Warga Gugat Pasal 'Demo Bisa Dipidana' dalam KUHP Baru ke MK

Warga Gugat Pasal 'Demo Bisa Dipidana' dalam KUHP Baru ke MK

Andi Saputra - detikNews
Minggu, 15 Jan 2023 10:59 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi
Gedung Mahkamah Konstitusi (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Warga Kutai Kertanegara (Kalimantan Timur) Andi Redani Suryanata, warga Musi Banyuasin (Sumatera Utara) Abdullah Ariansyah, dan warga Buton Tengah (Sulawesi Tenggara) Muhammad Ridwan menggugat KUHP baru ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menggugat agar Pasal 256 KUHP baru dihapus.

Dikutip dari website MK, Minggu (15/1/2023), pemohon menilai Pasal 256 multitafsir dan bisa jadi pasal karet. Penggugat khawatir pasal tersebut berpotensi mengkriminalisasi warga.

"Pasal a quo berpotensi mengkriminalisasi warga masyarakat karena tidak terdapat uraian lebih lanjut mengenai siapa atau apa saja yang dimaksud dengan 'pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak yang berwenang'. Patut untuk dipertanyakan bagaimana yang dimaksud dengan 'pemberitahuan' pada pasal a quo. Apakah hanya sekadar pemberitahuan saja kepada aparat yang berwenang, melakukan koordinasi dengan pihak yang berwenang, atau harus meminta dan mendapatkan izin dari pihak yang berwenang?" demikian argumen pemohon.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut ini bunyi Pasal 256 KUHP baru, yang diperkarakan pemohon:

Setiap Orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

ADVERTISEMENT

Penjelasan Pasal 256:

Yang dimaksud dengan terganggunya kepentingan umum" adalah tidak berfungsinya atau tidak dapat diaksesnya pelayanan publik akibat kerusakan yang timbul dari adanya pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi.

"Pasal a quo menyalahi prinsip asas legalitas karena rumusan pidana tidak memberikan pengaturan yang jelas serta kepastian hukum dan berpotensi multitafsir oleh aparat penegak hukum," kata pemohon dalam argumen gugatannya terkait KUHP baru.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Penggugat juga mempermasalahkan frase 'mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat'. Penggugat berpendapat gesekan dalam demonstrasi adalah hal lazim.

"Merupakan suatu hal yang tidak mungkin dihindarkan bahwa pada setiap aksi di tempat umum, seperti pawai, demonstrasi, atau unjuk rasa membuat terganggunya kepentingan umum. Sebagai contoh kemacetan hingga pengalihan akses jalan yang merugikan orang lain," ucap pemohon dalam argumennya.

"Tidak jarang pula pelaksanaan demonstrasi maupun unjuk rasa terjadi bentrokan antar warga masyarakat dan aparat hingga menimbulkan keonaran maupun huru-hara," sambung penggugat.

Seperti diketahui, KUHP baru itu ditandatangani Presiden Jokowi pada 2 Januari 2023 dan akan berlaku efektif pada 2 Januari 2026. KUHP baru itu menumbangkan KUHP warisan penjajah Belanda yang berlaku di Indonesia sejak zaman kolonial penjajah pada awal 1900-an.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads