Koordinator Pusat Aliansi BEM Seluruh Indonesia (SI), Abdul Kholiq, meminta UU PPSK tentang kewenangan penyidikan tunggal kepada OJK dicermati lagi. Sebab, menurutnya UU PPSK ini berpotensi tumpang tindih dengan KUHAP.
"Power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely (Lord Acton), menyoal adanya kewenangan penyelidikan dan penyidikan yang di berikan tunggal pada OJK dalam UU PPSK seyogiyanya perlu di cermati dengan sebaik-baiknya, sehingga kewenangan tersebut jangan sampai menimbulkan permasalahan baru dengan menabrak aturan-aturan yang sudah ada sebelumnya," kata Abdul kepada wartawan, Sabtu (7/1/2023).
Abdul mengutip pernyataan Gustav Radbruch tentang tujuan terciptanya hukum yakni memperoleh kepastian hukum. Dia berharap UU PPSK ini dapat mewujudkan keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan kepastian hukum, maka akan menjamin seseorang dapat melakukan suatu perilaku yang sesuai dengan ketentuan dalam hukum yang berlaku dan begitu pula sebaliknya. Tanpa adanya kepastian hukum, maka seorang individu tidak dapat memiliki suatu ketentuan baku untuk menjalankan suatu perilaku," katanya.
Menurutnya, UU PPSK imi justru bertentangan dengan KUHAP. Dimana dalam KUHAP disebut penyidik adalah polisi dan PPNS.
"Perlu di perhatikan bahwa adanya UU PPSK terkhusus perihal kewenangan penyelidikan dan penyidikan telah bertentangan dengan aturan dalam KUHAP dimana didalam KUHAP disebutkan bahwa penyidik adalah pejabat polisi negara RI dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU," jelasnya.
Abdul menyebut berdasarkan Pasal 7 ayat 2 KUHAP, penyidik dalam Pasal 6 ayat 1 huruf b KUHAP dalam pelaksanaan tugasnya bereda di bawah koordinasi dan pengwasan penyidik Polri. Sehingga, lanjutnya, hal tersebut akan menimbulkan kerancuan pada hukum itu sendiri.
"Mengingat jika hukum acaranya mengatur secara tersendiri maka bisa diterapkan asas lex specialis derogaat legi generalis, namun apabila tidak maka substansi dalam UU PPSK tidak lah boleh bertentangan dalam KUHAP," ucapnya.
"Tujuan didalam penegakan hukum haruslah dimaksudkan untuk mencapai keadilan pada semua pihak, jangan sampai adanya ego sectoral dalam masing-masing lembaga menjadikan tujuan utamanya tidak tercapai," sambungnya.
Abdul berharap lembaga-lembaga penegak hukum harus saling bekerjasama dalam mengurus kasus tindak pidana di sektor keuangan. Hal ini bertujuan agar masyarakat dapat merasakan manfaat dari hukum itu sendiri atau dengan kata lain kemanfaatan dan kebahagiaan terbesar kepada sebanyak-banyaknya warga negara.
Diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diberi kewenangan menjadi satu-satunya institusi yang memiliki hak untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan. Hal itu diatur dalam Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
UU tersebut memperluas definisi Penyidik yang terdiri tidak hanya Penyidik Polri dan Penyidik PPNS namun juga mengadopsi Penyidik Pegawai Tertentu yang diangkat oleh OJK sebagai Penyidik OJK, serta penyidikan hanya dapat dilakukan oleh penyidik OJK.
Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno mengatakan, OJK sebagai lembaga yang mengatur, mengawasi, dan melindungi usaha di sektor jasa keuangan harus diberikan kewenangan dan kompetensi yang memadai.
"Itu sebabnya harus memiliki para penyidik yang profesional dan berintegritas, yang direkrut dan dilatih khusus sesuai ketentuan yang berlaku," katanya, Kamis (5/1/2023).
Redaksi detikcom telah meminta tanggapan ke Dewan Komisioner OJK mengenai kewenangan penyidikan tunggal di sektor keuangan ini, namun belum mendapatkan respons.