RKUHP dibidani oleh para begawan hukum pidana. Gagasan itu kemudian digulirkan oleh pemerintah dan DPR berpuluh-puluh tahun hingga disahkan pada Selasa (6/2) kemarin. Lamanya proses membuat para begawan hukum itu tidak bisa melihat cita-citanya terwujud.
Salah satu yang telah tutup usia adalah begawan hukum pidana Universitas Indonesia (UI) Prof Loebby Loqman. Prof Loebby lahir pada 10 Oktober 1935 dan meninggal dunia pada 24 Februari 2010, pukul 05.00 WIB. Jenazahnya dikebumikan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
Dalam penelitiannya, Prof Loebby menilai penerapan delik penghinaan terhadap pejabat masih sangat relevan untuk dipertahankan. Karena pejabat negara, yakni presiden dan wakilnya merupakan pencerminan seluruh rakyat dan negara yang harus dilindungi martabat dan jabatannya dari tindakan pelecehan dengan sewenang-wenang untuk merendahkan jabatan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun demikian, penerapan pasal-pasal penghinaan bukan sebagai cara pemerintah menghadapi, mengendalikan, dan mematikan kritik-kritik terhadap perilaku dan kebijakan Presiden," ujar Prof Loebby dalam Laporan Akhir Tim Analisis dan Evaluasi Hukum tentang Delik-delik Penghinaan terhadap Pejabat Negara dan Simbol-simbol Negara sebagaimana dikutip dari website Kemenkumham.
Ada juga guru besar Universitas Diponegoro (alm) Prof Soedarto yang meninggal pada 1986. Juga guru besar Universitas Gadjah Mada (almarhum) Prof Roeslan Saleh yang wafat pada 1998.
Terlibat pula (almarhum) Prof Satochid Kartanegara yang wafat sekitar 1971. Satochid merupakan angkatan orang Indonesia pertama yang lulus sarjana hukum di Rechtshogeschool di Jakarta.
Ada juga antan Menteri Kehakiman ke-9, Prof Moeljanto. Moeljatno dilahirkan di Surakarta, Hindia Belanda, pada 10 Mei 1909. Ia menyelesaikan pendidikan Algemene Middlebaar School (AMS) Surakarta pada 1927. Sehabis lulus dari AMS, Moeljatno berangkat ke Batavia untuk mengikuti kuliah di Rechtshoogeschool te Batavia (sekolah tinggi hukum yang kini menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia).
Setelah Proklamasi pada 1945, Moeljatno mulai bekerja sebagai jaksa tinggi. Sejak 1952, dia mulai mengajar di UGM. Dia menjadi Menteri Kehakiman pada 1956-1957.
RKUHP sejatinya sudah akan disahkan pada 2019, namun urung karena mendapatkan penolakan. Hal itu sangat disesalkan Muladi.
Muladi mengaku dia saat ini boleh jadi satu-satunya pemegang warisan dari para profesor yang terlibat dalam pengkajian revisi sejak awal, seperti Prof Soedarto, Prof Roeslan Saleh, Prof Moeljanto, dan Prof Oemar Seno Adjie. Tokoh-tokoh masa lalu itu yang meminta agar dia menyelesaikan revisi KUHP.
"Mereka semua sudah meninggal. Jadi memang saya all out mengerjakan ini. Seminggu tiga kali selama empat tahun terakhir ini kami berdebat dengan DPR untuk membahas revisi ini. Tapi akhirnya kok begini," kata Muladi kepada detikcom pada September 2019.
![]() |
Ia berharap penundaan ini tidak berakhir dengan kegagalan. Sebab, revisi ini lebih merupakan rekodifikasi yang sangat besar atas produk kolonial.
"Atau kita memang lebih suka menggunakan KUHP penjajah yang sudah seratusan tahun itu?" ujar Muladi masygul.
Atau kita memang lebih suka menggunakan KUHP penjajah yang sudah seratusan tahun itu?Muladi |
Setahun berselang, begawan hukum Undip Prof Muladi juga berpulang untuk selamanya. Sejak menjadi dosen, Menteri hingga memasuki usia senja, Muladi menjadi salah satu penggagas utama dari kampus untuk menggolkan RKUHP.
Tak lama berselang, kriminolog UI, Prof Ronny Nitisabkasa juga menyusul Prof Muladi pada 7 April 2021. Ronny dikenal publik dengan usulan pasal santet di RKUHP. Ronny menyatakan pidana santet tak perlu pembuktian. Ini menepis pertanyaan yang mengganjal pasal ini terkait sulitnya membuktikan santet.
"Pasal 293 itu pasal tindak pidana formil yang tidak mementingkan hubungan sebab akibat. Ini delik sekali jadi, hanya memerlukan pengakuan dari pelaku," tutur Ronny dalam rapat di Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (10/4/2013).
Setelah melewati 7 periode presiden, akhirnya RKUHP disahkan DPR.
"Apakah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dapat disahkan menjadi undang-undang?" ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di DPR, Selasa (6/12/2022).
"Setuju," jawab peserta rapat paripurna DPR RI.
Simak Video 'Pengesahan RKUHP yang Diwarnai Interupsi dan Aksi Protes':