KPK mendeteksi sejumlah titik rawan korupsi dalam penyelenggaraan haji. Perbaikan sistem pun dikedepankan agar titik rawan itu tidak lantas menjadi bom waktu.
Berdasarkan kajian Direktorat Monitoring KPK bertajuk 'Pengelolaan Keuangan Haji' tahun 2019, terpotret beberapa pos titik rawan korupsi pada penyelenggaraan haji di Indonesia, salah satu contohnya markup biaya akomodasi, penginapan, biaya konsumsi, dan biaya pengawasan haji. Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan hal-hal ini perlu dicarikan solusinya.
"Faktanya menunjukkan ada perbedaan harga mulai dari biaya inap, itu cukup tinggi, termasuk biaya makan dan biaya pengawasan haji. (Berpotensi) timbul kerugian negara Rp 160 miliar waktu itu," kata Firli dalam keterangannya, Jumat (6/1/2023).
Hal itu disampaikan Firli dalam audiensi bersama Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (5/1). Selain itu, KPK juga menemukan permasalahan yakni penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tidak sesuai ketentuan dan berpotensi menggerus dana pokok setoran Jemaah di mana KPK menyebutkan sebagai contoh, pada tahun 2022, BPIH per satu orang Jemaah ialah Rp 39 juta dari biaya riil seharusnya Rp 98 juta per satu orang.
"Kalau ada masalah di kemudian hari, peluang, atau rentan korupsi harus diperbaiki sistemnya," ujar Firli.
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menambahkan, dari kajian KPK, diperlukan adanya harmonisasi regulasi dan hubungan kelembagaan antara BPKH dan Kementerian Agama. Dia mengatakan perlu ada penyelarasan substansi antara UU Nomor 34 Tahun 2014 dan UU Nomor 8 Tahun 2019.
Atas persoalan itu KPK merekomendasikan BPKH untuk menginventarisasi masalah dengan segera memperbaiki tata kelola dan menutup celah-celah permasalahan seperti menyusun SOP penyaluran dana kemaslahatan secara bertahap untuk yang bernilai signifikan serta memperbaiki kinerja investasi dan penempatan dalam rangka peningkatan nilai manfaat.
"Dari seluruh pihak pengelola dana publik (terpenting) adalah masalah etik dan conflict of interest. Kredibilitas ini dilihat publik bagaimana (BPKH) menjalankan baik yang kelihatan maupun yang secara terukur telah dijelaskan," kata Pahala.
Sementara itu, Kepala Badan Pelaksana BPKH Fadlul Imansyah mengucapkan terima kasih kepada KPK karena melalui kajian ini pihaknya dapat mengetahui pos-pos yang harus diperbaiki. Meskipun begitu, BPKH berkomitmen untuk menjadi lembaga antikorupsi dimana saat ini BPKH telah menggunakan wistleblowing system (WBS).
Terkait permasalahan disparitas harga, Fadlul menjelaskan pihaknya akan berkoordinasi bersama Kemenag dan Komisi VIII DPR RI termasuk saat ini, BPKH telah berkoodinasi intensif dengan Kemenag terkait penyelarasan UU untuk menemukan formula terbaik demi pengelolaan dana haji yang optimal. Di sisi lain, Pemerintah Saudi, menurut Fadlul, pada tahun 2030 memiliki visi meningkatkan kuota jumlah Jemaah haji dunia di mana Indonesia sebagai negara muslim terbesar diharapkan oleh Kerajaan Saudi untuk mengambil kuota lebih banyak lagi. Jika terealisasi maka hal ini dapat memangkas masa tunggu Jemaah.
"Pemerintah Saudi ingin meningkatkan kuota Jemaah dari dua juta menjadi lima juta. Tentunya ini menjadi tantangan kita untuk meningkatkan kualitas layanan haji dan tidak akan meningkat jika dananya tidak cukup," kata Fadlul.
Terkait disparitas tarif, ke depan BPKH dan Kemenag sedang membuat sebuah PT di Saudi untuk berinvestasi seluruh kebutuhan Jemaah haji asal Indonesia. Nantinya PT ini akan masuk ke ruang-ruang seperti pengelolaan penginapan atau logistik makanan yang dibolehkan oleh Saudi sehingga dapat menekan cost haji Jemaah.
"Dengan dukungan KPK, BPKH akan terus lanjut (bekerja) secara produktif meningkatkan kualitas layanan haji," tutupnya.
(mha/dwia)