KontraS: Ada Teror-Intimidasi Jelang Sidang Pelanggaran HAM Berat Paniai

ADVERTISEMENT

KontraS: Ada Teror-Intimidasi Jelang Sidang Pelanggaran HAM Berat Paniai

Silvia Ng - detikNews
Kamis, 03 Nov 2022 21:58 WIB
Jakarta -

Persidangan kasus pelanggaran HAM berat di Kabupaten Paniai, Papua, pada 2014 masih bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Makassar. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menemukan sejumlah kejanggalan. KontraS menyoroti soal intimidasi hingga soal representasi kesaksian.

Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Pretty Stephanie, mengatakan pihaknya menemukan adanya isu keamanan saat sebelum persidangan. Dia menyebut ada intimidasi terhadap mahasiswa Papua di Makassar, khususnya mahasiswa asal Paniai.

"Sehari sebelum sidang Pengadilan HAM Paniai ini digelar, Selasa, 20 September 2022, pukul 13.30 Wita, lima orang dengan pakaian biasa dan satu orang dengan seragam polisi diduga pihak Intel Polresta Makassar meneror dan mengintimidasi dengan mendatangi rumah kontrakan mahasiswa Papua khususnya mahasiswa asal Paniai," kata Pretty dalam acara media briefing KontraS di Kedai Tjikini, Jakarta Pusat, Kamis (3/11/2022).

"Mereka menanyakan apakah ada aksi demo Pengadilan HAM Berat Paniai serta berjaga di depan pintu masuk rumah kontrakan," imbuhnya.

Selain intimidasi, Pretty mengungkap minimnya keterlibatan korban dan saksi sipil sejak penyidikan. Pretty menjelaskan, dalam perjalanan kasus ini, jaksa menyebut telah memeriksa 55 saksi yang 8 di antaranya masyarakat sipil. Kemudian, dari 8 saksi ini, yang dihadirkan ke persidangan hanya dua orang.

"Yang pertama, jelas keluarga korban itu nggak dilibatkan, Paniai kan ada dua masa timeline-nya sebenarnya, 7 Desember 2021 sama 8 Desember 2021. Nah, saat Kejagung sebelum masuk persidangan, jaksa bilang bahwa mereka telah memeriksa delapan saksi masyarakat sipil. Mereka sudah memeriksa 55 saksi, dari 55 itu masyarakat sipil cuma 8 orang," papar Pretty.

"Jadi kita lihat dari delapan orang ini, korban atau keluarga korban untuk kejadian tanggal 8 Desember 2021 itu nggak ada yang datang, sedangkan tanggal 8 Desember 2021 ada 4 orang yang mati. Itu nggak ada yang diundang. Tapi dari delapan orang ini dalam proses persidangan, yang hadir sidang hanya 2, sementara 6 orang ini yang lain nggak dihadirkan sama jaksa," sambungnya.

Minimnya keterlibatan korban dan saksi sipil ini membuat perbedaan yang mencolok terkait kronologi serta tindakan pelaku dan korban dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dengan ringkasan eksekutif hasil penyelidikan pro justitia Komnas HAM. Sejumlah perbedaan yang ditemukan pihaknya dapat membuat Pengadilan HAM menjadi tidak optimal.

"Perbedaan ini juga menunjukkan indikator posisi dan keberpihakan kedua lembaga penegak hukum terhadap para pihak, baik pelaku atau pun korban. Kami menilai perbedaan demikian terjadi karena minimnya pelibatan para penyintas dan keluarga korban pada proses penyidikan, sementara kronik dan detail informasi di dakwaan sangat didominasi narasi dari sisi TNI/Polri," ungkap Pretty.

Seharusnya hakim menggali informasi dan keterangan dari warga sipil untuk menyeimbangkan informasi dari para saksi korban dan warga sipil.

"Sudah seyogianya hakim menggali informasi dan keterangan dari warga sipil untuk menyeimbangkan minimnya pelibatan kesaksian warga sipil dan para penyintas serta keluarga korban sedari awal penyidikan," kata Pretty.

Untuk diketahui, tragedi Paniai terjadi pada 7 dan 8 Desember 2014. Sebanyak empat warga sipil tewas ditembak dan 21 warga sipil lainnya terluka ketika warga memprotes pengeroyokan aparat TNI terhadap kelompok pemuda sehari sebelumnya.

(dnu/dnu)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT