Bareskrim Polri mengungkap modus kasus jaringan internasional tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ke Kamboja. Para korban diiming-imingi gaji tinggi.
"Modus dari para pelaku ada dengan menawarkan atau menjadikan pekerjaan di luar negeri yaitu di negara Kamboja melalui medsos ataupun secara langsung dengan modus dijanjikan pekerjaan sebagai buruh pabrik, customer service, telemarketing, atau operator di Kamboja dengan gaji yang tinggi," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Djuhandhani Rahardjo Puro dalam jumpa pers, Jumat (10/2/2023).
Namun, pada faktanya, korban tidak mendapat pekerjaan yang dijanjikan. Djuhandhani menyebutkan, selain dijanjikan gaji tinggi, para korban diiming-imingi bekerja ke Korea Selatan hingga Inggris.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sementara kami catat ada beberapa korban yang sudah dikirim yang dijanjikan akan dikirim ke negara Korea Selatan, Australia, Inggris, dan negara lainnya. Tapi faktanya mereka dikirim ke wilayah Kamboja," jelasnya.
Djuhandhani mengatakan para pekerja dieksploitasi sebagai operator judi online hingga situs pornografi. Dalam kasus ini lima orang ditetapkan sebagai tersangka.
"Pengungkapan jaringan ini menguatkan dugaan keterkaitan antara maraknya eksploitasi dan pengiriman jaringan pornografi online perjudian online. Saya sampaikan dalam konferensi ini sebelumnya, di mana para pekerja migran ini dieksploitasi bekerja secara ilegal sebagai operator judi online dan operator website pornografi online yang minggu lalu," ucapnya.
Para pelaku dikenai Pasal 4 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 serta Pasal 81 UU RI Nomor 18 Tahun 2017. Tersangka terancam hukuman maksimal penjara 15 tahun.
"Kepada tersangka kita kenakan yang pertama Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara minimal 3 tahun penjara dan denda paling sedikitnya Rp 120 juta dan paling banyak Rp 600 juta," kata dia.
"Dan atau Pasal 81 Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar," lanjutnya.
(idn/idn)