Terjadi dua kasus gagal ginjal akut progresif atypical (GGAPA) di DKI Jakarta, salah satunya dilaporkan meninggal dunia. Polri tengah menelusuri riwayat makanan dan minuman yang dikonsumsi pasien.
"Makanya kita harus telusuri dari awal, dari historynya seperti apa, rekam medisnya seperti apa, kondisi kesehatannya seperti apa, penanganan medisnya seperti apa, apa yang dikonsumsi ini harus kita urai semua," kata Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto kepada wartawan, Selasa (7/2/2023).
Pipit belum bisa memastikan dugaan penyebab kematian kasus gagal ginjal akut tersebut. Dia menyebut satu anak kasus GGAPA itu juga sempat mendapat imunisasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita sedang dalami, jadi kalau sementara ini kan kita memang, ini hasil keterangan dari keluarganya, yang meninggal ini dulunya dia itu ada imunisasi, kita sedang telusuri imunisasi apa, kemudian yang dikonsumsi seperti apa. Nanti kita akan informasikan," ujarnya.
Kasus Pertama
Sebelumnya, kasus baru konfirmasi GGAPA pertama merupakan anak balita usia 1 tahun. Anak tersebut mengalami demam pada 25 Januari 2023 dan diberikan obat penurun demam yang dibeli di apotek yaitu praxion.
Pada 28 Januari, pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil (anuria). Kemudian, anak tersebut diperiksa di Puskesmas Pasar Rebo dan mendapat rujukan ke Rumah Sakit Adhyaksa.
Setelah diketahui sang anak mengalami gejala GGAPA, langsung dirujuk ke RS Cipto Mangunkusumo (RSCM). Namun, pihak keluarga menolak dan meminta pulang paksa.
Pada tanggal 1 Februari, orang tua membawa pasien ke RS Polri dan mendapatkan perawatan di ruang IGD, pasien sempat mulai buang air kecil. Di hari yang sama, 1 Februari, pasien kemudian dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole.
"Namun, 3 jam setelah di RSCM pada pukul 23.00 WIB pasien dinyatakan meninggal dunia," kata Jubir Kemenkes RI dr Mohammad Syahril.
Kasus kedua gagal ginjal akut di Jakarta. Simak di halaman selanjutnya.
Kasus Kedua
dr Syahril mengungkapkan kasus kedua ini masih berstatus suspek, yakni anak berusia 7 tahun. Pada 26 Januari, anak tersebut demam kemudian mengkonsumsi obat penurun panas sirup yang dibeli sendiri.
Pada tanggal 30 Januari, pasien tersebut mendapatkan pengobatan penurun demam tablet dari puskesmas. Di tanggal 1 Februari, pasien berobat ke klinik dan diberikan obat racikan.
Pada 2 Februari pasien dirawat di RSUD Kembangan, kemudian dirujuk dan saat ini masih menjalani perawatan di RSCM. "Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sampel obat dan darah pasien," beber dr Syahril.
Sementara itu, Kemenkes meminta seluruh Dinas Kesehatan mewaspadai kemunculan kasus serupa terkait dengan gejala GGAPA dan penggunaan obat sirup. Secara kumulatif, hingga 5 Februari 2023 sudah ada 326 kasus GGAPA dan satu suspek di 27 provinsi seluruh Indonesia. Ada 116 kasus dinyatakan sembuh, enam masih menjalani perawatan