Kongres Advokat Catat 3 Peristiwa Hukum Menonjol 2022: KUHP Baru-Kasus Sambo

ADVERTISEMENT

Kongres Advokat Catat 3 Peristiwa Hukum Menonjol 2022: KUHP Baru-Kasus Sambo

Wildan Noviansah - detikNews
Selasa, 27 Des 2022 15:46 WIB
Pengacara Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR, Erman Umar (Wildan-detikcom)
Erman Umar (Wildan/detikcom)
Jakarta -

Kongres Advokat Indonesia (KAI) mencatat beberapa peristiwa hukum menonjol terjadi sepanjang 2022. Kasus-kasus itu antara lain pengesahan KUHP baru dan pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat yang menjerat Ferdy Sambo dkk.

"Pada tahun 2022 ini DPP KAI memperhatikan dan mencatat beberapa peristiwa hukum yang menonjol dan menarik perhatian publik yang tinggi," kata Presiden KAI Erman Umar kepada wartawan, Selasa (27/12/2022).

Erman mengatakan peristiwa hukum pertama yang menjadi perhatian publik adalah disahkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana baru oleh DPR. Dia mengatakan KUHP baru itu banyak menuai kritik karena dinilai membelenggu HAM.

"Padahal perjuangan untuk mengganti KUHPidana peninggalan kolonial Belanda tersebut telah berlangsung lama, hampir 50 tahun dan berganti-ganti masa pemerintahan sejak zaman Presiden Soekarno, dengan harapan KUHPidana yang dihasilkan oleh bangsa dan pemerintah sendiri akan menghasilkan KUHPidana yang lebih baik disbanding KUHPidana produk penjajah Belanda, ini menjadi dilema," ujarnya.

"Pemerintah dan penegak hukum terkait perlu segera menyosialisasikan aturan tersebut. Jika ternyata nanti penerapan KUHPidana tersebut banyak terjadi pelanggaran HAM, kesewenang-wenangan terhadap kebebasan masyarakat dalam berpendapat, maka KUHPidana tersebut harus direvisi," sambungnya.

Peristiwa hukum kedua yang menonjol, katanya, adalah kasus meme stupa yang menjerat mantan Menpora Roy Suryo. Dia menganggap kasus ini menggunakan pendekatan kriminalisasi.

"Roy Suryo di persidangan, mengungkapkan bahwa asal mula Tweet yang dia unggah menggunakan fitur 'Multi Quote Tweet' melalui akun pribadinya pada 10 Juni 2022 lalu. Tweet itu kata dia, tidak bertujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu maupun kejahatan berbau SARA. Tujuannya dengan semangat urun rembug dalam betuk kritik kepada Pemerintah dan satire kepada netizen pembuat meme. Di samping itu unggahan tersebut diniatkan untuk membantu menyuarakan keresahan masyarakat, termasuk umat Buddha terkait rencana kenaikan tarif masuk Candi Borobudur. Bahwa upaya kriminalisasi terhadap para pengkritik kebijakan pemerintah tersebut. Jika terus dilakukan, maka akan dapat menggerus kedudukan negara kita sebagai sebuah negara demokrasi," ujar Erman.

Ketiga, katanya, ada kasus pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat yang membuat mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo menjadi salah satu tersangka. Kasus ini, katanya, juga menjadi ujian berat bagi Polri.

"KAI maupun banyak pengamat hukum menilai penanganan perkara kematian almarhum Yosua ini oleh pihak Polri menjadi ujian berat bagi Instansi Polri sebagai penegak hukum. Karena disebabkan begitu lamanya penanganan perkara tersebut secara tidak benar. Pihak Polri dapat juga menyelesaikan penyidikan perkara tersebut secara profesional walaupun telat, dan sekarang proses perkaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah mendekati proses akhir, yang diperkirakan pada akhir bulan Januari tahun 2023 majelis hakim sudah membacakan putusannya," ujarnya.

Dia berharap kasus Sambo ini bisa berakhir dengan putusan yang memenuhi rasa keadilan. Dia berharap semua pihak berpatokan pada fakta-fakta persidangan, bukan opini di luar sidang.

"Yang perlu dijaga adalah objektivitas majelis hakim dalam memeriksa perkara ini yang harus berpatokan atas bukti-bukti yang terungkap dalam fakta persidangan, bukan opini yang berkembang di luar persidangan," ujarnya.

Erman pun berharap penegakan hukum pada 2023 lebih baik. Dia mengajak semua pihak mengawal penegakan hukum demi mencegah terjadinya kecurangan, terutama jelang Pemilu 2024.

"Berdasarkan catatan hukum akhir tahun 2022 yang dikemukakan tersebut di atas, KAI berharap agar pembentukan hukum harus dikaji dengan maksimal memenuhi nilai-nilai jiwa (volksgeist) bangsa dan memenuhi landasan pembentukan undang-undang (UU) baik landasan filosofis, sosiologis dan yuridis sehingga pemberlakuan UU yang baru dapat diterima masyarakat, dan kualitas penegakan hukum di masa datang berjalan dengan lebih baik. Serta dalam menghadapi pesta demokrasi negara kita tahun 2024 ini perlu dikawal dan diantisipasi mengingat pesta demokrasi Pileg dan Pilpres sudah dekat dan agar terhindar dari segala bentuk kecurangan untuk mendapatkan kekuasaan," tuturnya.

(wnv/haf)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT