Hendra Kurniawan Ngaku Bingung Kenapa Dipecat Polri di Kasus Sambo

Wilda Hayatun Nufus - detikNews
Jumat, 16 Des 2022 10:47 WIB
Foto Hendra Kurniawan: (Andhika Prasetia/detikcom)
Jakarta -

Mantan Karo Paminal Propam Polri Hendra Kurniawan mengaku tidak mengerti dengan hasil putusan sidang kode etik terkait kasus pembunuhan Brigadir Yosua di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo yang menyatakan dirinya tidak profesional. Hendra pun balik menuding proses sidang etik yang tidak profesional terkait kehadiran saksi.

Hal itu diungkap Hendra saat menjadi saksi di sidang perintangan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat dengan terdakwa mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri AKP Irfan Widyanto, di PN Jaksel, Jumat (16/12/202).

Mulanya, jaksa penuntut umum bertanya apa putusan sidang kode etik Hendra terkait penanganan kasus kematian Brigadir Yosua. Hendra menyebut putusan itu menyatakan dirinya dipecat dari institusi Polri.

"Apakah saudara pernah disidang di kode etik Polri?" tanya jaksa.

"Disidang kode etik Polri," jawab Hendra.

"Putusannya apa?" tanya jaksa.

"Tuntutannya PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat)," jawab Hendra.

"Putusannya?" tanya jaksa lagi.

"Betul tapi masih banding," jawab Hendra.

Hendra mengatakan saat ini dirinya dimutasikan ke Yanma Polri. Dia mengaku masih menunggu putusan banding terkait putusan sidang kode etik tersebut.

"Kalau sebelumnya saudara dari Karo Paminal ke pati Yanma itu promosi apa demosi?" tanya jaksa.

"Setahu saya kalau tidak ada jabatan itu demosi," jawab Hendra.

"Kenapa demosi?" tanya jaksa.

"Demosi karena dimutasikan sebagai pati Yanma karena permasalahan kode etik," jawab jaksa.

Jaksa lalu bertanya apa kesalahan hendra yang termuat dalam putusan kode etik tersebut. Hendra menyebut dirinya dianggap kurang profesional sebagai kepala biro.

"Memang masalah apa di kode etik saudara?" tanya jaksa.

"Di kode etik, kami diperiksa terkait masalah pertanggungjawaban sebagai kepala biro, di mana dinilai kurang profesional dan kami masih melakukan upaya banding," jawab Hendra.

Hendra mengaku tidak mengerti di mana letak ketidakprofesionalannya dalam kasus kematian Yosua. Hendra lalu menyinggung proses sidang kode etik tidak profesional.

"Maksudnya banding tentang apa inti pokonya?" tanya jaksa.

"Masalah kurang profesional, saya nggak ngerti, karena perlu Pak Jaksa tahu bahwa dari 17 saksi yang dihadirkan, hanya 3 yang fisik 1 daring. Lainnya tidak hadir. Jadi ini menurut saya juga tidak profesional dalam proses itu, sehingga hanya itu saja yang bisa tentukan bahwa saya kurang profesional," jawab Hendra.

"Tidak profesional pelaksanaan tugas terkait masalah proses penyelidikan. Penyelidikan terkait peristiwa tembak menembak di Duren Tiga 46,"imbuhnya.

Dalam perkara ini, AKP Irfan Widyanto didakwa merusak CCTV yang membuat terhalanginya penyidikan kasus pembunuhan Yosua Hutabarat. Perbuatan itu dilakukan mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri bersama enam orang lainnya.

"Terdakwa dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rabu (19/10/2022).

Enam terdakwa lain yang dimaksud adalah Ferdy Sambo, Kompol Baiquni Wibowo, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Chuck Putranto, Brigjen Hendra Kurnia, dan Kombes Agus Nurpatria Adi Purnama. Mereka didakwa dengan berkas terpisah.

Irfan didakwa dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 dan Pasal 48 juncto Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 233 KUHP dan Pasal 221 ayat 1 ke-2 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Simak Video: Dinilai Kurang Profesional di Kasus Yosua, Brigjen Hendra Bingung






(whn/zap)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork