KUHP Baru Dinilai Anut Asas Keseimbangan antara Negara & Warga

ADVERTISEMENT

KUHP Baru Dinilai Anut Asas Keseimbangan antara Negara & Warga

Erika Dyah - detikNews
Senin, 30 Jan 2023 22:33 WIB
Sosialisasi KUHP Baru
Foto: Istimewa
Jakarta -

Plt Dirjen Perundang-undangan Kemenkumham RI, Dhana Putra menyosialisasikan KUHP Baru di Maluku Utara bersama sejumlah akademisi. Ia mengungkapkan norma restorative justice menjadi salah satu perbedaan mendasar KUHP baru dengan KUHP kolonial.

Dalam aturan tersebut, hukuman yang akan diberikan bagi setiap tindak pidana akan dititikberatkan pada pemulihan keadilan, bukan semata pada penghukuman.

"Dari segi jenis pidana, ada dua hal yang terbaru, yakni kerja sosial dan pengawasan. Pidana mati bukan lagi pidana pokok. Sementara, dari segi tujuan pidana pun sebenarnya KUHP lama tidak memiliki tujuan, pokoknya ada retributif dari setiap tindak pidana. Akibatnya, lapas over kapasitas. Dengan KUHP baru ini banyak hal yang bisa kita tempatkan sebagai restorative justice," papar Dhana dalam keterangan tertulis, Senin (30/1/2023).

"Sehingga, terkait tindak pidana yang sifatnya ringan tidak perlu yang namanya masuk penjara. Sebetulnya banyak sekali pembaharuan hukum pidana yang diatur dalam KUHP baru ini," tambahnya.

Sebagaimana diketahui, pemerintah dan DPR menyusun dan mengundangkan KUHP baru. Hal ini dinilai sebagai prestasi yang layak dicatat dalam sejarah perjalanan bangsa. Pasalnya, selama ini Indonesia masih menjalankan KUHP warisan kolonial Belanda.

Secara filosofis, KUHP warisan kolonial dipandang berbeda dengan nilai dan kepribadian Indonesia sebagai bangsa merdeka. Adapun KUHP baru ini diundangkan pada 2 Januari sebagai UU Nomor 1/2023 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Dalam Sosialisasi KUHP di Hotel Sahid Bela Ternate, Maluku Utara, Guru Besar Hukum Pidana UGM, Prof Dr Marcus Priyo Gunarto SH M Hum pun menyinggung soal munculnya pro kontra dalam proses penyusunan KUHP baru ini. Menurutnya, hal ini merupakan sesuatu yang lumrah.

Ia mengatakan perbedaan pendapat memang selalu ada dalam proses demokrasi. Bahkan, selama dilakukan dalam koridor konstitusional, ia menilai hal ini justru berakibat baik dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

"Soal reaksi dari sebagian masyarakat yang kontra terhadap KUHP baru, itu adalah hal yang biasa dan sangat wajar. KUHP baru ini merupakan residu dari berbagai kepentingan yang bisa dikompromikan," terang Prof Marcus.

"Pastinya ada pihak yang setuju dan tidak, tapi kita ambil jalan tengahnya, menggunakan prinsip keseimbangan antara kepentingan negara, masyarakat dan individu," sambungnya.

Lebih jauh, Prof Marcus menjelaskan implementasi KUHP nasional yang menganut asas keseimbangan ini akan menjadi perwujudan nilai ke-Indonesia-an dalam penegakan hukum.

"Prinsip dasar yang kita gunakan, hukum pidana tidak boleh menitikberatkan pada salah satu kepentingan saja. Misalnya, tidak menitikberatkan pada kepentingan negara saja karena bisa menjadi alat kekuasaan," jelasnya.

Ia menambahkan hukum pidana juga tidak boleh menitikberatkan pada kepentingan masyarakat saja. Hal ini bertujuan mencegah hak-hak privat yang nantinya dikriminalisasi.

"Juga tidak boleh menitikberatkan pada individu dengan dalih hak asasi, karena dikhawatirkan masyarakat kita akan mengarah kepada masyarakat liberal, sedangkan masyarakat kita kan monodualis yang menyeimbangkan kepentingan individu dan umum," lanjutnya.

Pengajar Senior Fakultas Hukum UI, Dr Surastini Fitriasih SH MH yang juga menjadi pembicara dalam sosialisasi ini menggarisbawahi pentingnya upaya sosialisasi KUHP baru. Menurutnya, penolakan sementara orang terhadap KUHP saat ini cenderung karena kekhawatiran yang berlebihan akibat kurangnya pemahaman.

"Seperti undang-undang pada umumnya, pasti ini mengikat terhadap masyarakat. Memang ada rumusan-rumusan tindak pidana yang baru. Tapi sebetulnya ini tindak pidana yang lama, hanya saja perlu disosialisasikan karena ada penolakan-penolakan, seolah-olah ini sesuatu yang baru dan dikesankan bahwa KUHP ini over-kriminalisasi," kata Surastini.

"Sebetulnya kan KUHP ini juga hasil rekodifikasi berbagai pidana yang sudah ada di dalam KUHP terdahulu, di samping juga ada tindak pidana yang sudah tidak relevan lagi itu sudah dihapuskan," imbuhnya.

Surastini berharap dengan kehadiran KUHP baru ini masyarakat akan lebih mendapatkan kepastian hukum yang lebih adil dari KUHP yang dihasilkan oleh produk bangsa.

"Harapannya tentu saja ke depannya kepastian hukum dan keadilan akan terwujud karena yang menjadi pegangan saat ini adalah KUHP nasional produk bangsa sendiri," pungkasnya.

(ncm/ega)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT