Buntut Panjang Urusan Ismail Bolong: Tambang hingga Perang Bintang

Buntut Panjang Urusan Ismail Bolong: Tambang hingga Perang Bintang

Tim detikcom - detikNews
Selasa, 08 Nov 2022 06:31 WIB
Tambang Ilegal
Foto: Ilustrasi Tambang Ilegal (Mindra Purnomo/tim infografis detikcom)
Jakarta -

Pengakuan Ismail Bolong soal setoran uang miliaran rupiah terkait tambang ilegal berbuntut panjang. Pengakuannya menjadi berkembang hingga ke isu 'perang bintang'.

Awalnya beredar video Ismail Bolong yang mengaku menyetor uang ke Kabareskrim Komjen Agus Andrianto sebesar Rp 6 miliar. Dalam video itu, Ismail Bolong mengaku bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin.

Belakangan, Ismail Bolong mengubah pernyataannya itu dan menyatakan tak benar ada setoran ke Kabareskrim.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kegiatan ilegal itu disebutnya berada di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim yang masuk wilayah hukum Polres Bontang, sejak Juli 2020 sampai November 2021.

Dalam kegiatan pengepulan batu bara ilegal, Ismail Bolong mengaku mendapat keuntungan sekitar Rp 5 miliar sampai Rp 10 miliar setiap bulannya. Ismail mengaku telah berkoordinasi dengan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto dan telah tiga kali memberikan uang sebesar Rp 2 miliar dari September-November 2021.

ADVERTISEMENT

Kemudian, Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan bahwa Ismail Bolong mengaku videonya itu dibuat atas tekanan Brigjen Hendra Kurniawan yang kala itu menjabat sebagai Karo Paminal Divpropam Polri.

"Sudah dibantah sendiri oleh Ismail Bolong. Katanya sih waktu membuatnya Februari 2022 atas tekanan Hendra Kurniawan. Kemudian Juni dia minta pensiun dini dan dinyatakan pensiun per 1 Juli 2022," kata Mahfud kepada detikcom, Minggu (6/11/2022).

Mehfud Md juga memberikan video klarifikasi Ismail Bolong itu kepada detikcom. Dalam video itu, Ismail Bolong menegaskan bahwa apa yang disampaikannya sebelumnya adalah tidak benar. Dia menegaskan tidak mengenal Kabareskrim dan juga tidak pernah memberikan uang kepada petinggi Polri itu.

Ismail Bolong mengatakan bahwa saat itu ditekan oleh Brigjen Hendra Kurniawan. Dia mengaku diancam agar memberikan testimoni terkait Kabareskrim menerima setoran uang darinya.

"Untuk memberikan testimoni kepada Kabareskrim dengan penuh tekanan dari Pak Hendra, Brigjen Hendra, pada saat itu saya berkomunikasi melalui HP anggota Paminal dengan mengancam akan dibawa ke Jakarta kalau nggak melakukan testimoni," kata Ismail.

Ismail Bolong mengaku saat itu dirinya dibawa ke sebuah hotel di Balikpapan, Kalimantan Timur oleh Paminal Polri. Kala itu, kata dia, dia disodori sebuah kertas yang berisikan testimoni mengenai Kabareskrim Polri dan kemudian direkam menggunakan handphone.

"Jadi saya mengklarifikasi. Saya nggak pernah memberikan uang kepada Kabareskrim apalagi pernah saya ketemu Kabareskrim," kata Ismail.

Atas hal itu, Ismail Bolong pun menyampaikan permohonan maafnya kepada Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto.

"Jadi saya mohon maaf kepada Pak Kabareskrim atas berita viral yang ada sekarang," ucap Ismail.

Tanggapan Pengacara Hendra Kurniawan

Pengacara Hendra Kurniawan, Henry Yosodiningrat, memberikan tanggapan singkat. Dia menyebut saat ini Hendra Kurniawan sudah tidak memiliki kekuasaan.

"Demi Allah saya nggak tahu-menahu, tapi saya pikir betapa mudahnya orang menimpakan kesalahan kepada Hendra ketika dia dalam keadaan tidak berdaya dan tidak memiliki kekuasaan," kata Henry Yoso kepada wartawan, Minggu (6/11).

Hendra Kurniawan diketahui telah diberhentikan tidak dengan hormat (PDTH) dari Polri karena terbukti bersalah dalam kasus perintangan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat. Henry Yoso lantas mengungkit Ismail Bolong yang mengaku ditekan itu ketika Hendra Kurniawan sudah dipecat.

"Bahkan dalam keadaan (Hendra Kurniawan, red) sudah dipecat," katanya.

Henry mengatakan belum membicarakan perihal pengakuan ini dengan Hendra Kurniawan. Jadi, dia belum mengetahui respons dari Hendra.

"Saya nggak tahu dan nggak pernah ngobrol soal itu dengan Hendra," katanya.

Muncul Isu Perang Bintang

Mahfud lantas menyinggung isu perang bintang buntut pengakuan Ismail Bolong ini. Mahfud mengatakan dalam isu perang bintang ini, para perwira tinggi Polri disebut saling membuka 'kartu' masing-masing. Karena itu, Mahfud meminta isu ini untuk diusut.

"Isu perang bintang terus menyeruak. Dalam perang ini para petinggi yang sudah berpangkat bintang saling buka kartu truf. Ini harus segera kita redam dengan mengukir akar masalahnya," kata Mahfud kepada wartawan, Minggu (6/11).

Mahfud mengatakan isu mafia tambang sejatinya bukanlah hal yang baru di Indonesia. Pada 2013, Abraham Samad, yang kala itu menjabat Ketua KPK, mengatakan, andai korupsi di bidang tambang bisa diberantas, Indonesia bisa terbebas dari utang.

"Aneh, ya. Tapi isu mafia tambang memang meluas dengan segala backing-backing nya. Dulu tahun 2013 waktu Abraham Samad jadi Ketua KPK, berdasar perhitungan Ahli disebutkan di Indonesia marak mafia tambang. Kata Samad waktu itu, jika korupsi bidang tambang saja bisa diberantas, maka Indonesia bukan hanya bebas utang tetapi bahkan setiap kepala orang Indonesia bisa mendapat sekitar Rp 20 juta tiap bulan," papar Mahfud.

Mahfud mengaku saat ini laporan mengenai mafia tambang banyak yang masuk ke Kemenko Polhukam. Dia pun memastikan akan berkoordinasi dengan KPK untuk mengusut hal itu.

"Sekarang isu-isu dan laporan tentang ini masih banyak yang masuk juga ke kantor saya. Nanti saya akan kordinasi dengan KPK untuk membuka file tentang modus korupsi dan mafia di pertimbangan, perikanan, kehutanan, pangan, dan lain-lain," kata dia.

Simak selengkapnya pada halaman berikut.

Simak Video: Pengakuan Ismail Bolong soal Setoran Uang Kabareskrim hingga Klarifikasi

[Gambas:Video 20detik]




Kata Abraham Samad

Mantan Ketua KPK Abraham Samad buka suara mengenai pernyataan Mahfud soal tambang itu. Abraham Samad bercerita bahwa kala itu KPK pernah pernah turun ke lapangan untuk menelusuri mafia tambang.

Abraham awalnya menyebut mafia tambang memang telah lama menguras sumber daya alam (SDA) Indonesia secara sadis sejak lama. Tak hanya itu, mafia tambang juga mengakibatkan adanya pencemaran lingkungan.

"Sedari dulu, mafia tambang yang selama ini menguras secara membabi buta SDA Indonesia, khususnya Minerba. Mengakibatkan ketimpangan ekonomi dan pemiskinan struktural, pencemaran lingkungan yang cukup masif akibat tata kelola pertambangan yang hanya menguntungkan segelintir orang," kata Abraham Samad kepada wartawan, Senin (7/11).

Lalu, ia mengatakan bahwa berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, kekayaan negara haeusnya digunakan untuk kemakmuran rakyat. Namun, pada faktanya tidak.

"Namun nyatanya, bukan rakyat yang dimakmurkan, tapi para oligarki tambang," katanya.

"Saat itulah Tim KPK melalui Korsupgah turun ke lapangan melakukan koordinasi dan supervisi atas berbagai persoalan Pertambangan Minerba," tambahnya.

Mengetahui hal ini, katanya, KPK kala Abraham memimpin, langsung turun ke lapangan dan menyebut banyaknya sektor yang harus diperbaiki. Hal ini katanya berpotensi pada banyaknya kerugian negara.

"Di sana ditemukan banyak sekali permasalahan yang harus segera diperbaiki. Karena pada sektor ini banyak sekali potensi pendapatan negara yang hilang seperti pajak, dan pendapatan dari tambang minerba itu sendiri, sehingga terjadi total loss," ujarnya.

Lebih lanjut, Abraham mengatakan perbaikan sektor-sektor tersebut tentunya akan menutup celah terjadinya korupsi. Hal ini akan berdampak terhadap pengelolaan keuangan negara yang bisa dialokasikan untuk pembayaran utang negara.

"Benar, jika kita concern dan berhasil memperbaiki tata kelola sektor Pertambangan ini, dan menutup ruang terjadinya fraud dan korupsi, maka negara akan mendapatkan pemasukan yang luar biasa, bisa digunakan untuk membayar utang negara, meningkatkan gaji atau penghasilan ASN, TNI dan Polri," ujarnya.

"Serta dapat meningkatkan penghasilan masyarakat untuk memperbaiki taraf hidup, baik untuk pendidikan maupun kesehatan," imbuhnya.

Selengkapnya pada halaman berikut.

Polri Diminta Bentuk Timsus

Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni turut menanggapi pernyataan Mahfud Md soal isu perang bintang dalam kehebohan Ismail Bolong. Sahroni menyebut pernyataan Mahfud bisa benar dan dia menyarankan Polri membentuk timsus lantaran isu ini sudah menyeruak ke publik.

"Yang dikatakan Pak Mahfud bisa benar juga, tapi karena isu merebak, lebih baik Pak Kapolri buat tim khusus untuk penyelidikan lebih lanjut atas isu tersebut agar tidak menjadi liar ke mana-mana," kata Sahroni saat dimintai tanggapan, Senin (7/11).

Sahroni menyebut isu liar ini bisa merugikan nama baik Kabareskrim. Sekali lagi Sahroni menyarankan pembentukan tim terkait kehebohan Ismail Bolong.

"Kasihan kalau memang isu itu tidak benar nama baik orang tercemar gara-gara isu beredar sekarang ini. Segera mungkin Pak Kapolri buat team independent terkait isu tersebut," ujar politikus Partai NasDem itu.

Sahroni menyebut tim tersebut nantinya bisa mengklarifikasi semua pihak yang terseret dalam isu setoran tambang miliaran Rupiah. "Semua pihak dimintai klarfikasi agar isu ini cepat selesai dan tidak lagi menjadi bola liar dan merusak nama orang lain," ujar Sahroni.

Halaman 4 dari 3
(lir/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads