Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko angkat bicara soal matinya alat pendeteksi tsunami yang dikenal dengan nama INA-Buoy di sejumlah daerah. Tri Handoko mengatakan alat itu belum dioperasikan lantaran masih tahap riset.
"Apa yang dilakukan di BRIN pada saat itu di BPPT itu adalah riset. Jadi kita belum pernah mengoperasikan yang namanya alat pendeteksi dini tsunami," kata Laksana Tri Handoko kepada wartawan di Kantor BRIN, Jakarta Pusat, Jumat (10/2/2023).
Tri Haksono menyebut operator alat pendeteksi tsunami itu seharusnya dilakukan oleh BMKG. Dia menegaskan alat itu belum dioperasikan melainkan masih dalam tahap penelitian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Belum pernah ada karena BRIN atau BPPT atau siapapun dulu tidak akan pernah menjadi operator alat pendeteksi tsunami. Yang dari operator itu harusnya itu BMKG. Jadi kalau yang kita lakukan itu adalah riset untuk membuat sistem pendeteksi dini tsunami yang baling baik. INATews yang kemarin yang basisnya itu utamanya adalah sensor berbasis kabel optik yang ditempel di kabel optik di laut itu tidak begitu berhasil," ujarnya.
"Di posisi saat ini kita belum pernah mengoperasikan alat deteksi tsunami. Jadi nggak ada itu 'dihentikan oleh Handoko sehingga ada bencana kemanusiaan' nggak ada lha wong memang belum ada. Itu masih di tahap riset," imbuhnya.
Bicara Gedung BRIN Ditutup
Selain itu, Tri Handoko juga menjelaskan soal penutupan sejumlah kantor BRIN di daerah. Dia menuturkan penutupan dilakukan lantaran unit kantor itu tak lagi difungsikan dan pindah ke lokasi baru.
"Jadi BRIN daerah banyak yang ditutup, bukan banyak ditutup, orang semua ditutup kok tadi saya bilang. Jangankan yang daerah, yang pusat aja ditutup. Kenapa ditutup? sebenernya bukan ditutup, tapi kan memang dibentuk organisasi baru. Jadi unit yang lama ya udah nggak relevant gitu ya, nah sekarang masalahnya unit yang baru di lokasi mana? kan gitu. Terus lokasi yang lama mau diapain, kan gitu," tutur Tri.
"Jadi misalnya Serpong, Cibinong, Bandung, Subang, terus mana lagi, Bogor misalnya, oh kebetulan pusat yang baru ada di situ ya masih dipakai, tapi kalau pusat yang baru tidak memerlukan lokasi, ya lokasi yang lama ya ditutup. Kita nggak bertanggung jawab dong kalau lokasi lama tetep dibuka, kan itu ngehabisin duit," sambungnya.
Tri mengatakan setiap gedung yang digunakan BRIN merupakan milik negara. Dia menyebut kantor yang tak lagi digunakan akan dikembalikan ke negara melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Seperti gedung kita di depan, itu kan gedung BRIN, yang Kemenkomarves itu, itu kita serahkan ke Kemenkomarves karena mereka perlu kantor, ya kan kita juga nggak perlu lha wong temen-temen udah cukup dengan satu gedung ini ya. Jadi aset itu bukan 'milik kita, itu miliku', nggak begitu, ya itu milik negara, milik kalian juga, milik kita semua yang yang dikelola oleh Kemenkeu," kata Tri Handoko.
"Jadi regulasinya juga seperti itu, justru kita harus mengoptimalkan bukan karena kita sayang 'Oh ini sayang nih' terus kita isi seolah-olah kita pakai, malah itu bermasalah dong, kalau nggak perlu ya ngapain? Gitu lho. Mungkin ada K/L lain yang lebih memerlukan mungkin bisa ada dikerjasamakan oleh Kemenkeu dengan mitra yang lain orang itu punya negara, tapi barang yang tidak perlu tidak kita bikin seolah-olah kita perlu, itu ngabis-ngabisin duit negara," imbuhnya.