Kenangan Rektor Paramadina soal Sosok Ridwan Saidi Egaliter dan Humoris

Kenangan Rektor Paramadina soal Sosok Ridwan Saidi Egaliter dan Humoris

Farih Maulana Sidik - detikNews
Minggu, 25 Des 2022 19:17 WIB
Prof Dr Didik J. Rachbini ketika menyampaikan makalah utama Lembaga Pengkajian MPR
Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini (Foto: Dok MPR)
Jakarta -

Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini, mengenang sosok Ridwan Saidi, budayawan Betawi yang meninggal pagi tadi. Didik menilai Ridwan Saidi sosok yang selalu kritis terhadap pemerintah sejak zaman Presiden Soeharto hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Didik bernostalgia saat dirinya masih menjadi mahasiswa tahun 1980-an dan belajar berorganisasi. Menurutnya, Ridwan Saidi sudah malang melintang sebagai anggota DPR dari PPP.

"Saya kenal secara pribadi sebagai aktivis HMI dan berinteraksi terus menerus setidaknya 2-3 tahun pada 1983-85 sebelum saya melanjutkan kuliah S2 dan S3. Orangnya egaliter, gaya bicaranya berintonasi kuat, tetapi sangat humoris sambil mengejek apa dan siapa yang diktiriknya," kata Didik dalam keterangan tertulisnya, Minggu (25/12/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Didik mengatakan di jagat politik nasional, suara Ridwan Saidi nyaring tetapi tidak mampu mengubah peta politik Orde Baru yang sangat kuat saat itu. Menurutnya, berbeda dengan kelompok Petisi 50 yang langsung ditumpas Orde Baru karena frontal head to head dengan Soeharto, kritik Ridwan Saidi lebih lunak dan lewat status formalnya sebagai anggota DPR sehingga tidak pernah sedikit pun ada indikasi untuk ditangkap.

"Kekuatan oposisi tidak ada artinya di tengah kekuatan politik otoriter pada waktu itu. Tetapi kritik-kritik yang dilontarkan memberikan pelajaran bahwa dalam demokrasi harus ada suara lain yang berbeda dan mungkin bisa menjadi alternatif. Simbol kritik yang menggema secara nasional itu ada pada figur Ridwan Saidi," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Dia menyebut seumur hidupnya, Ridwan Saidi berada di luar lingkar kekuasaan dan tidak menyesal memainkan peranan kritis terhadap kekuasaan tersebut. Ridwan Saidi, kata Didik, adalah aktivis HMI lulusan Universitas Indonesia yang ditempa sejarah aktivisme sangat panjang bersamaan dengan perubahan besar di negeri ini, mulai dari Orde Lama, Rovolusi Kudeta PKI dan Orde Baru, masa transisi sulit kejatuhan Orde Baru, sampai masa demokrasi bebas sekarang ini.

"Ketika hampir dua dekade pasca reformasi, demokrasi mengalami kemunduran. Ridwan Saidi bersuara di publik agar pemerintah tidak main tangkap terhadap lawan politiknya. Tindakan penangkapan sejumlah aktivis seperti Ahmad Dhani, Buni Yani dan Slamet Ma'arif dan lain-lain diyakini dengan perlakuan hukum diskriminatif. Penegakan hukum era Jokowi akan menjadi sorotan internasional, terutama Komnas HAM Internasional," ujarnya.

"Tidak hanya beberapa orang tersebut, banyak ulama, aktivis Jumhur Hidayat dan Dr Syahganda Nainggolan diberangus aparat hanya gara-gara posting WA kritis terhadap pemerintah. Aura pemerintahan yang otoriter mulai kelihatan karena konsolidasi kekuasaan hampir mutlak seperti di parlemen menguasai 82 persen dan aparat berpusat kepada presiden. Menurut saya figur seperti Ridwan Saidi diperlukan untuk menjaga demokrasi agar tidak tergelincir mengarah ke otoriter," tambahnya.

Simak video 'Sandiaga Uno Kenang Sosok Ridwan Saidi: Seperti Ensiklopedia Berjalan':

[Gambas:Video 20detik]



Simak selengkapnya di halaman selanjutnya:

Didik menilai Ridwan Saidi tidak hanya kritis terhadap masalah politik, tapi Ridwan Saidi juga kerap mengkritik masalah pembangunan. Termasuk rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Nusantara di Kalimantan Timur.

"Dengan mengatakan bahwa pemerintah boleh saja mempunyai rencana memindahkan ibu kota ke wilayah manapun. Namun, ia ragu langkah tersebut tidak akan terealisasi karena tidak didukung rakyat. Kalau gagasan yang jumpalitan tidak jelas dan terburu-buru biasanya kagak bakal jalan," kata Didik seperti menirukan argumen Ridwan Saidi.

Namun, kata Didik, meskipun selalu kritis, Ridwan Saidi juga bisa memuji pemerintah dalam hal ini Joko Widodo (Jokowi) saat menjadi Gubernur DKI Jakarta. Menurutnya, Ridwan Saidi salut terhadap Jokowi yang memiliki kepedulian untuk membangun perkampungan budaya Betawi di Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

"Pembangunan kampung Betawi sangat baik untuk melestarikan budaya Betawi yang mulai terancam eksistensinya. Di Singapura saja ada kampung Melayu yang dipelihara. Selamat jalan Bang Ridwan," imbuhnya.

Ridwan Saidi Meninggal Dunia

Budayawan Betawi Ridwan Saidi meninggal dunia pagi ini. Sang budayawan meninggal dunia di RSPI Bintaro, Tangerang Selatan.

Berdasarkan keterangan keluarga yang diterima detikcom dari Anggota DPR Fadli Zon, Ridwan meninggal dunia pada pukul 08.35 WIB. Setelah sebelumnya, ia menjalani perawatan akibat pecah pembuluh darah di rumah sakit tersebut.

"Telah berpulang dengan tenang Suami, Ayah dan Dato kami tercinta Bapak Ridwan Saidi pada hari Ahad, 25 Desember 2023 pukul 08:35 di RSPI Bintaro Tangsel," demikian keterangan dari pihak keluarga, Minggu (25/12).

Keluarga memohon doa atas kepergian Ridwan Saidi. Keluarga juga meminta maaf atas kekhilafan almarhum semasa hidup.

Halaman 2 dari 2
(fas/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads