Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menepis informasi yang menyatakan pihaknya menghindari tindak lanjut terpidana eksekusi mati. Kejagung hingga kini memang belum memiliki program terkait hal tersebut.
"Memang untuk tahun-tahun, termasuk tahun-tahunnya Pak Jaksa Agung (ST Burhanuddin) ini. Bukan artinya kita menghindari, tetapi belum ada program untuk ke sana," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana di Hotel Sultan, Jakarta Pusat pada Rabu (4/1/2023).
Kendati demikian, Ketut menuturkan hal tersebut tidak berarti menggantungkan nasib para terpidana mati. Kata dia, proses eksekusi mati membutuhkan waktu yang sangat panjang.
"Kejagung menyadari bahwa proses eksekusi mati seorang terpidana tidaklah mudah. Karena untuk melaksanakan hukuman mati itu adalah prosesnya sangat panjang, terkait dengan dunia internasional juga, terkait dengan citra Kejaksaan dan Negara," ucapnya.
Selain itu, Ketut menyatakan tindak lanjut eksekusi mati berbeda dengan hukuman pidana biasa. Ia menyebutkan, pihaknya masih menghargai adanya upaya hukum para terpidana mati.
"Sebab, ada unsur hak asasi manusia (HAM) yang harus dipertimbangkan. Selain itu, kejaksaan juga masih menghargai upaya hukum lain yang masih melekat dalam diri terpidana, seperti pengajuan grasi, amnesti, dan peninjauan kembali (PK)," pungkasnya.
Simak juga 'Jaksa Agung Pamer 2.103 Kasus Selesai Lewat Restorative Justice':