Putri Candrawathi bercerita dia dianggap perempuan tua mengada-ada karena mengatakan mendapat pelecehan dari Brigadir N Yosua Hutabarat. Putri mengaku sempat berpikir dia lebih baik menutup rapat peristiwa yang dialaminya.
Hal itu disampaikan ketika Putri membacakan nota pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (25/1/2023). Putri awalnya mengaku tidak habis pikir Yosua melakukan kekerasan seksual tepat pada hari pernikahannya dengan Sambo yang ke-22, yakni pada 7 Juli 2022.
"Yang lebih sulit saya terima, pelakunya adalah orang yang kami percaya, orang yang kami tempatkan sebagai bagian dari keluarga dan bahkan kami anggap anak seperti halnya seluruh anggota atau ajudan suami saya lainnya," kata Putri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, kata Putri, Yosua juga mengancam membunuhnya bila kekerasan seksual itu diketahui orang lain. Putri juga menyebut Yosua mengancam akan membunuh orang-orang yang dicintainya.
"Saya tidak mengerti, mengapa ini harus terjadi pada saya tepat di hari pernikahan kami yang ke-22. Yosua melakukan perbuatan keji terhadap saya. Dia melakukan kekerasan seksual, penganiayaan, dan mengancam bukan hanya bagi saya, tapi juga bagi orang-orang yang saya cintai jika ada orang yang lain mengetahui apa yang ia lakukan," kata Putri.
Putri mengaku saat itu ketakutan. Dia pun mengaku menderita dan menanggung malu berkepanjangan.
"Yang Mulia, saya takut. Sangat ketakutan saat itu. Saya sangat menderita dan menanggung malu berkepanjangan. Bukan hanya saya, tetapi juga seluruh anggota keluarga kami," ujarnya.
Dengan cerita pelecehan itu, kata Putri, dia pun mendapat tuduhan. Putri mengatakan disebut perempuan tua yang mengada-ada.
"Jika boleh memilih, rasanya mungkin lebih baik saya menutup rapat-rapat peristiwa yang saya alami tanggal 7 Juli 2022 itu, karena bila saya menyampaikan kembali peristiwa yang sangat menyakitkan tersebut, semakin menghidupkan trauma mendalam dan malu dalam diri saya," tuturnya.
"Sementara di berbagai media dan pemberitaan saya dituduh berdusta dan mendramatisir situasi. Tidak berhenti di situ saja, saya dituding sebagai perempuan tua yang mengada-ada. Semua kesalahan diarahkan kepada saya tanpa saya bisa melawan," ucapnya.
Putri mengatakan dia serbasalah di mata publik. Dia mengaku sudah berkata benar, namun dicap lain oleh publik.
"Ketika saya memilih untuk diam, publik mendesak saya untuk muncul dan bicara. Namun, ketika saya bicara, kembali muncul komentar dari para pengamat yang tidak pernah mengetahui kejadian sebenarnya namun berkomentar bahwa saya bukan korban kekerasan seksual, karena masih sanggup bicara. Apa pun yang saya lakukan menjadi salah di mata mereka," tuturnya.
Simak Video: Air Mata Putri Candrawathi di Sidang Pleidoi
Pertimbangan Selingkuh di Tuntutan Jaksa Menyakitkan
Dalam pembelaannya, Putri juga mengatakan sakit hati atas tuntutan jaksa. Dalam surat tuntutannya itu, jaksa mengatakan ada perselingkuhan antara Putri dan Yosua.
Sakit hati Putri itu disampaikan oleh pengacaranya, Sarmauli Simangunsong. Pihak Putri menyebut jaksa berasumsi terkait perselingkuhan antara Putri dan Yosua.
"Penuntut umum berasumsi dalam surat tuntutannya yang pada pokoknya menyatakan bahwa jawaban Terdakwa yang mengatakan tidak berselingkuh dengan korban adalah berbohong, sehingga seolah-olah fakta adanya kekerasan seksual terhadap terdakwa bukanlah peristiwa yang sebenarnya dan bagian skenario dari Terdakwa untuk menutupi kejadian sebenarnya," kata Sarmauli saat membaca pleidoinya.
Sarmauli lalu menyinggung pernyataan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana pada 9 Januari lalu yang menyebut isu perselingkuhan itu hanyalah 'bumbu' dan tidak akan dibuktikan di persidangan. Sarmauli menyebut dicantumkannya isu perselingkuhan di tuntutan itu tidak masuk akal dan asumsi yang sangat menyakitkan.
"Meskipun tidak ditulis secara eksplisit dalam surat tuntutan a quo, terdapat pernyataan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum pada konferensi Pers di gedung Jampidum Kejagung, hari Kamis tanggal 9 Januari 2022 yang pada pokoknya menyatakan bahwa 'isu perselingkuhan hanyalah bumbu dan tidak akan dibuktikan penuntut umum dalam perkara a quo'," kata Sarmauli.
"Kami sangat menyayangkan dicantumkannya isu perselingkuhan dalam surat tuntutan a quo ataupun surat tuntutan terdakwa lainnya (saksi Kuat Ma'ruf). Rantai besi dimakan bubuk, tuduhan tidak masuk akal yang disampaikan penuntut umum tidak sesuai pada fakta dan hanya berdasarkan asumsi jelas sangat menyakitkan dan berdampak sangat buruk kepada Terdakwa, anak-anak, dan keluarga Terdakwa," sambungnya.
Sarmauli menyebut pernyataan jaksa soal perselingkuhan itu hanya bersandar pada hasil pemeriksaan poligraf. Sedangkan, kata Sarmauli, hasil poligraf itu cacat hukum dan proses pelaksanaannya dilakukan pada saat kondisi psikologis dan emosi Putri sedang terguncang.
"Kesimpulan penuntut umum tersebut bersifat asumsi dan tidak berdasarkan fakta persidangan karena penuntut umum hanya bersandar pada hasil pemeriksaan poligraf yang cacat hukum dan proses pelaksanaan tes poligraf tersebut dilakukan pada saat kondisi psikologis dan emosi Terdakwa sedang terguncang karena dipaksa untuk mengingat dan menceritakan kembali peristiwa kekerasan seksual yang dialami oleh terdakwa kepada ahli poligraf yang melakukan tes," pungkasnya.