Ahli hukum Universitas Udayana (Unud) Dr Jimmy Usfunan menilai harusnya ada permintaan maaf negara kepada Presiden Ir Sukarno. Sebab, negara mengakui Sukarno tidak berkhianat, tetapi di sisi lain Sukarno mendapatkan perlakukan tidak adil setelah dirinya lengser.
Menurut Jimmy, permohonan maaf negara itu seharusnya disampaikan Kepala Negara.
"Permohonan maaf oleh Kepala Negara merupakan kebijakan lain yang dapat ditempuh untuk memulihkan harkat dan martabat seseorang yang diduga sebagai korban ketidakadilan," kata Jimmy dalam keterangan persnya yang diterima wartawan, Selasa (8/11/2022).
Penegasan peran Sukarno itu disampaikan oleh Presiden Jokowi yang menyatakan status Ketetapan MPRS XXXIII/MPRS/1967 telah dicabut dan tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut serta dengan dianugerahkannya gelar pahlawan nasional kepada almarhum Sukarno, maka telah dinyatakan memenuhi syarat setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara.
"Pernyataan Presiden Jokowi setidaknya dipahami sebagai pernyataan resmi Kepala Negara dalam menghapus tuduhan dan stigma yang merugikan harkat dan martabat Ir Sukarno selama ini," urai Dr Jimmy Usfunan.
Sebab, keberadaan Tap MPRS XXXIII/MPRS/1967 terkait pencabutan kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Sukarno tidak hanya menekankan pada peristiwa pencabutan kekuasaan yang sudah selesai, namun juga mengandung tuduhan yang tidak dapat dibuktikan secara hukum melalui proses pengadilan, sebagaimana tercantum dalam Dasar Menimbang huruf c yakni:
"...............telah melakukan kebijaksanaan yang secara tidak langsung menguntungkan G-30-S/PKI dan melindungi tokoh-tokoh G30-S/PKI"
Seyogianya, kata Jimmy, Presiden tidak hanya menegaskan bahwa Sukarno tidak pernah melakukan tindakan yang mengkhianati bangsa dan negara, sebagaimana konsekuensi dari pemberian gelar Pahlawan Nasional sesuai Keppres Nomor 83/TK/TAHUN 2012 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden RI pertama alm Dr (HC) Ir Sukarno yang berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
"Namun, Presiden mengambil langkah selanjutnya dari pemberian gelar Pahlawan Nasional tersebut dengan mengambil kebijakan pemulihan nama baik, kehormatan, harkat, martabat dari Ir Sukarno, melalui pernyataan resmi permohonan maaf," kata Dr Jimmy Usfunan tegas.
Secara ketatanegaraan, permohonan maaf Kepala Negara merupakan hal wajar dilakukan bahkan dikenal sebagai Konvensi Ketatanegaraan. Jimmy mencontohkan Raja Belanda Willem Alexander pernah menyampaikan permintaan maaf dan penyesalan Pemerintah Belanda kepada Indonesia. Permintaan maaf itu disampaikan Raja Willem di depan Presiden Jokowi saat melakukan kunjungan ke Indonesia (10 Maret 2020).
Permohonan Maaf oleh Kepala Negara merupakan kebijakan yang dapat ditempuh untuk memulihkan harkat dan martabat seseorang yang diduga sebagai korban ketidakadilan.Dr Jimmy Usfunan, ahli hukum Universitas Udayana |
Begitu juga Perdana Menteri Shinzo Abe, pada peringatan 70 tahun berakhirnya Perang Dunia II di Tokyo (14/8/2015), menyatakan permintaan maafnya kepada negara-negara yang dijajah dan dirugikan oleh Jepang pada masa Perang Dunia II, dan menegaskan bahwa permintaan maaf ini tidak perlu lagi disampaikan oleh pemimpin Jepang di generasi berikutnya.
"Selain itu, permohonan maaf oleh kepala negara merupakan kebijakan lain yang dapat ditempuh untuk memulihkan harkat dan martabat seseorang yang diduga sebagai korban ketidakadilan," kata Dr Jimmy Usfunan.
Selama ini pemulihan harkat-martabat seseorang hanya dilakukan dengan rehabilitasi. Seperti yang pernah dilakukan salah satunya melalui Keppres Nomor 124 Tahun 1998 tentang Rehabilitasi terhadap Sdr Almarhum Hartono Rekso Dharsono. Berdasarkan Undang-Undang No 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana, pemberian rehabilitasi dilakukan, ketika adanya proses penyidikan, penuntutan atau peradilan. Akan tetapi, hal ini berbeda dengan Ir Sukarno yang dituduh tanpa melalui proses-proses hukum dan peradilan tersebut. Sehingga memerlukan prosedur pemulihan nama baik, dengan kebijakan yang berbeda.
"Dengan adanya permohonan maaf secara resmi, selain akan meluruskan sejarah secara utuh dan dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia, setidaknya juga akan menghapus luka sejarah dan stigma yang membekas selama ini bagi Ir Sukarno, keluarga, dan bangsa Indonesia," pungkas Dr Jimmy Usfunan.
Sebagaimana diketahui, Presiden Jokowi menegaskan kesetiaan Ir Sukarno kepada bangsa dan negara sehingga mendapatkan gelar pahlawan. Jokowi menyitir Tap MPR Nomor 1 Tahun 2003.
"Perlu kami tegaskan bahwa Ketetapan MPR Nomor 1/MPR/2003 menyatakan bahwa Tap MPRS Nomor 33/MPRS/1967 sebagai kelompok ketetapan MPRS yang dinyatakan tidak berlaku lagi dan tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut baik karena bersifat final telah dicabut maupun telah dilaksanakan," kata Jokowi dalam video di akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin (7/11/2022).
Sukarno mendapatkan gelar Pahlawan Proklamator pada 1986.
"Di tahun 2012, pemerintah juga telah menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada almarhum Insinyur Sukarno. Artinya Insinyur Sukarno telah dinyatakan memenuhi syarat setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara yang merupakan syarat penganugerahan gelar kepahlawanan," ucap Jokowi.
Jokowi mengatakan gelar kepahlawanan ini merupakan bentuk penghormatan negara kepada Bung Karno. Menurut Jokowi, Bung Karno telah banyak berjasa bagi bangsa Indonesia.
"Hal ini merupakan bukti pengakuan dan penghormatan negara atas kesetiaan dan jasa-jasa Bung Karno terhadap bangsa dan negara baik sebagai pejuang dan proklamator kemerdekaan maupun sebagai kepala negara di saat bangsa Indonesia sedang berjuang membangun persatuan dan kedaulatan negara," ujar Jokowi.
(asp/dnu)