Hakim MK Guntur Hamzah: Saksi Ahli Tidak Bisa Dipidana-Digugat Perdata

Hakim MK Guntur Hamzah: Saksi Ahli Tidak Bisa Dipidana-Digugat Perdata

Andi Saputra - detikNews
Kamis, 02 Feb 2023 14:14 WIB
Sekjen Mahkamah Konstitusi (MK) Muhamad Guntur Hamzah
Guntur Hamzah (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Hakim konstitusi Guntur Hamzah menyatakan ahli yang memberikan keterangan di persidangan seharusnya tidak bisa dipidana dan digugat perdata atas keterangannya itu di sidang. Apa alasannya?

"Saksi ahli yang memberikan keterangan keahlian dengan iktikad baik (good faith) seyogianya tetap mendapat perlindungan hukum (rechtsbescherming) dalam rangka menjaga kehormatan dan profesionalisme ahli yang notabene pada umumnya adalah akademisi dan/atau praktisi yang telah mumpuni dan memiliki pengetahuan atau pengalaman di bidang masing-masing," kata Guntur dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) di putusan MK yang dikutip detikcom, Kamis (2/2/2023).

Keduanya menilai, dari sejumlah aktor yang berperan dalam proses persidangan (hakim, jaksa, advokat, saksi, ahli), hampir seluruhnya telah mendapat perlindungan yang terbebas dari tuntutan proses hukum kecuali ahli. Sehingga sebagai wujud kebebasan berekspresi yang dijamin dalam konstitusi (vide Pasal 28G UUD 1945), pemberian keterangan oleh seorang ahli harus terbebas dari rasa takut, tindakan kekerasan, intimidasi, termasuk bentuk ancaman lainnya, serta tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas keterangan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali keterangan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik (devil intent).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dalam kenyataannya, setiap ahli mempunyai pendapat tersendiri tentang suatu hal sesuai dengan pemahamannya yang dapat berbeda satu sama lain yang dapat menimbulkan konflik antara para pihak," papar Guntur.

Sebagai bahan perbandingan, di beberapa negara, seperti Inggris, Australia, dan Singapura, dikenal konsep expert witness immunity yaitu adanya kekebalan/imunitas yang diberikan kepada ahli untuk menyampaikan kesaksiannya secara bebas tanpa rasa takut dalam proses hukum (due process of law). Konsep expert witness immunity telah mengalami pergeseran dan pembatasan sejalan dengan semakin dipahaminya urgensi perlindungan terhadap ahli dalam due process of law.

ADVERTISEMENT

"Pemahaman tentang expert witness immunity dewasa ini dimaknai bahwa ahli yang memberikan keterangan secara benar dan adil (truthful and fair) tidak dapat dituntut secara hukum sehingga ahli dapat terbebas dari rasa takut dan berbagai bentuk ancaman lainnya," ucap Guntur Hamzah, yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Tata Negara (APHTN-HAN).

Menurut Morris S Zedeck, sejauh ini tidak ada satu pengadilan negara bagian di Amerika Serikat yang memperkenankan ahli yang menyampaikan keterangan di pengadilan dengan iktikad baik dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata oleh pihak yang berseberangan (adverse party).

"Oleh sebab itu, tuntutan pidana maupun gugatan perdata tidak bisa dikenakan kepada ahli dalam hal terdapat pihak yang tidak puas dengan substansi atau opini yang disampaikan ahli," ujar Guntur.

Ahli yang memberikan keterangan dengan iktikad baik tanpa mendapat jaminan perlindungan hukum (rechtsbescherming) yang secara tegas diatur dalam undang-undang, dan keterangan yang diberikan memberatkan pihak-pihak tertentu yang tidak menghendaki data atau informasi diungkap secara terbuka oleh ahli yang bersangkutan, maka ahli tersebut rentan terhadap berbagai ancaman fisik maupun psikis.

"Serta tidak menutup kemungkinan dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata," ucap Guntur.

Tidak adanya norma 'ahli' dalam Pasal 10 UU Perlindungan Saksi dan Korban seyogianya perlu ditelusuri lebih jauh dengan mendengarkan keterangan pemerintah dan DPR untuk mengetahui original intent dari norma pasal a quo.

"Ahli pun seharusnya tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata, sebagaimana halnya terhadap saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor atas keterangan yang diberikannya," urai Guntur.

Pendapat Guntur senada dengan pendapat hakim MK Manahan Sitompul. Keduanya meminta agar MK mengabulkan permohonan itu, tapi kalah suara dengan tujuh hakim MK lainnya, sehingga permohonan itu kandas.

"Seharusnya permohonan Pemohon dikabulkan karena posisi norma frasa 'ahli' dalam Pasal 10 UU a quo adalah bersifat melengkapi dan menyelaraskan norma perlindungan hukum terhadap ahli yang telah ada sebelumnya dalam undang-undang yang disebutkan di atas termasuk dalam UU a quo," cetus Guntur-Manahan.

Sebagaimana diketahui, judicial review itu diajukan dosen Universitas Presiden, Bekasi, Muh Ibnu Fajar Rahim. Ia mengajukan judicial review UU Perlindungan Saksi dan Korban (PSK) ke MK. Ahli hukum pidana itu meminta saksi ahli juga dilindungi dan tidak bisa dituntut secara pidana dan perdata.

Pasal yang dimaksud adalah Pasal 10 (1) UU PSK yang berbunyi:

Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik.

"Menyatakan Pasal 10 UU 31/2014 bertentangan dengan UUD 1945 secara dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang berbunyi 'Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik', tidak dimaknai 'Saksi, Korban, Saksi Pelaku, Pelapor dan/atau Ahli tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian, laporan dan/atau keterangan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian, laporan dan/atau keterangan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik,'" demikian petitum Muh Ibnu Fajar Rahim.

Menurut Ibnu Fajar Rahim, menjadi ahli atau memberikan keterangan ahli merupakan kewajiban hukum yang dilakukan oleh seorang warga negara. Hal itu untuk berpartisipasi dalam proses peradilan untuk membantu penegak hukum dan para pencari keadilan dalam menemukan kebenaran materiil.

"Oleh karena itu, hak untuk tidak dapat dituntut secara hukum baik secara pidana maupun perdata merupakan hak fundamental bagi seorang ahli yang sama dengan profesi lainnya seperti pemberi bantuan hukum maupun advokat," ucap Ibnu Fajar,

Lihat juga Video: MK Bentuk MKMK Ungkap Perubahan Substansi Perkara Hakim Aswanto

[Gambas:Video 20detik]



(asp/zap)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads