KSP Jawab Evaluasi ICW: Harus Berbasis Data, Jangan Pelampiasan Emosional

KSP Jawab Evaluasi ICW: Harus Berbasis Data, Jangan Pelampiasan Emosional

Muhammad Hanafi Aryan - detikNews
Minggu, 13 Nov 2022 21:41 WIB
Ade Irfan Pulungan
Foto: Ade Irfan Pulungan (Dok.Istimewa)
Jakarta -

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan merespons pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW) soal evaluasi 3 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Ma'ruf Amin. Dia mengingatkan agar semua kritikan harus berlandaskan data dan fakta.

Ade menyebut sejatinya tanggapan ICW tersebut tentunya bakal dijadikan bahan kajian dan evaluasi bagi Pemerintah. Terlebih, katanya, jika evaluasi itu bersifat membangun dan positif tentunya Pemerintah bakal mencermati dan mempedomaninya.

"Sepanjang kritikan itu untuk perbaikan ya, konstrukfif positif, memberikan masukan, memberikan pendapat yang baik, tentu akan dicermati dan dijadikan sebagai suatu pedoman," kata Ade Irfan Pulungan kepada detikcom, Minggu (13/11/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, dia menyebut semua kritikan itu harus bersumberkan pada data yang valid. Dia mengingatkan agar rekomendasi itu tidak menjadi suatu pelampiasan tanpa data.

"Tapi kan semua itu harus juga bersumber, berbasis data, bukan hanya sekesdar pelampiasan emosional, pelampiasan kekecewaan tanpa dasar, tanpa data. gitu" ucap Ade.

ADVERTISEMENT

"Tapi kalo hanya sekedar yang penting ngomong, bicara, mengatasnamakan demokrasi, ya itu kan bersifat jadinya emosional. Kita kan tidak mau terjebak komunikasi perdebatan itu," imbuhnya.

Kendati demikian, Ade memastikan Pemerintah bakal tetap menelusuri dasar-dasar dari 10 rekomendasi yang dikeluarkan ICW hari ini. Dia mengaku tak bakal berlarut-larut jika rekomendasi dan kritikan itu tak bersumber.

"Kalau memang itu sebagai sebuah masukan yang konstruktif untuk perubahan kinerja pemerintah, pemerintah selalu terbuka untuk itu. Tapi kalau dijadikan sebagai kritikan yang tidak membangun, tidak berdasarkan data ya... kita juga nggak bisa memastikan kebenarannya," tuturnya.

Simak evaluasi ICW di halaman berikutnya.

Negara Biayai Buzzer

Sebelumnya, ICW mengkritisi kinerja pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin. ICW menyebut ada sejumlah rekomendasi temuannya, termasuk anggaran negara dalam membiayai pendengung atau buzzer politik.

Dalam rekomendasinya, ICW menyinggung soal alokasi negara dalam membiayai pendengung atau buzzer. Peneliti ICW Tibiko Zabar menyebut pemerintah Jokowi menganggarkan Rp 90,4 miliar untuk menggunakan buzzer dalam kurun waktu 2017-2020.

"Kami menyebutnya dengan istilah influencer, setidaknya tahun 2017-2020, angka anggaran belanja negara itu hampir mencapai Rp 90,4 miliar alokasi negara untuk kerja-kerja yang melibatkan influencer," kata Tibiko Zabar kepada wartawan dalam konferensi pers yang digelar virtual, Minggu (13/11).

Dengan jumlah anggaran yang dinilai cukup tinggi tersebut, ICW mempertanyakan soal akuntabilitas dan transparansi dalam penggunaan jasa Buzzer tersebut. Sebab, dia menuding para buzzer tersebut justru menutup ruang dialog dalam konteks kebijakan pemerintah.

"Karena banyak dari pengalaman gerakan antikorupsi yang digaungkan narasi-narasi yang dibangun justru bukanlah diskusi atau dialog yang sehat, tapi bagaimana memperkuat, 'membenarkan' apa yang disampaikan oleh pemerintah tapi tidak membuka ruang dialog dalam konteks kebijakan," ujar dia.

"Itu yang berkaitan dengan pendengung dan komitmen pemberantasan korupsi," imbuhnya.

ICW: 21 Kursi Kabinet dan 46 Komisaris BUMN Dibagi ke TKN hingga Relawan

Selain itu, Peneliti ICW Kurnia Ramadhana juga menuding Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf mirip dengan pemerintahan klasik lainnya, yakni dengan membagi-bagi kursi kepada pendukung politiknya.

"Jadi kalau kita melihat secara keseluruhan, ada beberapa sebenarnya anggota kabinet Presiden Joko Widodo dari tahun 2019 sampai tahun 2022 yang berasal dari tim kampanye nasional ataupun pendukung-pendukung politiknya," sebut Kurnia.

Berdasarkan data yang dimiliki ICW, Kurnia mengklaim setidaknya ada 21 kursi kekuasaan kabinet yang diberikan Jokowi kepada pendukungnya. "Berdasarkan catatan ICW, setidaknya ada 21 kursi kekuasaan kabinet yang diberikan kepada para pendukung Pak Jokowi," ungkapnya.

Kurnia juga menuding 46 komisaris turut dibagi-bagikan kepada relawan hingga tim pendukung Jokowi. Dia menilai hal itu disebabkan lantaran memburuknya tata kelola pemerintahan.

"Jumlahnya ketika kita lihat, sekurang-kurangnya ada 46 orang pendukung politik Pak Jokowi, baik dari TKN, organisasi tertentu, relawan tertentu yang menjadi komisaris BUMN hari ini," ungkap dia.

Halaman 2 dari 2
(maa/maa)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads