Komisi VII DPR RI merekomendasikan pemerintah mengganti Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Rapat komisi DPR yang membidangi inovasi dan riset ini berjalan panas.
Anggota Komisi VII DPR Fraksi NasDem Rudi Hartono Bangun dalam rapat kerja bersama Kepala BRIN Laksana Tri Handoko di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/1/2023), menyoroti besaran pagu anggaran BRIN. Dia menilai angka-angkanya cukup fantastis.
"Saya mau bertanya, pertama tentang pagu anggaran. Saya baca di halaman dua, total pagu BRIN ini Rp 6,3 triliun, ya Pak Handoko, ya. Terdiri dari urusan operasional Rp 4 triliun, PNBP Rp 1,99 miliar, BLU Rp 1,43 miliar, dan loan artinya pinjaman ya Pak. 435 ini Bapak minjamkan ke orang gitu kan?" kata Rudi bertanya langsung ke Handoko setelah meminta izin kepada pimpinan rapat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mohon izin, Bapak Pimpinan. Pinjaman, Pak. Hibah luar negeri," jawab Handoko.
Baca juga: Komisi VII DPR Minta Kepala BRIN Diganti! |
"Oh, Bapak minjam lagi. Baik. Ada SBSN lagi, surat berharga ini ya Pak. Rp 240 miliar dan teknisnya Rp 1,3 triliun. Ini kan jumlah fantastis, Pak," lanjut Rudi.
Rudi lalu membandingkan angka besaran pagu BRIN yang disebutnya jauh melampaui kementerian lainnya. Rudi heran pagu BRIN jauh lebih besar, padahal programnya lebih banyak berkutat di penelitian.
"Jika dinilai dari anggarannya ini yang kebanyakan untuk riset, Pak, penelitian dalam bentuk paper ya. Kan penelitian, Pak, nggak ada fisiknya. Bukan seperti di Kementan, ada beli traktor. Misal di PUPR ada fisik jalannya," kata Rudi.
"Ini sebagai pembandingnya ya, Pak. Ini di BUMN saja, sekelas Kementerian BUMN, itu punya anggaran cuman Rp 300 miliar, Pak. Bapak Rp 6 triliun loh, Pak. Bukan sedikit ini," imbuhnya.
Lebih lanjut Rudi mempertanyakan anggaran program dukungan manajemen BRIN yang mencapai Rp 4,1 triliun. Dia meminta Handoko memaparkan secara detail soal anggaran tersebut.
Rudi menganggap besaran anggaran itu janggal lantaran bukan proyek. Dia pun menduga anggaran ini hanya tipuan belaka.
"Saya ini lihat ini bukan proyek, Pak. Bisa-bisa, saya duga, ini duga, tipu-tipuan saja ini, Pak. Saya minta penjelasan secara detail dari Bapak, tertulis," ujar dia.
Selengkapnya di halaman berikut
Selain itu, anggota Komisi VII DPR Fraksi Golkar Dyah Roro Esti Widya menyoroti program Masyarakat Bertanya BRIN Menjawab (MBBM). Menurutnya, berdasarkan pengecekan di lapangan, program tersebut justru ada kerugian mencapai Rp 270 juta.
"Kami melihat bahwasanya program MBBM merupakan salah satu program yang sangat luar biasa. Kami sebagai wakil rakyat menyampaikan aspirasi itu dan BRIN menjawabnya. Kita ingin mempertanyakan justru bahwasanya dari anggaran yang sudah dialokasikan dengan anggaran yang telah teralokasikan, ada gap di situ. Anggaran itu diperuntukkan untuk apa," kata Roro.
"Di dapil saya, telah dikomunikasikan, pelaksanaan MBBM setiap titik Rp 300 juta. Sedangkan realisasi di lapangan setelah saya hitung-hitung karena dilaksanakan di 18 titik, dan ada sebuah kerugian sebesar Rp 270 juta yang seharusnya kita berikan ke masyarakat," lanjutnya.
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR Fraksi PKB Ratna Juwita mengkritik program Barista. Ratna mempersoalkan program inilah yang dianggapnya tidak inklusif bagi masyarakat yang berada di luar pulau dengan akses internet minim.
"Terkait Barista, sistem pendaftaran online. Fix, tidak boleh dinego. Teman-teman kami di luar pulau nangis, Pak. Konstituen mereka tidak bisa mengakses. Boro-boro internet, listrik aja byarpet loh. Kami menyampaikan supaya bagaimana caranya ini bisa diolah biar aksesnya mudah," kata Ratna.
"Ternyata bukan aksesnya yang dipermudah, tapi bentuknya yang diubah. Pusing lagi kami. Kok yo nggak bisa yo menyediakan program yang mudah diakes, susahnya di mana gitu loh. Yang inklusif, Pak. Yang Sabang sampai Merauke semuanya bisa dapat," imbuh dia.