Membedah Klaim PM Belanda Sejuta Orang Diperbudak VOC

ADVERTISEMENT

Membedah Klaim PM Belanda Sejuta Orang Diperbudak VOC

Danu Damarjati - detikNews
Rabu, 21 Des 2022 17:42 WIB
Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte saat berkunjung ke Indonesia.
Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte (Andhika Prasetia/detikcom)
Jakarta -

Perdana Menteri (PM) Belanda, Mark Rutte, menyebut sejuta orang diperbudak di era VOC. Dia meminta maaf atas perbudakan masa lalu tersebut. Sejarawan dari Universitas Indonesia membedah klaim Mark Rutte. Dia sangsi akan kebenaran pernyataan Mark Rutte.

"Belanda nggak sehebat itu menurut saya," kata sejarawan dari UI, Bondan Kanumoyoso, dalam diskusi virtual Megawati Institute bertajuk 'Kolonialisme, Perbudakan, dan Kapitalisme: Meminta Maaf kepada Indonesia', Rabu (21/12/2022).

Dia merasa catatan soal sejarah Belanda sering dibesar-besarkan. Bondan telah memeriksa sensus di Batavia era Hindia Belanda. Pemerintahan kolonial sudah mengadakan sensus sejak 1676 tiap tahun. Dari sensus diketahui, jumlah orang Belanda sedikit sekali.

"Orang Belanda nggak pernah lebih dari 2,5% dari total penduduk Jakarta (Batavia). Mereka kelihatan dominan karena selalu muncul dalam penulisan sejarah yang ditulis mereka sendiri," kata Bondan.

Budak punya Belanda vs budak punya bumiputra

Dia lantas mengulas soal perbandingan jumlah budak yang dimiliki pihak Belanda dengan jumlah budak yang dimiliki bumiputra. Satu orang Belanda dapat memiliki budak sampai ratusan orang. Meski demikian, tidak setiap orang Belanda di Hindia-Belanda waktu itu mempunyai budak.

Di sisi lain, orang Belanda cuma minoritas dalam kuantitas. Lebih banyak orang bumiputra ketimbang orang Belanda. Jumlah budak yang dimiliki orang bumiputra lebih banyak ketimbang yang dimiliki orang Belanda.

"Perdagangan (budak) juga sebenarnya didominasi oleh bumiputra," kata Bondan.

Budak-budak itu didatangkan oleh orang Bali dari kasta-kasta rendah yang kalah perang. Orang-orang Makassar membawa budak dari wilayah timur. Para budak diperdagangkan di pasar budak dengan pembelinya dari pelbagai etnis, baik bumiputra maupun bukan.

"Di Batavia, yang membeli budak itu macam-macam. Orang Belanda cuma salah satunya (konsumen pasar budak)," kata Bondan.

Untuk konteks Indonesia (sebelum ada Indonesia), perbudakan agak sulit diidentifikasi pantauan mata. Soalnya, warna kulit budak dan majikan sama saja. Ini lain dengan bangsa Eropa yang memperbudak ras lain, identifikasi secara fisik dapat dideteksi dengan lebih mudah. Juga, budak di kalangan bumiputra juga tidak sama seperti konsep budak Barat karena bisa jadi budak di kalangan pribumi membebaskan diri dan lebih kaya ketimbang mantan majikannya.

"Perlu diklarifikasi jumlah yang dikatakan Belanda, karena kita sendiri yang lebih aktif dalam melakukan perbudakan meskipun warna kulitnya sama (antara budak dan majikan)," kata Bondan.

Permintaan maaf yang disampaikan Mark Rutte menyebut daerah yang kena perbudakan selama masa penjajahan Belanda. Dia menyebut pada 1814, lebih dari 600 ribu orang Afrika diperbudak dan dikapalkan ke Benua Amerika oleh pedagang budak Belanda. Mereka dibawa ke Suriname, Curacao, dan Sint Eustatius di Karibia.

Di Asia, lebih dari 660 ribu orang hingga lebih dari sejuta orang diperdagangkan sebagai budak di bawah otoritas VOC atau Perusahaan Dagang Hindia Timur Belanda. Di sini, Mark Rutte tidak menyebut nama Indonesia. Saat zaman VOC, nama Indonesia tentu saja belum ada. Namun wilayah yang dulu menjadi wilayah operasi VOC juga meliputi wilayah Indonesia modern saat ini. Pidato ini dapat disimak di kanal YoTube Minister-president Mark Rutte.

(dnu/imk)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT