11 Organisasi Gugat PP 64/2021 ke MA, Minta Operasi Bank Tanah Disetop

11 Organisasi Gugat PP 64/2021 ke MA, Minta Operasi Bank Tanah Disetop

Brigitta Belia Permata Sari - detikNews
Senin, 13 Feb 2023 14:47 WIB
11 Organisasi Gugat PP 64/2021 ke MA (Brigitta/detikcom)
11 Organisasi Gugat PP 64/2021 ke MA (Brigitta/detikcom)
Jakarta -

Sebelas organisasi masyarakat sipil mengajukan permohonan uji formil dan materiil terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2021 Tentang Badan Bank Tanah ke Mahkamah Agung (MA). Mereka meminta pembentukan Bank Tanah disetop.

"Kami 11 organisasi masyarakat sipil bersepakat mendaftarkan gugatan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 Tentang Badan Bank Tanah (PP 64/2021) kepada Mahkamah Agung (MA). Gugatan ini mencakup permohonan Uji Formil dan Uji Materiil PP 64/2021," kata Koordinator Sebelas Organisasi Masyarakat Sipil Dewi Kartika, di gedung MA, Jakarta Pusat, Senin (13/2/2023).

"Mengingat PP 64/2021 merupakan peraturan pelaksanaan turunan langsung dari UU Cipta Kerja, maka PP Bank Tanah juga harus dinyatakan cacat formil," lanjutnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Dewi, PP Bank Tanah cacat materiil serta dapat membahayakan petani dan mengkhianati konstitusi. Dia menilai peraturan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria.

"Faktanya, setelah adanya Putusan MK tersebut, pemerintah terus-menerus menerbitkan peraturan pelaksana yang bersifat memperkuat misi PP 64/2021 dalam rangka mengoperasionalkan Bank Tanah, yaitu PP 124/2021 Tentang Modal Badan Bank Tanah, PP 61/2022 tentang Penambahan Modal Badan Bank Tanah, dan Perpres 113/2022 tentang Struktur dan penyelenggaraan Badan Bank Tanah. Kami menilai PP 64/2021 bertentangan dengan Pasal 2 Ayat (2) dan Pasal 20 Ayat (1) UUPA," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Dewi mengatakan jutaan hektare tanah masyarakat terancam diambil alih dan dikuasai sepihak oleh badan baru Bank Tanah. Menurut dia, tidak adanya pengawasan terhadap Bank Tanah membuatnya berpotensi melahirkan praktik yang sarat conflict of interest.

"Kehadiran Bank Tanah dengan kewenangan dan fungsi yang luar biasa luas dan kuat (superbody), baik fungsi privat maupun publik, tidak dilengkapi dengan pengawasan yang ketat dan terbuka, sehingga ia berpotensi melahirkan praktik-praktik yang sarat conflict of interest antara kepentingan privat-publik, kepentingan profit-nonprofit, kepentingan rakyat dengan kepentingan elite bisnis-penguasa," ungkapnya.

"Sebab 99 persen pasal di dalamnya dibuat untuk melayani pengusaha, bahkan dapat menjadi badan untuk memutihkan tanah-tanah konsesi perusahaan yang bermasalah, seperti beroperasi tanpa izin/hak atas tanah, izin/HGU kadaluarsa, tanah telantar, wilayah konflik agraria, bahkan dapat menjadi cara untuk melegalkan hak atas tanah yang diterbitkan dengan cara-cara koruptif dan kolutif, melegalkan praktik spekulan tanah ala pemerintah, menyuburkan mafia tanah," imbuh Dewi.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Saksikan juga 'Kala Mantan Menteri ATR: UU Ciptaker Atur Bank Tanah untuk Masyarakat Miskin':

[Gambas:Video 20detik]



Dewi melanjutkan mekanisme pengadaan tanah dalam Bank Tanah juga berbeda dengan prinsip reforma agraria yang menjadi upaya koreksi terhadap ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, dan penggunaan tanah.

"Bank Tanah jelas-jelas berorientasi menjamin percepatan pengadaan tanah demi investasi. Dengan begitu, praktik pengadaan ala Bank Tanah sejatinya mendukung proses akumulasi modal (tanah) oleh segelintir kelompok," kata Dewi.

Karena itu, dia pun mendesak MA dapat menghentikan operasi Bank Tanah Dan menerima gugatan sepenuhnya. Sebab, menurutnya, sudah jelas terlihat ke mana arah pengaturan tanah lewat Bank Tanah di masa yang akan datang.

"Kami mendesak agar Mahkamah Agung dapat menghentikan operasi ilegal Bank Tanah dengan menerima dan mengabulkan gugatan ini sepenuhnya. Dalam hal ini, MA perlu mencermati pelanggaran yang dilakukan Pemerintah dalam PP 64/2021 terhadap Putusan MK 91 dan UUPA 1960," tegasnya.

"Penting bagi MA untuk mempertimbangkan ancaman dan dampak lebih luas perampasan tanah masyarakat serta monopoli tanah oleh swasta akibat pelaksanaan Bank Tanah yang tengah berjalan saat ini. Jelas-jelas pembentukan Bank Tanah yang menempatkan tanah sebagai barang komoditas semata telah mengkhianati cita-cita kemerdekaan Bangsa, Konstitusi dan UUPA 1960 yang menghendaki agar bumi, air dan kekayaan alam diatur, dijaga dan dipergunakan sebesar-besar bagi kemakmuran serta kebahagiaan rakyat Indonesia," kata dia.

Untuk diketahui, gugatan ini mencakup permohonan Uji Formil dan Uji Materiil PP 64/2021 yang dinilai bertentangan dengan:
1) UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
2) UU No 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintah
3) UU 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
4) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 (Putusan MK 91), yang menyatakan bahwa UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) Inkonstitusional bersyarat.

Kesebelas organisasi yang ikut mengajukan gugatan ini yakni Aliansi Organis Indonesia (AOI), Aliansi Petani Indonesia (API), Bina Desa, Ecosoc Rights, FIAN Indonesia, Indonesia Human Right Committee for Social Justice (IHCS), Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Lokataru Foundation, Sawit Watch, dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

Halaman 3 dari 2
(mae/mae)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads