Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menolak mengomentari kontroversi pelantikan Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi menggantikan Aswanto. Anwar mengatakan hakim hanya berbicara lewat putusan.
"Saya selaku hakim ya tidak boleh mengomentari apa yang terjadi, hakim hanya berbicara melalui putusannya," kata Anwar di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (23/11/2022).
Anwar menjelaskan pada siang ini MK akan menyampaikan putusan yang menjadi jawaban atas kontroversi tersebut. Dia mengatakan sikap hakim yang tidak menyampaikan tanggapan atas putusan itu berlaku secara umum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian nanti sekaligus pertanyaan tadi bisa mendengar ucapan putusan nanti jam setengah 2. Makanya selama ini juga memang MK tidak memberi tanggapan karena hakim tidak boleh membicarakan atau mengomentari putusan hakim lain, termasuk putusannya sendiri, dan itu berlaku secara universal di seluruh dunia," jelas Anwar.
Selain itu, Anwar menjawab kekhawatiran independensi MK seusai pelantikan Guntur Hamzah ini. Dia mengingatkan soal kalimat yang selalu diucapkan dalam setiap putusan.
"Bahwa hakim itu setiap kali mengucapkan putusan itu selalu dimulai dengan kalimat 'Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa'. Jadi bertanggung jawabnya tuh langsung kepada Allah selain kepada masyarakat, kepada bangsa, dan negara," ujar Anwar.
"Jadi, soal independensi hakim, itu ada dalam diri hakim masing-masing, ketika hakim memegang sebuah putusan, apa pun komentar apa pun tekanan katakanlah begitu, hakim tidak boleh terpengaruh. Dan itulah yg dilaksanakan oleh para hakim MK selama ini," sambung Anwar.
Awal Mula Pencopotan Aswanto
Sebagaimana diketahui, penggantian hakim konstitusi Aswanto oleh DPR bermula saat MK memutus putusan judicial review UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK. Dalam putusan itu disebutkan hakim konstitusi diperpanjang dari 5 tahun menjadi 15 tahun atau pensiun pada usia 70 tahun.
Lalu bagaimana status hakim konstitusi yang aktif sebagaimana tertuang dalam Pasal 87 huruf b UU 7/2020? Apakah mengikuti UU baru atau UU lama?
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Nah, dalam pertimbangannya, MK menyatakan perlu meminta konfirmasi ke pihak pengusul yaitu DPR, Presiden dan Mahkamah Agung (MA). Apakah akan tetap atau dilanjutkan. Berikut pertimbangan lengkap MK yang dikutip detikcom, Selasa (11/10/2022):
Menimbang bahwa setelah jelas bagi Mahkamah akan niat sesungguhnya (original intent) dari Pembentuk Undang-Undang dalam pembentukan UU 7/2020, maka Mahkamah berpendapat ketentuan Pasal 87 huruf b UU 7/2020 tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Pembacaan atas rumusan Pasal 87 huruf b UU 7/2020 menurut Mahkamah harus dipahami semata-mata sebagai aturan peralihan yang menghubungkan agar aturan baru dapat berlaku selaras dengan aturan lama.
Bahwa untuk menegaskan ketentuan peralihan tersebut tidak dibuat untuk memberikan keistimewaan terselubung kepada orang tertentu yang saat ini sedang menjabat sebagai hakim konstitusi, maka Mahkamah berpendapat diperlukan tindakan hukum untuk menegaskan pemaknaan tersebut. Tindakan hukum demikian berupa konfirmasi oleh Mahkamah kepada lembaga yang mengajukan hakim konstitusi yang saat ini sedang menjabat.
Konfirmasi yang dimaksud mengandung arti bahwa hakim konstitusi melalui Mahkamah Konstitusi menyampaikan pemberitahuan ihwal melanjutkan masa jabatannya yang tidak lagi mengenal adanya periodisasi kepada masing-masing lembaga pengusul (DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung).
Atas putusan MK yang dibacakan pada 20 Juni 2022 itu, Ketua MK lalu mengirimkan surat pemberitahuan kepada DPR, Presiden, dan MA soal putusan itu. Atas permintaan konfirmasi itu, DPR menyatakan tetap melanjutkan dua utusannya yaitu Wahiduddin Adams dan Arief Hidayat. Sedangkan Aswanto digantikan Guntur Hamzah.
"Keputusan DPR tersebut adalah tindakan konstitusi DPR sebagai respons terhadap tindakan hukum yang dilakukan oleh MK dengan mengirimkan surat kepada DPR RI Nomor 3010/KP.10/07/2022 perihal Pemberitahuan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 96/PUU-XVIII/2020 Tentang Uji Materi terhadap UU MK Nomor 7 Tahun 2020," kata anggota Komisi III DPR, Habiburokhman.
Menyusul DPR, MA juga menjawab surat dari MK itu. Mahkamah Agung (MA) menilai surat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) sah sehingga MA menjawabnya. Dalam suratnya, Ketua MK meminta pemberitahuan tentang konfirmasi terkait status 3 hakim konstitusi dari MA, apakah dilanjutkan atau dikocok ulang.
"Surat MK itu kami terima dan fahami sebagai tindak lanjut dari perubahan UU MK Nomor 7/2020 jo putusan MK terkait hakim MK untuk konfirmasi berupa pemberitahuan ihwal melanjutkan masa jabatan hakim konstitusi dari usulan MA," kata jubir MA, Andi Samsan Nganro, kepada wartawan, Rabu (19/10/2022).
Karena menilai surat pemberitahuan tentang konfirmasi itu sah, MA membahasnya dalam rapat pimpinan MA pada 12 Oktober 2022.
"Maka surat tersebut dibahas di dalam rapat pimpinan MA. Dalam rapim tersebut hasilnya disepakati untuk menjawab surat tersebut sebagaimana surat Ketua MA a quo," ujar Andi Samsan Nganro.
Hasil rapim MA itu menyepakati melanjutkan tiga hakim MK dari unsur MA.