PPP Sebut KUHP Baru Dibuat Selaras dengan Budaya Indonesia

Inkana Putri - detikNews
Senin, 19 Des 2022 09:44 WIB
Foto: Dok. PPP
Jakarta -

Anggota Komisi III DPR RI dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai pembuatan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidaklah mudah. Menurutnya, KUHP baru itu tidak lepas dari konteks Indonesia yang terdiri dari berbagai agama, budaya, dan suku yang berbeda dari Sabang sampai Merauke.

"KUHP yang kita buat adalah KUHP Indonesia sehingga tidak lepas dari konteks Indonesia. Tentu membuat sebuah KUHP dalam negara multiagama dan wilayahnya begitu luas bukan pekerjaan gampang," ujar Arsul dalam keterangan tertulis, Senin (19/12/2022).

Hal ini disampaikannya saat menjadi pemateri seminar 'Merespon Kritik Pengesahan KUHP' yang digelar Fraksi PPP DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (14/12).

Lebih lanjut, Arsul mengatakan KUHP baru tidak berlaku untuk seluruh dunia atau barat, melainkan khusus untuk Indonesia. Ia mengungkapkan kontrak sosial bernegara masyarakat Indonesia dengan kontrak sosial bernegara masyarakat Jerman, Prancis dan negara lain berbeda.

"Dari sana memang memiliki cara berpikir yang diajari seperti hukum barat, yang mana memiliki paradigma utama negara tidak boleh masuk ke ruang privat warga negara atau akan melanggar hak asasi manusia," jelasnya.

Wakil Ketua MPR RI ini pun mengatakan hal ini dapat dilihat dari UUD 45 untuk memahami konteks. Arsul pun menyarankan untuk membaca risalah atau rapat seperti dalam Sidang BPUPKI. Negara-negara seperti Prancis atau Jerman, katanya, tidak memiliki konstitusi negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Arsul menambahkan Undang-Undang memang merupakan produk hukum. Namun, prosesnya dapat dibilang politik karena DPR memang lembaga politik. Meski demikian, ia mengatakan agar pembuatan UU untuk tidak lari dari semua aspek ketika dalam pembuatannya tidak bisa memperjuangkan semua pihak.

"Jauh memang atau tidak sempurna, kalau ukurannya syariat Islam. Tapi kan kita sepakati negara ini bukan negara Islam dan bukan negara sekuler. Maka itu, kita ambil jalan tengah," paparnya.

Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej mengaku perumusan KUHP baru telah melibatkan publik, yaitu melalui dialog dengan berbagai kelompok masyarakat, akademisi, hingga tokoh masyarakat. Dialog tersebut digelar untuk menyerap aspirasi untuk perumusan KUHP baru.

"Banyak yang mengatakan KUHP ini tidak melibatkan publik. Tanggapan saya itu hoaks. Ini jangan hanya dilihat proses di DPR, tapi juga perlu dilihat proses lain seperti dengan melibatkan koalisi masyarakat sipil, tokoh masyarakat dan lainnya, untuk menangkap berbagai aspirasi," ungkapnya.

Edward pun menyampaikan pesan Presiden Jokowi yang meminta untuk terus berdialog dalam mensosialisasikan KUHP baru kepada masyarakat secara luas. Oleh karena itu, ia pun mengapresiasi seminar yang diselenggarakan Fraksi PPP DPR RI.

"Pemerintah dan DPR sepakat untuk terus melakukan dialog publik untuk memberikan penjelasan terkait KUHP nasional. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya dengan forum ini karena dengan forum ini kita melakukan dialog dan sosialisasi KUHP," tutupnya.

Sebagai informasi, hadir juga Guru Besar Hukum UGM Marcus Priyo dan Guru Besar Hukum Pidana Islam UIN Syarif Hidayatullah Amin Suma sebagai pemateri seminar Fraksi PPP DPR RI. Seminar ini dibuka oleh Ketua Fraksi PPP DPR RI Amir Uskara.

Simak juga 'Saat Tuntut Cabut KUHP, Elemen Mahasiswa Geruduk DPR!':






(akd/ega)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork