Analisis Pakar Gestur soal Peluang ART Ferdy Sambo Berbohong di Sidang

Analisis Pakar Gestur soal Peluang ART Ferdy Sambo Berbohong di Sidang

Matius Alfons Hutajulu - detikNews
Selasa, 01 Nov 2022 07:52 WIB
Bharada Richard Eliezer menjalani sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (31/10/2022). Asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo, Susi dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan tersebut.
ART Ferdy Sambo, Susi (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Yosua N Hutabarat menghadirkan saksi asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo, Susi. Selama persidangan, hakim beberapa kali menyoroti penjelasan Susi yang dinilai berbohong. Lantas benarkah Susi berbohong?

Pakar gestur Handoko Gani membeberkan pendapatnya terkait gesture hingga pernyataan Susi secara keseluruhan selama dicecar oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Handoko menduga sebetulnya Susi tidak melihat langsung secara keseluruhan apa yang sebetulnya terjadi dengan Putri Candrawathi.

"Dugaan saya, Susi ini tidak melihat langsung secara keseluruhan, tapi hanya sepersekian dia melihat atau bahkan dia dengar dari orang lain. Jadi keterangannya ini penuh tafsiran atau interpretasi dia sendiri. Bukan berdasarkan penglihatan atau pengalaman langsung. Jadi nggak heran keterangan Susi ini jadinya sulit untuk diinterpretasikan (terkait posisi Ibu, pakaian ibu, tubuh ibu, dan seterusnya)," kata Handoko saat dihubungi, Senin (31/10/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Handoko menduga Susi sebetulnya mencoba menjelaskan kejadian tersebut, tapi hanya lewat interpretasi pribadi. Dia mengatakan saat itu Susi tidak mengerti apa yang terjadi lantaran hanya ada Putri Candrawathi di lokasi.

"Yang bersangkutan ini menjelaskan dengan interpretasi sendiri. Misalnya, kaus (kaos itu kan beda-beda tipenya, bahannya, ketebalannya), kemudian posisi tubuh ibu tergeletak atau sandaran (kalau sandaran itu di mana), suhu tubuh (dingin), diraba kakinya (kaki bagian apa), dan seterusnya. Iya, tidak tahu full kejadian. Kan tinggal Putri doang. Dia hanya interpretasi, suhu badan dingin, dia bersandar, dan seterusnya," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut, Handoko juga menganalisis latar belakang Susi yang merupakan asisten rumah tangga. Dia meyakini Susi, yang notabene hanya asisten rumah tangga, terintimidasi saat ditanya oleh hakim yang cenderung bertanya dengan gaya yang intimidatif sehingga memberikan jawaban yang tidak tepat.

"Ditambah lagi gaya penanya ini bersifat intimidatif. Susi yang ART ini tertekan. Ketika tertekan, ada kemungkinan seseorang dengan karakter seperti demikian, bisa gugup dan salah-salah jawab," ujar dia.

"Orang seperti Susi ini ndak bisa ditanyakan dengan gaya bertanya seperti itu. Bahkan bisa juga, dia mungkin tidak bisa ditanyain di pengadilan secara terbuka. Tetapi ditanyain secara terpisah di ruangan tertutup sehingga tidak terlalu merasakan pressure orang-orang yang menatapnya," lanjut dia.

Simak video 'Habis ART Sambo 'Dikuliti' Dalam Sidang Karena Keterangan Berbelit':

[Gambas:Video 20detik]



Simak penjelasan pakar gestur selengkapnya di halaman berikutnya.

Terlepas dari itu, Handoko menyimpulkan ada 3 hal yang mungkin dialami Susi sehingga memberikan statemen yang sulit diinterpretasikan. Dia melihat Susi bisa jadi memang menskenariokan jawaban itu di persidangan, Susi juga bisa tanpa sadar diatur dan dimanfaatkan, atau memang posisi Susi yang stres lantaran mendapatkan banyak tekanan dari hakim.

"Pertama, Susi memang sudah janjian untuk berskenario, kedua Susi tanpa sadar 'diatur' atau 'dimanfaatkan' sebagai penguat bukti adanya pelecehan seksual. Ketiga, Susi ini sangat stress, tertekan, atau secara karakter, tidak bisa menjawab pertanyaan tipikal intimidatif. Gaya bertanya ini harus dihindari. Bukankah masih ada gaya bertanya investigatif yang tanpa interpretasi pribadi (kalau saya mah begini) atau tanpa menghakimi (mana mungkin begitu? Mana yang benar? Kamu bohong nih!)," jelasnya.

Lebih jauh, Handoko juga menyoroti cara bertanya hakim sehingga berdampak pada jawaban saksi. Dia memberikan beberapa contoh yang terjadi dalam persidangan

"Contohnya misalnya, Susi meluk. Tapi penanya (hakim) tidak menanyakan kondisi situasi apa, ekspresi wajahnya gimana, gesturnya gimana, perkataan Putri apa, dan seterusnya, sehingga Susi meluk. Kan aneh, kalau tanpa ada tanda-tanda spesifik yang menimbulkan rasa kasihan. Misalnya, ekspresi wajahnya sedih, nangis, tangannya bersilang menutup pakaian atas/bawah, didekati Susi menjadi histeris stress, dan seterusnya, tapi ini nggak ditanya. Menurut saya, penanya banyak sekali salah cara bertanya," ujar Handoko.

Kemudian, dia juga menyoroti cara hakim yang menginterpretasikan jawaban sesuai dengan karakternya sendiri. Menurutnya, cara tersebut tidak boleh dilakukan terhadap saksi.

"Semakin aneh ketika penanya (hakim) malah menginterpretasi sesuai dengan karakternya sendiri 'kalau saya, melihat..., saya akan...', ini nggak boleh dilakukan dong. Karena pertama, yang bersangkutan (hakim) laki-laki dan juga tidak memiliki hubungan emosional. Karakternya pun berbeda, pendidikannya pun berbeda. Bahkan bisa jadi, yang bersangkutan memiliki pengetahuan cukup untuk pertolongan pertama pada kasus-kasus serupa, tapi ART Susi tidak," tutur dia.

Halaman 2 dari 2
(maa/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads