Bakal calon presiden dari Partai NasDem, Anies Baswedan, sempat menyinggung pemerintah saat ini terkadang mematikan kritik. PKB membantah pernyataan Anies.
"Faktanya, masyarakat masih bisa memberikan kritik secara terbuka, dan Pak Jokowi sendiri terbuka untuk itu. Secara umum pemerintah masih memberi ruang yang luas untuk kritik," kata Ketua DPP PKB Daniel Johan saat dihubungi, Sabtu (17/12/2022).
Daniel Johan menyebut kritik itu akan diterima pemerintah selama yang disampaikan bukanlah hoax atau ujaran kebencian. Menurutnya, selama memiliki dasar fakta, pemerintah terbuka terhadap kritik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentu bukan untuk hoax dan ujaran kebencian. Selama memiliki dasar fakta, tidak masalah melontarkan kritik," ucapnya.
Namun anggota Komisi IV DPR ini menyebut, kalaupun ada yang mematikan kritik, itu merupakan pihak yang overprotective terhadap pemerintah. Dia menegaskan pihak-pihak itu bukan bagian dari pemerintah.
"Kalaupun ada yang mematikan kritik seperti yang disampaikan Pak Anies, itu hanya respons reaktif pihak tertentu yang overprotektif, tapi itu tidak otomatis mewakili kebijakan pemerintah. Setiap pemerintah berjalan sesuai konstitusi dan UU masih menjamin masyarakat untuk memberikan kritik. Jadi mari kita jaga bersama sebagai bagian dari kehidupan demokrasi," ujarnya.
Anggota DPR dari dapil Kalimantan Barat I ini pun menjelaskan terkait adanya beberapa pihak yang mungkin ditangkap karena memberi kritik. Menurutnya, itu karena mereka bukan sampaikan kritik, melainkan hoax dan ujaran kebencian. "Itu (ditangkap) karena dianggap hoax dan ujaran kebencian, masuk dalam dalil hukum yang ada," imbuhnya.
Simak pernyataan Anies Baswedan di halaman berikutnya.
Simak juga Video: Anies soal Tak Foto dengan Kaesang-Erina: Biasa Saja, Kok Diramaikan
Pernyataan Anies soal Pemerintah 'Matikan' Kritik
Anies Baswedan sebelumnya bicara terkait dirinya yang kerap mendapatkan kritik dari berbagai pihak. Dia lalu sempat menyinggung terkait pemerintah saat ini yang terkadang justru mematikan kritik tersebut.
Momen Anies membahas terkait kritik ini disampaikan dalam podcast bersama Imam Priyono dan Hendri Satrio seperti disiarkan di YouTube R66 Newlitics. Anies awalnya menjelaskan terkait dirinya yang kerap mendapatkan reaksi penolakan dari pihak lain ketika melakukan sesuatu.
"Normal (orang lain menolak), apa sih yang disebut kecewa? Kecewa itu kalau tidak sesuai harapan, kalau dia sesuai harapan ya nggak usah kecewa, kita yang sudah belajar ilmu, kemudian ke sekolah, pendidikan, baca, baca sejarah, tidak ada dalam sejarah yang dalam gelanggang politik 100 persen sependapat. Kan nggak ada, coba kasih contoh 100 persen sependapat," kata Anies Baswedan saat ditanya soal penolakan terhadap dirinya seperti dilihat detikcom, Sabtu (17/12). detikcom telah diizinkan mengutip konten podcast tersebut oleh Hendri Satrio.
Anies menjelaskan, dalam berpolitik, pasti ada pihak yang tidak sependapat. Dia mengaku tidak panik ketika hal itu terjadi.
"Pasti ada yang tidak sependapat, pasti ada yang tidak sependapat sekali, itu perjalanan sejarah ratusan tahun, terus kita ketika lihat ada yang tidak sependapat terus 'waduh, waduh, panik', nggak, dari dulu begini kok. Itu adalah kebebasan untuk berpendapat, dihormati, kasih tempat, tidak usah dieliminasi, itu bagian dari normal. Dan adanya perbedaan itu membuat kita harus berikan penjelasan lebih, argumen lebih, memberi manfaat ke siapa? Ke publik," ucapnya.
Anies lalu menceritakan pengalamannya ketika menjabat Gubernur DKI Jakarta. Dia mengaku sering mendapatkan kritik yang akhirnya kritik tersebut harus dijawab satu per satu.
"Bayangkan coba nih, kami mengelola di Jakarta nih, dikritik, kan kalau dikritik harus jawab ya kan? Berarti tim kita harus beri penjelasan, penjelasan A, penjelasan B, terus yang diuntungkan dari penjelasan itu siapa? Pengkritik? Bukan, publik. Sekarang publik nih, misal ada sebuah kebijakan kemudian dikritik, kemudian dikritik, setelah dikritik dijelasin kenapa kebijakan ini diambil, manfaatnya apa, tujuannya apa, terus dijelasin, terus dijawab lagi, dijawab lagi, jawab lagi, itu publik mendapatkan publik education for free," jelasnya.
Anies lalu menyinggung pemerintah saat ini yang cenderung mematikan kritik tersebut. Dia mengaku heran lantaran kritik itu sesungguhnya edukasi publik, selama bukan hoax dan ujaran kebencian.
"Nah, kita kadang-kadang kalau di pemerintahan matiin tuh kritiknya tuh, tolong dong ditelepon jangan kritik lagi nih. Sebentar, itu sesungguhnya public education, ada selamanya, selama faktual, selama tidak menyebarkan kebohongan dan kebencian, gitu kira-kira, itu normal. Jadi misal ada sebagian yang merasa tidak setuju, nggak apa, toh ada yang setuju juga," jelas Anies.