/idn)