Pengesahan RKUHP di Depan Mata Meski Kritikan Masih Mengemuka

Pengesahan RKUHP di Depan Mata Meski Kritikan Masih Mengemuka

Tim detikcom - detikNews
Senin, 05 Des 2022 06:57 WIB
Gedung DPR
Ilustrasi Kompleks Parlemen (DPR, MPR, DPD) (Foto: Andhika Prasetia/detikcom)
Jakarta -

Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di depan mata. Dibalik pengesahan yang akan segera dilakukan itu, sejumlah kritikan masih mengemuka.

Dibawa ke Paripurna 6 Desember

Rapat paripurna DPR terdekat akan dilakukan 6 Desember. Ada beberapa agenda dalam rapat paripurna tersebut salah satunya pengesahan RKUHP.

Berikut ini agenda lengkap paripurna 6 Desember:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan atas RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

2. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan atas RUU tentang Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang kerja Sama Pertahanan (Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Singapura on Defence Cooperation); dan

ADVERTISEMENT

3. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan atas RUU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Fiji tentang Kerja Sama Bidang Pertahanan (Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Fiji concerning Cooperation in the Field of Defence).

Kritik Masih Mengemuka

Kian dekatnya pengesahan itu, kritik terhadap RKUHP masih mengemuka. Salah satunya dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur menyoroti pasal mengenai paham terlarang di draf Revisi Undang-Undang KUHP. Menurut YLBHI, pasal itu bersifat multitafsir dan bisa digunakan untuk membungkam suara kritis bak di era Orde Baru.

"Pasal ini sangat karet. Bahaya sekali," kata Isnur kepada wartawan, Sabtu (3/12/2022).

Pasal yang dimaksud adalah soal Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara, yakni Pasal 188. Isnur mengkritik frasa 'paham lain yang bertentangan dengan Pancasila' dalam Pasal 188 ayat (1) dan (6) di atas. Menurutnya, frasa tersebut sangat karet dan bisa ditafsirkan sesuka hati. Salah-salah, pasal tersebut bisa digunakan penguasa, hakim, atau jaksa untuk menjerat pihak yang tidak disukai.

"Istilah 'paham-paham lain yang bertentangan dengan Pancasila' ini mengingatkan kita dengan kewajiban 'asas tunggal Pancasila' di masa Orde Baru. Saat itu, siapa yang tidak patuh dengan asas tunggal Pancasila maka akan diberangus," kata Isnur.

Menurut Isnur, pasal ini berpotensi menjadi senjata bagi rezim otoriter yang fobia terhadap kritik. Akibatnya, kelompok kritis bisa lebih mudah dituduh bertentangan dengan Pancasila.

"Ini secara jelas dan nyata watak otoritarianisme dalam penyusunan KUHP," kata Isnur.

Pihak yang berpotensi rentan kena kriminalisasi pasal ini adalah kelompok-kelompok kritis, juga kelompok keagamaan tertentu yang bisa kena cap militan dan radikal.

"Ini salah satu contoh pasal yang berbahaya di RKUHP dan mengerikan, memberangus kebebasan orang untuk berpikir," kata dia.

Simak kritikan pakar terkait RKUHP, di halaman berikut

Saksikan Video 'Pakar Nilai RKUHP Bila Disahkan Dapat Menghukum Para Pengkritik':

[Gambas:Video 20detik]



Kritikan juga datang dari Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti. Dia RKUHP bakal menguntungkan beberapa pihak.

"Yang paling dekat hari Selasa kita bakal punya RKUHP baru. Kan kalau kita pikirin seorang Jokowi dulu dengan nawacitanya keren banget, ekspektasi kita begitu keren tahun 2014. Apa yang bisa kita harapkan dengan RKUHP yang hari Selasa besok bakal diketok tingkat dua, tinggal disahkan," kata Bivitri dalam diskusi bertajuk 'Menelisik Zona Nyaman Jokowi', di Amaris Hotel, Juanda, Jakarta Pusat, Minggu (4/12/2022).

Bivitri menyinggung terkait pasal yang mengkriminalkan seseorang apabila bertentangan dengan Pancasila. Ia menyoroti pasal yang menyebut menghina presiden dan pemerintah bisa dipidanakan.

"Sehingga RKUHP jelas akan membuat nyaman Presiden dan semua lembaga negara ya. Nggak bisa dikritik, terus kalau ada yang kita membahas ideologi apa kek yang sekarang lagi ramai, apapun itu, kemudian ada yang bilang 'wah ini nggak sesuai dengan Pancasila', bisa loh kita masuk pidana, nanti ya kalau ini udah jadi," katanya.

Menurutnya keputusan tersebut akan sangat bergantung kepada penguasa. Terlebih, perbedaan antara menghina dan mengkritik akan sulit penerapannya dalam persidangan nanti.

"Model-model seperti RKUHP akan sangat membuat nyaman penguasa karena banyak pasal karet di dalamnya, termasuk soal kritik, termasuk soal ideologi yang melanggar Pancasila bahkan soal living law yang ditempat masing-masing itu bisa dipidana atau hukum adat," tutur Bivitri.

"Menghina sama kritik, yang membedakannya gimana tuh di pengadilan antara menghina dan mengkritik? Karena disebutnya kalau mengkritik itu harus konstruktif, harus memberikan alternatif kebijakan. Jadi kita ngomong kayak gini saja, jangan-jangan bisa kena," lanjutnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads