Tunjangan Disetop gegara Kuliah Doktor, 2 Dosen Gugat ke MK

Tunjangan Disetop gegara Kuliah Doktor, 2 Dosen Gugat ke MK

Andi Saputra - detikNews
Kamis, 03 Nov 2022 12:49 WIB
Ilustrasi wisuda
Ilustrasi (Getty Images/iStockphoto/nirat)
Jakarta -

Dua dosen FH Universitas Khairun, Ternate, Gunawan Tauda dan Abdul Kadir Bubu mengajukan judicial review UU Guru dan Dosen ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, keduanya tidak mendapatkan tunjangan keprofesionalan karena sedang mengambil kullah doktor.

"Para Pemohon sebagai Dosen pegawai pelajar yang diberi tugas belajar untuk melanjutkan studi pada jenjang S3 merasa mengalami kerugian hak konstitusional atau berpotensi mengalami kerugian hak konstitusional berupa hak atas kepastian hukum yang adil atas berlakunya Pasal 51 ayat (1)," kata Gunawan Tauda-Abdul Kadir Bubu dalam berkas judicial review yang dilansir MK, Kamis (3/11/2022).

Pasal 5 ayat 1 berbunyi:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
e. memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik; dan
g. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan

Faktanya, tunjangan di atas dihentikan karena Gunawan Tauda-Abdul Kadir Bubu sedang mengambil kuliah di UGM dan UII Yogyakarta. Penghentian itu berdasarkan aturan di kementerian terkait. Salah satunya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

ADVERTISEMENT

"Para Pemohon sebagai Dosen pegawai pelajar yang diberi tugas belajar untuk melanjutkan studi ilmu hukum pada jenjang S3, dan berstatus sebagai mahasiswa di Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Islam Indonesia tidak mendapatkan tunjangan profesi yang seharusnya dapat digunakan untuk menunjang pembiayaan studi doktoral secara mandiri ataupun parsial," ucap Gunawan Tauda-Abdul Kadir Bubu.

Menurut Gunawan Tauda-Abdul Kadir Bubu, tunjangan profesi dosen merupakan penghasilan yang seharusnya menjadi hak dosen. Sehingga tidak dapat dihentikan sementara pembayarannya hanya karena kebijakan yang didasarkan pada penafsiran semata, tanpa disertai adanya pengaturan yang eksplisit dalam peraturan perundang- undangan.

"Terlebih, dosen bersangkutan sedang menempuh studi doktoral yang jelas membutuhkan biaya yang relatif besar," ucap Gunawan Tauda-Abdul Kadir Bubu.

Penafsiran dimaksud setidaknya dapat ditemukan pada Surat Kepala Biro Kepegawaian Departemen Pendidikan Nasional Nomor: 23327/A4.5/KP/2009 bertanggal 14 Mei 2009 perihal Penegasan dari Aspek Kepegawaian tentang Dosen yang Tugas Belajar dan Kaitannya dengan Sertifikasi Dosen. Dalam angka 2 huruf b Surat dimaksud ditegaskan bahwa:

Dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a dan Pasal 52 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2005 ditegaskan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak memperoleh penghasilan di atas hidup minimum dan jaminan sosial yang meliputi "...tunjangan profesi...".

Frasa "melaksanakan tugas keprofesionalan dalam kalimat pada ketentuan ini bermakna sebagai aktif sepenuhnya melaksankan tugas jabatan (akademik/fungsional) sebagai dosen."

Dengan demikian apabila seorang dosen yang telah memiliki sertifikat pendidik dan telah memperoleh tunjangan profesi pendidik, kemudian melanjutkan pendidikan ke program doktor (S3) dengan tugas belajar, maka selama melaksanakan tugas belajar tersebut tunjangan profesinya dihentikan pembayarannya sementara sebagaimana halnya dengan tunjangan jabatan fungsional.

"Sejak pemberlakuan kebijakan penghentian sementara pembayaran tunjangan profesi dimaksud di tahun 2009 lalu, hingga saat ini di tahun 2022 tidak terhitung jumlahnya dosen pegawai pelajar yang telah kehilangan hak keuangannya berupa tunjangan sertifikasi dosen dan dirugikan kepentingannya saat sedang menempuh studi lanjut di sejumlah perguruan tinggi di Nusantara dan di luar negeri, hanya karena penafsiran semata yang tidak didasarkan pada kepentingan terbaik dosen yang diberi tugas belajar," kata Gunawan Tauda-Abdul Kadir Bubu meminta keadilan ke MK.

Permohonan ini telah diajukan di MK dan diregister kepaniteraan. Berikut petitium Gunawan Tauda-Abdul Kadir Bubu:

"Menyatakan Pasal 51 ayat 1 UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen sepanjang frase 'dalam melaksanakan tugas keprofesionalan' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai 'dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, pemaknaannya mencakup doen yang diberi tugas belajar'," mohon Gunawan Tauda-Abdul Kadir Bubu.

(asp/rdp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads