Anggota Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menyorot persoalan ketua RW di Pantai Mutiara, Pluit, Jakarta Utara, Santoso, yang diduga dicopot oleh Lurah Pluit karena berbicara mengenai praktik pungutan liar (pungli) di lingkungannya. Sahroni meminta Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono memecat Lurah Pluit tersebut.
"Saya dengan tegas meminta Pak Heru (Pj Gubernur DKI Jakarta) untuk mencopot Lurah Pluit tersebut," kata Sahroni dalam keterangannya, Selasa (20/12/2022).
Sahroni beralasan apa yang dilakukan Lurah Pluit tersebut merupakan sikap arogansi. Dia juga mengutuk sikap kesewenang-wenangan lurah tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hal ini karena keputusannya telah menunjukkan sebuah sikap arogansi dan kesewenang-wenangan yang keterlaluan," ucap Sahroni.
Lebih lanjut, anggota DPR dapil DKI Jakarta III ini juga mengingatkan bahwa lurah tidak bisa sewenang-wenang memecat ketua RW. Sebab, menurut dia, ketua RW dipilih oleh masyarakat secara demokratis.
"Lurah jangan sewenang-wenang mencopot ketua RW, karena perlu diketahui bahwa ketua RW ini dipilih secara demokratis oleh warga, bukan diangkat atau ditunjuk oleh lurah semata. Jadi pemecatannya sangat tidak dibenarkan," ujarnya.
Sebelumnya, ketua RW di Pantai Mutiara, Pluit, Jakarta Utara, Santoso, dicopot oleh Lurah Pluit. Santoso diduga dicopot karena bicara mengenai praktik pungutan liar (pungli) di lingkungannya.
"Jadi soal yang namanya pungli lahan fasos (fasilitas sosial). Jadi fasum (fasilitas umum) fasos itu diobjekkan oleh yang namanya oknum Jakpro melalui anak usahanya, memaksakan meminta sewa kepada kami warga Pantai Mutiara di RW 016," kata Santoso saat dimintai konfirmasi, Selasa (20/12).
Santoso menjelaskan, kawasan elite Perumahan Pantai Mutiara berdiri sejak 1996. Namun, sejak puluhan tahun berdiri, developer perumahan tak kunjung melakukan serah terima fasum dan fasos kepada Pemprov DKI Jakarta melalui Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD).
"Jadi lahan fasum fasos dikelola pengembang dari 1996, sampai sekarang udah puluhan tahun, jadi itu tidak dikembalikan haknya kepada BPAD, kepada pemda," jelas dia.
Lihat juga Video: Langkah Ganjar Gaet Investor: Babat Habis Pungli-Mudahkan Perizinan
Santoso mengatakan menerima bukti berkaitan perjanjian PT JakPro dan anak usahanya.
"Kami juga terima dokumen yang diberikan adalah dokumen sewa-menyewa antara JakPro dan Jakarta Utilitas Propertindo. Surat sewa menyewa antara JakPro dan anak usahanya lokasinya di luar Pantai Mutiara, malah di Jalan Pluit Karang Timur dan Taman Pluit Putri, tapi dengan dasar perjanjian ini, Jakarta Utilitas Propertindo menyewakan kepada Indosat. Di dalam surat sewa-menyewa yang dilampirkan, lebih lucu lagi, lokasi sewanya di Pantai Mutiara blok A, sementara yang berdiri saat ini ada di blok Z, itu terpisah jauh," ucapnya.
"Fasum fasom yang berdekatan dengan fasos yang ada, disewakan dengan ilegal. Jadi dibuat seperti adanya kerja sama dengan JakPro dan pengembang dan pemilik tower BTS yang ada," sambungnya.
Santoso bahkan menyebut warga dipungut biaya sewa kantor RW senilai Rp 130 juta. Nilai nominal sewa ini untuk beberapa tahun ke depan. Dia pun meyakini ada oknum pemerintah daerah yang turut andil dalam praktik pungli ini.
"Ini sengaja dibuat seperti ini supaya jadi objek anak usaha JakPro, yang disewain untuk macam-macam, bahkan kami sebagai warga harus membayar itu dalam kepengurusan RW lama kami bayar Rp 130 juta lebih untuk sewa itu," ucapnya.
"Jadi ada oknum Pemprov yang bermain kalau kami indikasikan," sambungnya.
Terkait hal ini, Santoso mengaku telah berupaya menjelaskan dugaan praktik pungli ini kepada lurah dan camat setempat. Namun dirinya mendapatkan surat peringatan hingga berujung pencopotan dari jabatannya sebagai ketua RW.