Overpopulasi kucing liar mempengaruhi kesehatan serta keselamatan kucing itu sendiri. Tak jarang, kucing liar dapat ditemukan dalam keadaan mengenaskan di jalan. Mulai dari kelaparan hingga luka-luka karena kecelakaan atau dianiaya.
Permasalahan ini mendorong Dita Agusta mendirikan shelter kucing bernama Rumah Kucing Parung. Kini, penampungan kucing ini dihuni oleh lebih dari 600 kucing liar yang ditemukan sang pendiri.
Semua bermula dari kecintaan Dita terhadap kucing. Pada tahun 2000, setelah Dita melahirkan anak keduanya, ia memutuskan untuk memelihara kucing bersama suami. Namun, hatinya terketuk melihat kucing-kucing liar di jalanan yang tidak hidup layak seperti kucing peliharaannya. Tak hanya sulit mencari makan, namun kucing liar juga seringkali menjadi obyek penyiksaan manusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut pengamatan saya, yang paling banyak itu kucing di jalanan itu yang malnutrisi. Nah, nanti merambat lagi ke yang luka-luka akibat penganiayaan. Jadi orang udah nggak suka, mereka pukul, mereka siram dengan air panas, mereka tembak, diracun pula. Kayaknya hidupnya tuh jomplang banget gitu kan dengan kucing yang kita pelihara dengan baik," terang Dita di program Sosok detikcom.
Sejak saat itu, Dita tak pernah lupa membawa tas kucing dan makanan kucing saat bepergian. Sehingga, ia siap jika sewaktu-waktu menemukan kucing liar yang kelaparan dan butuh bantuan.
tidak berhenti di situ, Dita pun mulai membawa pulang kucing-kucing liar dengan kondisi memperihatinkan.
Lika-liku mencari adopter, halaman selanjutnya.
Hingga akhirnya ada 30 ekor kucing liar yang tinggal di rumahnya, suami Dita pun memiliki ide untuk membangun rumah kucing yang menyatu dengan kediaman mereka. Saat itu, sang suami membeli tanah seluas 500 meter persegi untuk tempat kucing-kucing Dita. Tanah tersebut nantinya juga akan menjadi hunian kucing-kucing yang diselamatkan Dita dari jalanan.
"Jadi itu, kita sekeluarga sepakat, untuk menjadikan Rumah Kucing ini ya rumah untuk semua kucing yang membutuhkan rumah," kenang Dita.
Maka, di rumah tersebut Dita mengasuh kucing-kucing liar yang ditemuinya di jalanan. Mulai dari memberi makan, vitamin, melakukan sterilisasi, dan membawa kucing-kucing ini berobat saat dibutuhkan.
Meski Dita dengan senang hati merawat kucing-kucing ini, namun ia tetap berusaha mencarikan adopter untuk kucing yang ia selamatkan. Menurutnya, kucing-kucing ini bisa hidup lebih sejahtera saat diadopsi.
Prosedur adopsi kucing Dita juga tak sembarangan. Calon pengadopsi harus menemui Dita secara langsung, berinteraksi dengan para kucing, melakukan wawancara dengan Dita, serta perjanjian hitam di atas putih dengan materai. Kemudian, akan ada pula survei ke rumah pengadopsi setelah ia membawa pulang kucing dari rumah Dita.
Saat ini, kucing liar yang ditampung Dita sudah mencapai lebih dari 600 ekor. Dita juga tak lagi mencari kucing liar di jalanan. Kini, ia lebih sering menerima kucing liar yang dibawa orang-orang ke Rumah Kucing Parung.
Dita juga sudah tak merawat kucing-kucing ini sendirian. Dengan bantuan beberapa karyawan, Dita merawat kucing-kucing liar di Rumah Kucing Parung setiap hari.
Merawat ratusan kucing tentu bukan perkara mudah, terutama dari segi biaya. Untuk makan saja, kucing-kucing ini menghabiskan satu sampai dua karung pakan kucing tiap harinya. Oleh karena itu, Rumah Kucing Parung selalu menerima donasi dari mereka yang peduli.
Perbuatan baik tidak lepas dari gunjingan, halaman selanjutnya.
"Semua biaya operasional di Rumah Kucing adalah donasi orang. Jadi, saya tidak punya donatur tetap. Semua, banyak pihak, dari mulai perorangan, sampai produsen makanan kucing, itu membantu kita di sini untuk kehidupan mereka. Alhamdulillah. Mudah-mudahan ya rezekinya lancar terus untuk mereka hidup di sini," kata Dita.
Omongan miring dari orang-orang sekitar tentang shelter kucing juga terkadang membuat Dita terusik. Beberapa orang menganggap bahwa shelter kucing bukan tempat baik untuk kucing. Namun, Dita memilih untuk menganggapnya sebagai pengingat agar memastikan bahwa shelter-nya layak untuk dihuni ratusan kucing-kucingnya.
"Ada sebagian orang yang beranggapan shelter itu bukan tempat yang baik untuk kucing. Jadi, saya hanya bisa membuktikan saja, walaupun ya tidak ada yang sempurna. Tapi menurut saya justru kritik-kritik orang itu buat pembelajaran kita bagaimana membuat rumah kucing atau shelter itu memang suatu tempat yang layak untuk mereka tinggal dibanding mereka harus berkeliaran di luar dengan kondisi yang memang buat saya di Indonesia ini belum bisa dibilang aman," jelas Dita.
Dita merasa akan menjalani peran sebagai 'ibu' dari kucing-kucing sampai akhir hidupnya. Baginya, hidup yang paling ideal adalah saat ia dan keluarga memelihara hewan.
"Manusia itu memang sebenarnya kalau menurut saya lebih seimbang lagi hidupnya kalau juga memelihara hewan, gitu. Jadi memang buat saya karena kecintaan saya terhadap kucing yang memang mungkin sudah sehati ya, kalau ditanya sampai kapan ya seumur hidup saya," kata Dita.