KPK menahan tersangka suap jual beli jabatan Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron dan lima tersangka lainnya. KPK mengatakan total uang yang diterima Latif dalam kasus dugaan suap senilai Rp 5,3 miliar.
Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan dugaan suap ini dimulai sejuak 2019 hingga 2022. Dia mengatakan awalnya Latif membuka formasil seleksi jabatan di sejumlah posisis untuk tingkat pimpinan tinggi hingga jabatan promosi eselon 3 dan 4.
"Melalui orang kepercayaannya Bupati Bangkalan yaitu Bupati kemudian melakukan permintaan commission fee berupa uang kepada setiap ASN yang ingin bisa dinyatakan lulus terpilih dan teprilih seleksi jabatan," kata Firli, dalam jumpa pers, Kamis (8/12/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Firli menyampaikan ASN yang mengajukan diri dan sepakat untuk memberikan sejumlah uang sehingga dipilih dan dinyatakan lulus Latif yakni Agus Eka Leandy (AEL) , Wildan Yulianto (WY), Achmad Mustaqim (AM), Hosin Jamili (HJ), dan Salman Hidayat (SH). Kelimanya sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka dan ditahan.
"Untuk dugaan besaran nilai komitmen fee tersebut dipatok mulai dari Rp 50 juta sampai Rp 150 juta yang teknis penyerahannya secara tunai melalui orang kepercayaan dari Tersangka Abdul Latif," kata Firli.
Selain itu, Firli menyebut Latif diduga menerima sejumlah uang lain dari pengaturan sejumlah proyek di seluruh Dinas di Pemkab Bangkalan. Penentuan besaran fee 10 % dari setiap nilai anggaran proyek.
"Jumlah uang yang diduga telah diterima Latif melalui orang kepercayaannya sejumlah sekitar Rp 5,3 miliar," kata Firli.
KPK menjerat AEL, WY, AM,HJ, dan SH sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron ditetap tersangka sebagai penerima uang melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(idn/idn)