Seorang anggota Provos Polsek Jatinegara, Bripka Madih, viral di media sosial setelah curhat soal kasus sengketa lahan yang dilaporkan oleh orang tuanya. Madih mengaku diperas oleh oknum sesama polisi saat mengurus perkara yang dilaporkan di Polda Metro Jaya pada 2011 silam.
Pengakuan Madih ini tersebar di media sosial. Dalam video yang beredar itu, Madih mengaku dirinya dimintai uang Rp 100 juta dan tanah seluas 1.000 meter persegi sebagai 'pelicin' dalam memuluskan penyidikan.
Dalam video viral yang beredar di media sosial, Madih terlihat memakai seragam polisi. Madih mengungkapkan kekecewaannya lantaran sebagai polisi justru malah dimintai uang 'pelicin' oleh oknum sesama polisi.
"Ane ini sebagai pihak yang dizalimi, pihak pelapor bukan orang yang melakukan pidana. Kecewa, kenapa orang tua ane hampir satu abad melaporkan penyerobotan tanahnya ke Polda Metro Jaya," kata Madih dalam video tersebut.
Saat mempertanyakan tindak lanjut pelaporan tersebut, Madih mengaku dimintai biaya penyidikan sebesar Rp 100 juta. Tak hanya itu, dia pun mengaku dimintai tanah seluas 1.000 meter persegi.
"Kekecewaan ini kenapa? Karena ane sendiri polisi dimintai biaya penyidikan hadiah. Dia berucap itu Rp 100 juta dan hadiah tanah 1.000 meter," jelasnya.
Duduk Perkara Sengketa Tanah Versi Madih
Madih melaporkan sengketa lahan di Bekasi ke Polda Metro Jaya pada 2011. Lahan tersebut, kata dia, kini dikuasai oleh sebuah perusahaan.
Menurutnya, tanah milik orang tuanya itu dijual dengan cara melawan hukum. Ia juga mengklaim ada beberapa akta jual beli (AJB) yang tidak sah karena tidak disertai cap jempol.
"2011 itu setelah pemeriksaan berkas-berkas, kita sangkal di situ ada surat pernyataan bahwa tempat yang ditempatin itu dibeli dari calo-calo. Terus ada akta-akta yang nggak (dicap) dijempol. Ini kan murni kekerasan, penyerobotan, kok bisa timbul akta?" kata Madih mempertanyakan, seperti dilansir dari 20detik, Sabtu (4/2).
Madih mengaku dirinya dimintai uang pelicin Rp 100 juta dan tanah seluar 1.000 meter persegi oleh oknum penyidik saat itu yang berinisial TG. Dugaan pemerasan itu terjadi pada 2011.
"Makanya ane bilang waktu itu kita diminta dana penyidikan dan hadiah, ya terlalu miris. (Permintaannya) Rp 100 juta sama (lahan) 1.000 meter," ujarnya.
Padahal, lanjut dia, dalam hal ini dirinya dirugikan atas sengketa tanah milik orang tuanya tersebut. Sebab, ada tindakan penyerobotan tanah yang dilakukan pihak lain. Kendati sudah diserobot, Madih mengaku masih harus membayar pajak tanah tersebut.
"Ane ini korban karena yang terserobot ini 6.500 (persegi), 6.500 itu kan besar nilainya. Dan kita masih bayar pajak, masih ada giriknya, masih utuh giriknya. Di girik 191 jumlahnya 4.411, yang diserobot 3.600-an, kita menguasai 1.800-an. Yang saat ini di girik 815 jumlahya 4.954, sekarang kita menguasai 2.000, yang 2.954, dikuasi sama PT," jelasnya.
Madih menegaskan apa yang dinarasikan dirinya bukanlah kebohongan. Dia tidak minta dibela dalam kasus tersebut, namun meminta proses hukum berjalan semestinya.
"Kalau dibilang nangis, orang tua ini kan surga saya satu-satunya, ini anaknya polisi laporan. Allahuakbar, kok bisa begitu. Penyidik kok bisa minta ke anggota polisi juga, penyidik kan polisi, yang dimintai polisi. Kita bukan ngarang. Ibaratnya ya, ane bukan perlu dibela, bukan mau dibela, tapi luruskanlah sesuai dengan proses hukum bahwa ini murni," pungkasnya.
Halaman selanjutnya: penjelasan Polda Metro
Simak Video 'Polda Metro Ungkit Kasus KDRT, Bripka Madih: Kan Dulu, Sudah Tak Masalah':