Pemilik Gudang Garam saat ini, Susilo Wonowidjojo, digugat Bank Mega. Dalam gugatan itu, orang terkaya ke-14 di Indonesia itu diminta mengembalikan utang Rp 112 miliar dan kerugian immateriil Rp 100 miliar.
Gugatan tersebut disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo pada Rabu (21/12/2022) siang dengan agenda mendengarkan keterangan ahli. Perkara tersebut mengantongi nomor 101/Pdt.G/2022/PN.Sda.
Dalam sidang kali ini, ahli dari penggugat digali keterangannya soal kaitan penyelesaian sengketa perdata vs penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Ia adalah ahli hukum perdata dan perjanjian asal Atma Jaya dan UPH, Dr Samuel MP Hutabarat, SH, MHum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat sidang, Samuel menjelaskan mengenai akibat hukum dari suatu perjanjian yang sudah sah. Menurutnya, sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata, terhadap sesuatu perjanjian yang sah, maka perjanjian itu mengikat bagi para pihak.
"Untuk itu, para pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut harus mematuhinya (asas pacta sunt servanda). Pasal 1233 juncto 1234 KUH Perdata mengatur bahwa setiap perjanjian yang sah itu melahirkan perikatan dan objek dari perikatan itu disebut prestasi dalam bentuk berbuat sesuatu, tidak berbuat sesuatu, atau memberikan sesuatu," kata Samuel di hadapan Irijanto Prijatna Utama, ketua majelis hakim di PN Sidoarjo, Rabu (21/12/2022).
"Jika salah satu pihak tidak memenuhi hal-hal (prestasi) yang sudah disepakati dalam suatu perjanjian, sesuai Pasal 1243 KUH Perdata menyatakan bahwa jika salah satu pihak lalai memenuhi perikatan yang timbul atau lahir dari suatu perjanjian, maka pihak tersebut dikatakan telah wanprestasi (ingkar janji), sehingga harus bertanggung jawab untuk menanggung kerugian yang diderita oleh pihak lainnya," lanjutnya.
Ketika disinggung kuasa hukum penggugat perihal kedudukan direksi dalam suatu perusahaan itu diangkat dan diberhentikan oleh pemegang saham, jika direksi melakukan suatu tindakan yang merugikan pihak lain. Ia meminta pencerahan tentang pihak lain yang dirugikan tersebut dapat meminta pertanggungjawaban dari pemegang saham berdasarkan Pasal 1367 KUH perdata.
"Dikarenakan direksi diangkat dan diberhentikan oleh pemegang saham, serta direksi merupakan pihak yang mewakili para pemegang saham dalam melaksanakan pekerjaannya, maka pemegang saham dapat dimintakan pertanggungjawaban atas tindakan direksi yang merugikan pihak lain tersebut," ujarnya.
Samuel menegaskan pemegang saham yang melepas saham dari debitur, padahal tindakan itu dilarang dalam perjanjian kredit. Menurutnya, bicara masalah utangnya dan bukan masalah badan hukumnya, ketika suatu PT dipailitkan, artinya mereka hanya tidak mampu membayar utang, tapi bukan berarti PT-nya bubar, dan tetap wajib membayar utang.
"Misalnya, direksi PT B adalah orang yang diangkat dan diberhentikan serta mewakili pemegang saham, dalam hal ini adalah Tuan X. Oleh karena itu, jika PT B yang dalam hal diwakili oleh direksi mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada pihak lain, padahal itu dilarang oleh PK antara debitur dengan kreditur, maka Tuan X sebagai pemegang saham dari PT B dapat diminta pertanggungjawaban dengan menggunakan Pasal 1367 ayat 3 KUH Perdata karena direksi PT B adalah orang yang berada dalam tanggung jawab Tuan X sebagai pemegang saham dari PT B," tuturnya.
"Di mana Pasal 1367 ayat 3 menyatakan bahwa seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya," sambung dia.
Lantas, dari pihak tergugat melalui kuasa hukumnya, Gunadi Wibakso, meminta penjelasan ahli tentang contoh seorang direktur melakukan perbuatan melawan hukum. Misalnya, PT A adalah debitur dan kreditur, sedangkan PT B adalah pemegang saham.
"Ahli mengatakan PT B melakukan jual beli saham, maka Tuan X yang jadi pemegang saham, lalu bagaimana kedudukan anggaran dasar?" tanya dia.
"Hubungan keperdataan, maka hubungan direksi dihentikan oleh pemegang saham, jadi ketika orang melanggar hukum, maka orang yang harusnya mengawasi atau memberikan saran. Direksi mewakili PT B untuk mengalihkan saham PT A yang masih terikat perjanjian kredit. Letak perbuatan melawan hukum dan kaitannya dengan pemegang saham adalah harusnya dia melakukan pengawasan saham di PT A, karena terikat dalam perjanjian kredit," kata Samuel.
"Saya melihat dari kacamata 1367 KUH Perdata, ada tanggung jawab pemegang saham dari si direksi yang melanggar hukum, dalam konteks keperdataannya dan parameter yang saya pakai, seharusnya si pemegang saham melarang atau tidak memperbolehkan karena direksi di bawah pengawasan pemegang saham, maka seharusnya tidak mengizinkan untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum," lanjutnya.
Selanjutnya awal mula kasus >>>
Lihat juga Video: RI Kalah Gugatan Penyetopan Ekspor Nikel, Moeldoko: Harus Berjuang Habis-habisan
Bagaimana kasus itu bermula?
Kasus bermula saat Bank Mega mengucurkan dana kredit ke PT Hair Star Indonesia. Saat proses kredit, Susilo berstatus sebagai Dirut PT Hair Star Indonesia. Belakangan, Susilo tidak lagi menjabat sebagai Dirut.
Dalam perjalanan bisnis perusahaan, PT Hair Star Indonesia mengalami masalah sehingga roda perusahaan terhambat. PT Hair Star Indonesia memilih mengajukan proses hukum lewat PKPU. Namun Bank Mega menilai sebaliknya dan menggugat 11 pihak ke PN Sidoarjo dengan tergugat I Susilo Wonowidjojo.
Berikut di antara petitum Bank Mega:
1. Menghukum TERGUGAT 1, TERGUGAT 2, TERGUGAT 3, TERGUGAT 4, TERGUGAT 5, TERGUGAT 6, TERGUGAT 7, TERGUGAT 8 dan TERGUGAT 9 untuk secara tanggung-renteng membayar ganti kerugian secara tunai dan sekaligus kepada PENGGUGAT yakni kerugian materiil sebesar Rp. 112.003.007.832,23,- (seratus duabelas milyar tiga juta tujuh ribu delapan ratus tigapuluh dua Rupiah koma duapuluh tiga sen) dan kerugian immateriil sebesar Rp.100.000.000.000,- (seratus milyar Rupiah) secara tunai dan sekaligus.
2. Menghukum TERGUGAT 1, TERGUGAT 2, TERGUGAT 3, TERGUGAT 4, TERGUGAT 5, TERGUGAT 6, TERGUGAT 7, TERGUGAT 8 dan TERGUGAT 9 untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka di surat kabar harian Kompas, Media Indonesia dan Bisnis Indonesia selama 3 (tiga) hari kerja berturut-turut dengan ukuran 1 (satu) halaman penuh dan biaya yang ditanggung sepenuhnya oleh TERGUGAT 1, TERGUGAT 2, TERGUGAT 3, TERGUGAT 4, TERGUGAT 5, TERGUGAT 6, TERGUGAT 7, TERGUGAT 8 dan TERGUGAT 9 paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah Putusan dalam perkara a quo dibacakan.
Lalu, apa kata Susilo Wonowidjojo?
Saat ditemui seusai sidang, pengacara Susilo Wonowidjojo, Gunadi Wibakso, menyatakan ilustrasi yang disampaikan pada penggugat itu masuk dalam ranah wanprestasi. Menurutnya, yang dilanggar adalah klausul dalam perjanjian, sementara gugatan yang diajukan adalah perbuatan melawan hukum.
"Sehingga sangat keliru, ahli menyampaikan dasarnya adalah perjanjian kredit, sementara yang menandatangani perjanjian kredit hanya penggugat dengan tergugat 10, pihak lain yang tidak menandatangani tidak terikat dalam perjanjian itu. perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang mengikatkan diri dengan membubuhkan tanda tangan," ujar dia.
Ia membantah, sangat keliru jika tergugat 1 sampai 7 ditarik dalam perkara ini. Menurutnya, dalam Pasal 1367 KUH Perdata, perbuatan melawan hukum, pemegang saham bisa dimintai pertanggungjawaban.
"Itu pembuktiannya panjang dan masuk pembuktian materiil, sementara perdata adalah pembuktian formil. Kami akan melengkapi pembelaan dan bukti-bukti kami dengan menghadirkan satu ahli hukum perdata," tutup Gunadi.