Alasan Lengkap PN Jaksel Tak Terima Praperadilan Hakim Agung Gazalba Saleh

Alasan Lengkap PN Jaksel Tak Terima Praperadilan Hakim Agung Gazalba Saleh

Andi Saputra - detikNews
Jumat, 13 Jan 2023 18:43 WIB
Gazalba Saleh
Gazalba Saleh (dok.ky)
Jakarta -

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) tidak menerima permohonan praperadilan hakim agung Gazalba Saleh. Di mana Gazalba tidak terima dijadikan tersangka oleh KPK dalam dugaan kasus korupsi.

"Mengadili dalam eksepsi, mengabulkan eksepsi Termohon tersebut. Dalam pokok perkara, menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima," kata hakim tunggal Hariyadi pada Selasa (10/1) kemarin.

Nah, berikut alasan lengkap PN Jaksel tidak menerima praperadilan tersebut yang dikutip detikcom dari putusan tersebut, Jumat (13/1/2023):

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menimbang, bahwa dalam jawaban Termohon mengajukan eksepsi:

1. Eksepsi tentang Permohonan tidak Jelas dan Kabur (Obscuur Libel) tersebut, permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon adalah kabur, tidak berdasar dan tidak jelas (Obscuur Libel) sehingga permohonan Praperadilan sudah sepatutnya ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard),

ADVERTISEMENT

2. Eksepsi tantang Permohonan Prematur, permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon adalah Tanpa Alasan Berdasar Undang-Undang karena sudah jelas petitum yang diajukan oleh Pemohon Prematur, sehinggga permohonan sudah sepatutnya ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard),

3. Eksepsi terkait Permohonan Praperadilan merupakan materi Pokok Perkara, dengan demikian sudah jelas bahwa permohonan praperadilan yang diajukan oleh Pemohon adalah tanpa alasan berdasar Undang-Undang karena dalil-dalil yang diajukan oleh pemohon merupakan materi pokok perkara yang seharusnya diperiksa, diadili, dan diputus dalam persidangan oleh Majelis hakim pada pengadilan tindak pidana korupsi dan bukan kewenangan hakim tunggal pada persidangan praperadilan sehingga permohonan sudah sepatutnya ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard);

Menimbang, bahwa eksepsi Termohon yang tidak menyangkut kompetensi pengadilan atau kewenangan mengadili perkara praperadilan, namun eksepsi Termohon tersebut pada pokoknya mengenai formalitas surat permohonan, apakah permohonan praperadilan Pemohon tersebut memenuhi syarat formil suatu surat permohonan praperadilan baik dalam dalil atau posita maupun dalam petitumnya berdasar dalilnya, atau tidak berdasar hukum maka eksepsi tersebut dipertimbangkan dahulu sebelum memasuki dalam pokok perkara praperadilan;

Menimbang, bahwa dalam eksepsi angka 2 Termohon memberikan jawaban/ tanggapan sebagai berikut:
Petitum permohonan Praperadilan adalah memulihkan hak PEMOHON dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.

Terhadap petitum tersebut, TERMOHON memberikan jawaban/tanggapan sebagai berikut:

Permohonan memulihkan hak PEMOHON dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diajukan oleh PEMOHON dalam Posita angka 30 tersebut merupakan permohonan "rehabilitasi" dan berkaitan dengan dalil PEMOHON mengenai kerugian akibat penetapan PEMOHON sebagai Tersangka oleh TERMOHON. Permohonan rehabilitasi diatur dalam KUHAP dan berdasarkan definisi yang diatur dalam Pasal 1 angka 23 KUHAP bahwa:

"Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang- undang ini."

Adapun lingkup dari pengajuan upaya rehabilitasi yang dapat diajukan oleh Tersangka yang menjadi lingkup Praperadilan hanya meliputi permintaan rehabilitasi atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 97 ayat (3) KUHAP yang berbunyi:

"Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam Pasal 77."

Berdasarkan hal-hal tersebut maka mengingat perkara dugaan tindak pidana korupsi terhadap PEMOHON sampai saat ini masih dalam tahap penyidikan, bahkan sampai dengan Jawaban ini dibacakan, proses penyidikan masih berlangsung dengan melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi-saksi maka permohonan Rehabilitasi yang diajukan oleh PEMOHON adalah prematur. PEMOHON hanya dapat mengajukan permohonan rehabilitasi kepada lembaga Praperadilan sebagaimana ketentuan Pasal 97 ayat (3) KUHAP, yaitu apabila TERMOHON tidak mengajukan perkara aquo ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Dengan demikian, permohonan Praperadilan yang diajukan oleh PEMOHON adalah TANPA ALASAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG karena sudah jelas petitum yang diajukan oleh PEMOHON adalah PREMATUR, sehingga permohonan sudah sepatutnya ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard);
Menimbang, bahwa dalam hal permohonan praperadilan Pemohon petitum angka

5. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya, sebagaimana Pasal 1 angka 23 KUHAP:

Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang ....;

sebagaimana Pasal 97 ayat (3) tersebut sebagaimana dimaksud dalam pasal 95 ayat (2) yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri diputus oleh Hakim praperadilan yang dimaksud dalam pasal 77 huruf b. ganti rugi dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidana dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan, dalam Pasal 97 ayat (1): Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh Pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

Menimbang, bahwa berdasar pertimbangan ketentuan pasal tersebut dan alasan eksepsi angka 2 Temohon tersebut oleh karena perkara pidana Pemohon tersebut masih dalam proses tahap penyidikan oleh Termohon ataupun perkara pidananya belum dihentikan, karena itu dalil dengan petitum angka 5 tersebut dalam permohonan praperadilan tidak berdasar hukum maka eksepsi Termohon tersebut beralasan hukum sehingga eksepsi patut untuk dikabulkan;

Menimbang, bahwa oleh karena eksepsi Termohon telah dikabulkan maka eksepsi selain dan atau selebihnya tidak perlu dipertimbangkan lagi sehingga mengabulkan eksepsi Termohon tersebut;

Simak juga video 'Hakim Tak Terima Praperadilan Hakim Agung Gazalba Saleh':

[Gambas:Video 20detik]



Dalam POKOK PERKARA;

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan praperadilan yang diajukan Pemohon sebagaimana tersebut;

Menimbang, bahwa objek praperadilan menurut Pasal 77 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981, yaitu:
a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, dan menurut Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam putusan Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 telah menetapkan objek praperadilan yaitu sah tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan, dan dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2016 tanggal 19 April 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan, Pasal 1 ayat 1: Obyek Praperadilan a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan atau penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, penetapan tersangka, penyitaan dan penggeledahan;

Menimbang, bahwa dalam jawabannya Termohon menolak seluruh dalil-dalil permohonan praperadilan Pemohon kecuali yang secara tegas diakui oleh Termohon, maka Pemohon mengajukan surat-surat bukti dan saksi-saksi dan seorang ahli yang diajukan tersebut, menurut Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan, Pasal 2 ayat 2 dan ayat 4, bahwa pemeriksaan Praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara dan persidangan perkara Praperadilan tentang tidak sahnya penetapan tersangka, penyitaan dan penggeledahan dipimpin oleh Hakim Tunggal karena pemeriksaannya tergolong singkat dan pembuktiannya yang hanya memeriksa aspek formil;

Menimbang, bahwa oleh karena eksepsi Termohon tersebut telah dikabulkan maka dalam pokok perkara permohonan praperadilan ini tidak perlu dipertimbangkan lagi dan cukup menyatakan permohonan praperadilan Pemohon tidak dapat diterima maka membebankan kepada Pemohon membayar biaya perkara ini sebesar Nihil;

Memperhatikan, ketentuan Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2016 dan perundang-undangan lain yang bersangkutan;

Halaman 2 dari 2
(asp/dwia)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads