Gugatan judicial review Zico Leonard Djagardo Simanjuntak terhadap UU Mahkamah Konstitusi (MK) ditolak MK. Zico mempersoalkan pencopotan hakim konstitusi Aswanto oleh DPR dan diganti Guntur Hamzah.
"Pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Amar putusan. Mengadili. Dalam provisi menolak permohonan pemohon. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang terbuka yang disiarkan channel YouTube MK, Rabu (23/11/2022).
Menurut MK, Pasal 87 huruf b adalah norma jembatan rezim UU MK. Yaitu dari periodisasi jabatan (5 tahunan) menjadi non-periodisasi jabatan (maksimal 15 tahun atau pensiun di usia 70 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam batas penalaran yang wajar, adanya pengaturan yang jelas dan tegas sebelum masa habis masa jabatan, untuk menjaga kemandirian dan independensi hakim. Di luar UU MK, merusak independensi hakim," ucap majelis.
Untuk diketahui, Zico dalam permohonannya menjelaskan DPR secara terang benderang menyatakan mengganti hakim konstitusi Aswanto dengan Guntur Hamzah oleh karena murni pertimbangan politik. Sebab Aswanto tidak memiliki komitmen dengan DPR. Ini menunjukkan bagaimana intervensi politik ke dalam ranah hukum kekuasaan kehakiman.
"It is called a "pure" theory of law, because it only describes the law and attempts to eliminate from the object of this description everything that is not strictly law: Its aim is to free the science of law from alien elements. This is the methodological basis of the theory.
Menurut Zico, tindakan DPR yang kemudian menafsirkan surat konfirmasi inilah yang kemudian dijadikan celah mengintervensi hakim konstitusi sehingga menggerus MK yang merdeka dan independen. Bagi DPR, mereka sebagai lembaga negara tidak terikat kepada pertimbangan hukum dalam Putusan MK sehingga kemudian menafsirkan sendiri surat konfirmasi tersebut untuk mengganti hakim sesuai keinginan mereka. Hal ini menurutnya akan menimbulkan preseden buruk karena di kemudian hari, lembaga yang mengajukan hakim konstitusi (MA, Presiden, dan DPR) akan bisa mengganti siapa pun hakim konstitusi kapan saja karena menganggap hakim konstitusi adalah 'wakil' mereka.
Oleh karena itu, dalam petitum provisi tersebut Pemohon meminta agar MK agar menyatakan menangguhkan segala tindakan yang bertujuan untuk mengganti hakim konstitusi yang sedang menjabat dengan cara maupun prosedur di luar dari ketentuan dalam Pasal 23 UU MK, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan ketetapan yang mengesahkan tindakan tersebut.
(asp/rdp)