Ketua MPR Bicara Pentingnya Konsensus Bersama Hadapi Tantangan Kebangsaan

ADVERTISEMENT

Ketua MPR Bicara Pentingnya Konsensus Bersama Hadapi Tantangan Kebangsaan

Danica Adhitiawarman - detikNews
Kamis, 15 Des 2022 15:21 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi kiprah Jakarta With Love (JWL) yang menggelar acara Charity Garage Sale.
Foto: Dok. MPR RI
Jakarta -

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan Indonesia akan menghadapi tantangan kebangsaan yang selaras dengan kebesaran, keluasan, dan kemajemukan Indonesia. Hal ini menunjukkan semakin pentingnya konsepsi dan konsensus bersama sebagai sebuah bangsa.

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.504 pulau yang membentang di sepanjang garis khatulistiwa. Negara ini juga memiliki luas wilayah terbesar ketujuh di dunia dan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Selain itu, bangsa ini terdiri dari 1.340 suku bangsa yang memiliki 733 bahasa serta menganut 6 agama dan puluhan aliran kepercayaan.

"Beragam tantangan kebangsaan tersebut digambarkan secara komprehensif dalam Ketetapan MPR Nomor VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, antara lain masih lemahnya penghayatan dan pengamalan agama serta munculnya pemahaman terhadap ajaran agama yang keliru dan sempit, kurang berkembangnya pemahaman dan penghargaan atas kebinekaan dan kemajemukan, kurangnya keteladanan dalam sikap dan perilaku sebagian pemimpin dan tokoh bangsa serta belum optimalnya penegakan hukum," ujar Bamsoet dalam keterangan tertulis, Kamis (15/12/2022).

Dalam acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI yang diselenggarakan oleh Generasi Lintas Budaya, BPIP, dan Universitas Nasional itu, Bamsoet menjelaskan berbagai tantangan kebangsaan yang dinarasikan oleh MPR pada 21 tahun yang lalu masih sangat relevan dan kontekstual dengan kondisi kebangsaan saat ini. Contohnya, pemaknaan ajaran agama secara sempit menjadi pintu masuk bagi paham radikalisme dan aksi terorisme.

Sebagai langkah pencegahan, sejak tahun 2020 hingga Maret 2022, tercatat Densus 88 telah menangkap 658 anggota jaringan terorisme. Meski demikian, aksi terorisme masih saja terjadi, seperti aksi bom bunuh diri di Mapolsek Astana Anyar, Bandung yang terjadi belum lama ini.

"Penghormatan terhadap kebinekaan dan kemajemukan pun masih menyisakan pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan bersama. Merujuk pada jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas bulan November 2022, kita patut merasa gembira bahwa mayoritas responden, sekitar 72,6 persen, menganggap masyarakat Indonesia menjunjung tinggi toleransi," ucapnya.

"Namun di sisi lain, masih ada 47,6 persen responden yang merasa bahwa toleransi dan tenggang rasa dalam kehidupan beragama masih perlu ditingkatkan kembali. Di samping itu, 77,8 persen responden merasa pesimis bahwa toleransi politik akan membaik di tahun politik saat ini yang antara lain dipicu oleh hadirnya isu politik identitas," tambahnya.

Kemudian, Wakil Ketua Umum Golkar itu menyampaikan kurangnya keteladanan yang tercermin dari banyaknya kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara atau kepala daerah. Tercatat hingga Maret 2021, terdapat 429 kepala daerah hasil pilkada terjerat kasus korupsi.

Hal ini terlepas dari faktor pemicu tindak pidana korupsi, misalnya mahalnya biaya pilkada, kurangnya kompetensi pengelolaan keuangan daerah, atau minimnya pemahaman terhadap regulasi. Maraknya praktik korupsi tersebut menunjukkan rendahnya keteladanan para pejabat negara dan kepala daerah.

"Belum optimalnya penegakan hukum tercermin dari stagnasi indeks penegakan hukum di Indonesia dalam tujuh tahun terakhir. Berdasarkan data World Justice Project yang dirilis bulan Oktober 2022, indeks negara hukum Indonesia memiliki skor 0,53, atau hanya meningkat 0,01 poin dari tahun 2015 dengan skor 0,52," ungkapnya.

Ia juga menambahkan bahwa merujuk pada survei yang dilakukan indikator pada bulan Agustus 2022, sekitar 37,7 persen responden menilai bahwa penegakan hukum di Indonesia buruk atau sangat buruk. Sama halnya dengan survei LSI pada Februari 2022 yang juga tercatat serupa dengan angka sebesar 33,7 persen.

Dengan hadirnya berbagai tantangan kebangsaan, Indonesia semakin disadarkan akan pentingnya konsepsi dan konsensus bersama sebagai sebuah bangsa. Hal ini akan menjadi landasan fundamental dalam menjawab berbagai tantangan kebangsaan tersebut.

Untungnya, para pendiri bangsa telah mewariskan sejumlah konsepsi kebangsaan dan kenegaraan, yakni yang berkaitan dengan dasar negara, konstitusi negara, bentuk negara, dan wawasan kebangsaan yang selaras dengan karakter Indonesia.

"Legasi kesejarahan itulah yang kita temukan dalam Empat Pilar MPR RI, yaitu Pancasila sebagai dasar negara, landasan ideologi, falsafah, etika moral serta alat pemersatu bangsa; Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945 sebagai landasan konstitusional; Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai konsensus yang harus dijunjung tinggi serta semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semangat pemersatu bangsa," pungkasnya.

Sebagai informasi, pembahasan ini disampaikan dalam acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI yang diselenggarakan oleh Generasi Lintas Budaya bersama dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Universitas Nasional, secara daring di Jakarta.

(ncm/ega)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT